Pada masa kuliah di Jogja, antara tahun 1991-1996, aku sering menggunakan jasa kereta api. Kala itu untuk mendapatkan tiket kita masih manual, dengan datang ke agen atau langsung ke stasiun. Dalam bentangan waktu itu aku sudah biasa mengurus apa-apa sendiri, pergi sendiri.
Sejak menikah, 1997 hingga sekarang tahun 2019, kami bepergian pake kendaraan fasilitas kantor, maka praktis hampir 23 tahun kami belum naik kereta api lagi. Â Wkwkwkwk... lama juga ya.
Tetapi pada Sabtu, 11 Mei 2019 berhubung  anak kami sakit dirawat di salah satu RS di Jogja, mengharuskan aku pergi sendiri dan kendaraan yang paling mungkin menolongku adalah kereta api.
Suasana hati yang mellow sedih dan mendesak, menambah hati dan pikiranku jauh dari tenang. Pemesanan tiket sekarang bisa serba online, nah ini pun aku sangatlah buta. Setelah itu gimana, di mana dst, sungguh aku belum tahu. Tuhan baik, mengirimku seorang sahabat, bu SR, aku memanggilnya kk Iti, yang telah memesankan tiket dan mengantarkanku ke stasiun Senen subuh itu. Luar biasa. Tuhan baik dan aku beruntung memiliki kakak baik seperti dia.
Dari pengalaman pertiketan kereta saat berangkat kemarin telah membekali aku pengalaman baru. Aku senang sekali dan berani. Maka saat pengurusan tiket kepulanganku kembali ke Jakarta, dari pemesanan di mini market, verifikasi kode pemesanan, mencetak tiket sampai aku duduk di gerbong lagi, aku sudah familier.
Peristiwa  kiriman Tuhan terjadi sedetik dua aku selesai mencetak tiket. Saat aku mundur dari mesin aplikasi, bergeser ke kiri karena tas bekalku ada di sebelah kiri, rupanya kakiku menyentuh travel bag pengantri berikutnya.Â
Sembari minta maaf, aku bergeser mundur. Seorang pemuda sederhana dengan ramah menjawabku: "O...nggak apa-apa, Bu" "Oya, Bu, maaf sekalian mau minta tolong. Ini kan pengalaman pertama saya naik kereta, saya nggak tahu bagaimana setelah ini," pintanya sambil mengeluarkan amplop pemesanan tiket.Â
"Oya...mari sini kita masukkan kodenya, nah... yang ini...." responku sambil mengetikkan kode yang dia diktekan. Saat kami cek identitasnya benar, saya pandu dia untuk menekan tombol cetak. Demikianlah tiket sudah didapatnya. Sebelum aku masuk ke peron, tak lupa kubilang, nanti siapkan KTP serta tiket, tunjukkan ke petugas,  "Perhatikan nama dan kelas  keretanya, jangan keliru" kataku sambil pamit.
Aku tersentuh: "Oh...Tuhan, kemarin aku Kau tolong melalui Kk Iti, dan karenanya sekarang aku bisa menolong orang lain. Saya ditolong untuk menolong." Luar biasa jalan hidup ini (rs)
Petikan arti:
Hidup ini seperti rantai, saling terkait satu dengan yang lain.
Berkat kebaikan tak boleh terhenti hanya di kita.
Kita ditolong untuk menolongÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H