Kemudian pun apa yang terjadi di Manado, setelah tujuh hari tidak ada kasus positif dan masih bertengger di 45 kasus, orang-orang mulai keluar dan meramaikan jalan-jalan alhasil setelahnya per-hari ini 16 mei 2019 telah dilaporkan oleh media lokal korban positif berjumlah 114 orang telah positif tertulari covid 19. Manado menjadi transmisi lokal bagi provinsi Sulawesi Utara dan menjadi kota yang paling banyak kasus positif.
Kebijakan pembatasan sosial berksala besar (PSBB) sebagai langkah pemerintah Indonesia belum menemui titik alternatif sebagai kebijakan yang dipilih untuk mencegah arus penularan Covid 19. Pemerintah bahkan masih bingung menetapkan target kapan mulai landai jumlah korban ataupun tidak ada target untuk menghentikan semua ini.
Covid-19 terus menyerang bahkan tenaga kesehatan sebagai garda terdepan satu persatu mulai berguguran, pemerintah alih-alih membangun optimisme dengan mengizinkan warga berusia 45 tahun ke bawah untuk kembali beraktifitas di tengah pandemic justru menimbulkan kekecewaan di lapangan nampak beberapa tenaga medis mulai menuliskan “Indonesia terserah..! #sukasukakalian”.
Rasa kemanusiaan mulai tercerabut di akar rumput bahkan di kampung saya orang luar dianggap sebagai ancaman, beberapa waktu lalu pedagang yang datang dari luar daerah yang memiliki syarat resmi seperti Surat Jalan, Surat Keterangan Berbadan Sehat di suruh pulang kembali padahal mereka perlu berdagang untuk melanjutkan hidup.
Bukan hanya itu beberapa tenaga medis mendapatkan diskriminasi di tempat tinggalnya, Di Solo, Jawa Tengah tenaga medis diusir dari kos-kosan; penolakan penguburan mayat terjadi di Semarang, Jawa Tengah; orang dalam pemantauan (ODP) distigmatisasi.
Saya masih percaya bahwa bahasa sederhana ini masih akan terus berlaku “jauhi penyakit bukan benci terhadap orangnya”, tentulah bahasa ini butuh rasionalitas dan kerendahan hati untuk memahaminya. Setelah kita mengalami dentuman besar ini. Apakah yang terjadi pasca ini? Sementara WHO telah menyatakan bahwa Covid-19 tidak akan hilang, meski sudah ada vaksin.
Tulisan ini merupakan pandangan pirbadi penulis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H