Zizek dalam bukunya Pandemic!: Covid-19 Shakes the World berkata: “Kita semua mungkin datang dari kapal yang berbeda, namun kita berada di kapal yang sama sekarang”.
Dalam ungkapan itu Zizek menggambarkan bagaimana kita yang berada di negara-negara yang berbeda, benua yang berbeda namun mengalami keadaan yang sama yakni menghadapi pandemic Covid-19.
Sabtu 16 mei media-media besar melaporkan jumlah kasus Covid-19 4,6 juta orang di dunia. Indonesia-pun tak ketinggalan diwaktu yang sama telah bertambah 529 kasus diakumulasikan dengan kasus-kasus sebelumnya menempati angka 17,025 orang positif tertular Covid-19.
Li Wenliang seorang dokter yang pertama kali menemukan virus Corona di China di bungkam dan disensor oleh pihak yang berwenang, dampak pembungkaman tersebut membuat ribuan nyawa di China melayang dihajar habis-habisan oleh Covid-19.
Kebebasan berbicara merupakan hak asasi manusia ketika dibungkam maka dia menyasar ke kehhidup manusia yang lain.
Setelah menyerang China Desember 2019 lalu, virus ini kemudian marebak ke seluruh dunia hingga WHO sebagai lembaga otoritas kesehatan dunia mengatakan bahwa virus ini telah menjadi pandemic.
Quo Vadis Indonesia?
Memang terlalu klise menanyakan hal itu, seakan menimbulkan kecurigaan bahwa Indonesia telah lengah .
Kebijakan-kebijakan yang dipilih belum tanggap untuk mencegah penularan bahkan semakin hari korban makin bertambah, kluster-kluster mulai bermunculan di mana-mana; sejak awal masyarakat mulai mengalami dilematis menerapkan physical distancing atau dapur tidak mengepul.
Seiring berjalan waktu dihitung hari ini sudah memasuki 3 bulan diserang covid 19 kejenuhan mulai terlihat di mana-mana orang-orang mulai meramaikan jalan; penutupan Mcd Sarina di Jakarta yang katanya penuh kenangan itu, dihadiri banyak orang padahal mereka berada di zona merah.