Mohon tunggu...
Rohit Mahatir  Manese
Rohit Mahatir Manese Mohon Tunggu... Nelayan - Di lahirkan untuk menjadi pembelajar.

Mahasiswa.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Natal pada Sisi yang Lain

25 Desember 2019   02:28 Diperbarui: 25 Desember 2019   10:06 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber:Porostimur.com

Para Pembaca yang terhormat mudah-mudahan tidak terjebak pada diksi yang saya gunakan pada tema di atas, padahal saya sengaja membuatnya menjadi nyentrik dengan kalimat "Natal pada sisi yang lain " agar terlihat menarik dan para pembaca tertarik untuk menyelami tulisan ini. Tulisan ini saya angkat berdasarkan refleksi perayaan natal di keluarga saya. Dengan pandangan kemanusiaan dan kebangsaan saya membuat tulisan sederhana ini. Mungkin akan lain lagi kalau terlalu teologis membaca tulisan ini maka ujung-ujungnya pembaca akan kaku bahkan bisa reaktif.  

Saya mempunyai seorang kakek perawakan asli minahasa yang lahir di Liwutung dan memiliki marga "Manese" (Bertindak dahulu), seorang kristen dari lahir dan sangat taat pada masa mudanya. Sementara saya juga memiliki nenek sebagai seorang muslim asal Belang. Nenek mempunyai marga Nanempa. Mereka bertemu dan bersanding untuk membangun keluarga.  Kakek karena rasa cintanya sebagai sesama manusia  yang sangat besar dan penuh ketulusan ia mengikuti agama nenek saya.

Kakek mempunyai sanak saudara yang taat dalam memeluk agama kristen. Bukan hanya itu teman-teman di tempat kerjanya pun banyak yang memeluk agama yang di bawah oleh Isa Almasih ini. Ikatan kita terus terbangun meski kakek dan nenek orang yang dituakan dan diteladani  dalam keluarga besar sudah meninggal dalam kurun waktu yang cukup lama. Bagi kami dan mereka  kerukunan terus dijaga meski yang menjalin awal ikatan itu sudah tiada. Kerukunan kami tetap terjaga tanpa harus memandang agamanya apa.

Bagi keluarga saya, natal bukan sekedar lampu terang, santa klaus, kartu natal dan kategori-kategori lainnya yang menandakan perayaan natal. Namun hal terpenting adalah kita selalu berkunjung, saling sapa, saling menghormati dan saling menghargai antara satu sama lain. 

Tomohon dan Liwutung sebagai dua dari daerah besar yang berada di Minahasa raya, memiliki penduduk yang mayoritas memeluk agama kristen. Dua daerah ini menjadi langganan kunjungan kami sekeluarga. 

Lebaran Iedul Fitri pun demikian di Minahasa, kampung saya sebagai salah satu kampung yang mempunyai mayoritas penduduknya pemeluk Islam. Dan tempat ini menjadi tempat favorit untuk dikunjungi pada saat lebaran. Mereka pun selalu datang bersilaturahmi tanpa ada perasaan yang membatasi, Saya pun secara psikologis merasakan kerisauan kalau lebaran tanpa kehadiran mereka di rumah.

Natal merupakan momen rutinitas tahunan untuk membangun kebersamaan antar rumpun keluarga. berkunjung dan bukan hanya sekedar pesiar namun membangun silaturahmi. Bagi keluarga kami ini bentuk keistimewaan yang tidak bisa dinikmati pada hari-hari yang lain. Opa (adik kakek saya) dan sepupu-sepupu selalu ceria nan bahagia ketika kami selalu datang. Selain ucapan "Selamat Natal" kalimat selanjutnya yang mereka selalu katakan dengan penuh ketulusan adalah " merayakan natal tidak lengkap tanpa kehadiran kami" . Saling menghargai sebuah perbedaan, ditandai dengan mereka memisahkan makanan apa yang boleh kami makan dan makanan apa yang tidak boleh. Untuk saya sendiri tidak ada yang saya cari selain kopi kue brudel dan cake orson khas buatan oma (adik dari kakek saya). Suasana adem dan penuh kedamaian yang selalu saya rindukan.

Memang natal selalu memiliki sisi yang lain. Sebagai entitas kelompok paling kecil dalam hidup bernegara, toleransi  sudah dibangun sejak dari keluarga lebih dahulu.Saya pun mengakui rasa saling menghargai saya telah dibangun dari perpaduan antara kasih dan sayang seorang Kristen taat dan Muslim yang taat. Mereka (kakek dan nenek saya) disatukan oleh nilai-nilai kemanusiaan yang tidak terpisah dari cinta dan ketulusan rasa.

Natal adalah momen membangun silaturahmi antar sesama manusia. Agama apapun bukan penghalang dalam menjaga kerukunan antar sesama manusia, namun menjadi basis moralitas agar membangun soolidaritas bersama. Natal menjadi ruang dialogis antara kedamaian dan terciptanya persatuan bersama antar umat manusia. Perbedaan adalah sebuah kenircayaan, namun persatuan adalah suatu keharusan.

Jogjakarta 25 Desember 2019.  

"Natal kali ini tanpa kopi, kue brudel dan cake orson buatan oma saya"

Dengan penuh kerinduan, kegembiraan dan ketulusan saya mengucapkan "Selamat Merayakan Hari Natal"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun