Mohon tunggu...
Rohim Ghazali
Rohim Ghazali Mohon Tunggu... lainnya -

Muslim minimalis. Bergiat di Yayasan Paramadina, The Indonesian Institute, dan MAARIF Institute; Moderator Menara 62; Solusi Bangsa; dan PRIDE-Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Politik

Urgensi Koalisi untuk Kepentingan Negara

19 November 2013   17:46 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:56 418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Koalisi, dalam perspektif politik pemerintahan adalah aliansi partai-partai yang dibangun atas dasar kepentingan bersama, baik untuk kepentingan partai-partai yang memerintah maupun sebaliknya, partai-partai yang menjadi oposisi.

Koalisi pada umumnya terbangun dalam pemerintahan yang menganut sistem parlementer karena fungsi utamanya adalah untuk saling mendukung dalam pengambilan keputusan yang terjadi di parlemen. Meskipun demikian, koalisi bisa juga terbangun dalam pemerintahan presidensiil seperti di Indonesia yang dalam praktiknya lebih menyerupai sistem parlementer.

Seperti kita tahu, banyak kebijakan yang harus diambil pemerintah berdasarkan keputusan yang diambil di parlemen. Salah satunya, kebijakan tentang penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang didalamnya menyangkut penetapan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).

Kebijakan menaikkan harga BBM membuat koalisi partai politik pendukung pemerintah menjadi terpecah. Kejadian ini bukan yang pertama kali terjadi. Dalam setiap kebijakan krusial yang menyangkut kepentingan rakyat, atau menyangkut hajat hidup orang banyak, sikap partai-partai koalisi biasanya tidak solid.

Mengapa ada partai yang bersikap seperti itu sebenarnya bisa kita pahami karena koalisi yang dibangun saat ini semata-mata berdasarkan kepentingan pragmatis, untuk memperkuat suara partai pemerintah di parlemen, dan untuk mendapatkan jatah kursi kabinet bagi partai yang mendukung pemerintah. Artinya, koalisi bisa dibangun karena ada keuntungan keduabelah pihak (simbiosis mutualistis) antara partai pemerintah dengan partai-partai pendukungnya.

Masalahnya, dalam pengambilan keputusan tidak selamanya terjadi proses yang menguntungkan kedua belah pihak. Ada sejumlah keputusan yang apabila berdampak positif hanya partai penguasa yang bisa menuai manfaatnya, sementara pada saat berdampak buruk, semua partai koalisi akan ikut merasakan akibatnya. Faktor inilah yang mendorong munculnya perpecahan. Karena ada partai yang hanya mau merasakan manisnya (jabatan kursi kabinet) namun tak mau merasakan pahitnya (dampak buruk kebijakan yang diambil pemerihtah). Ibaratnya, ada yang hanya mau memakan nangkanya tapi tak mau terkena getahnya.

Perpecahan memang akan sulit dihindari pada proses koalisi yang dibangun pemerintah semata-mata berdasarkan kepentingan pragmatis. Oleh sebab itu, pilihan yang paling mungkin untuk menghindarinya adalah dengan membangun koalisi yang didasarkan pada kepentingan yang lebih permanen, yakni kepentingan negara. Meskipun bisa jadi, koalisinya sendiri tidak harus permanen.

Koalisi untuk kepentingan negara adalah yang diabangun semata-mata untuk memfungsikan negara, yang oleh Stephanie Lawson (1991) dibedakan dengan pemerintah. Negara meliputi semua aspek pembuatan kebijakan dan pelaksanaan sanksi hukumnya, sementara pemerintah “cuma sekedar agen yang melaksanakan kebijakan negara dalam sebuah masyarakat politik” (Arief Budiman, 1997:84).

Ketika berbicara mengenai kepentingan negara, memang masih menyisakan pertanyaan? Negara dalam perspektif siapa? Tulisan ini tidak mau masuk pada perdebatan panjang mengenai teori negara. Dalam perspektif Indonesia, fungsi negara yang dimaksud adalah sebagaimana yang diatur dalam konstitusi negara, yakni Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang biasanya cukup disingkat dengan UUD’45.

Secara garis besar, fungsi negara menurut UUD’45 adalah sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan (preambule) yakni untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Untuk semata-mata kepentingan inilah seyogianya koalisi dibangun. Kepentingan-kepentingan partai politik, apalagi kepentingan elite partai politik yang bertentangan dengan kepentingan negara harus dieliminasi.

Koalisi untuk kepentingan negara akan lebih mudah dibangun dengan dua syarat: pertama, partai-partai yang akan membangun koalisi memiliki visi kebangsaan yang jelas: tidak lagi mempersoalkan Pancasila sebagai dasar negara atau tidak menyimpan ideologi agama tertentu yang berpotensi mendisfungsikan ideologi Pancasila.

Kedua, komitmen yang akan dibangun bersama dituangkan dalam pakta kesepakatan yang jelas dan tegas menyangkut hak-hak dan kewajiban semua anggota koalisi yang ditandatangani bersama-sama sejak awal pembentukan koalisi. Dengan begitu, apabila di kemudian hari ada anggota koalisi yangmelanggar kesepakatan, akan dengan sendirinya keluar dari koalisi atau harus rela dikeluarkan dari koalisi.

Jika dua syarat itu terpenuhi, niscaya pemerintahan koalisi akan berjalan lebih stabil. Kebijakan-kebijakan politik yang akan diambil didasarkan pada kepentingan negara, dan jika ada anggota koalisi yang tidak menyepakatinya bisa serta-merta keluar atau dikeluarkan dari koalisi. Soal apakah kebijakan itu kemudian bermanfaat bagi segenap warga negara (rakyat) atau tidak, biarlah waktu yang membuktikannya.

*Pernah dimuat di Sinar Harapan, 18 Juni 2013

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun