Mohon tunggu...
David Rohans R Hutagaol
David Rohans R Hutagaol Mohon Tunggu... Akuntan - I write what i think

My name is David Rohans Rivaldo Hutagaol | An idealistic scatterbrain who loves reading, writing, listening, analyzing and travelling | A banker (someday) | A man with too many questions inside his head, who's interested in politic, music, social and economy |

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ahok is the real Batman in that Gotham City

12 November 2014   21:19 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:57 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1415924562267354884

[caption id="attachment_375127" align="aligncenter" width="300" caption="Ahok is the real Batman!"][/caption]

Perseteruan yang dialami Pak Basuki Tjahaja Purnama atau yang akrab dengan sapaan Ahok ini akhir – akhir ini adalah buah dari degradasi moral yang dialami sebagian kecil penduduk Ibukota. Lalu kenapa masalah ini mengemuka? Ya tentu saja ini terjadi ketika agama dicampuradukkan dengan politik. Ketika agama dicampuradukkan dengan negara, politik atau apapun itu, tentu mata kita akan blindfold. Kita akan sulit membedakan mana ranah politik, mana ranah hukum tata negara dan mana ranah agama. Penilaian kita akan tidak objektif dan cenderung membabi buta. Maka yang mengemuka penilaian subjektif. Setiap penilaian subjektif selalu ada unsur sebagian kecil rasisme yang terkandung dalam diri kita, apakah itu yang tidak enak dipandang mata atau hal yang “berbeda” dengan kita. Layaknya dua buah ember yang diisi dengan jumlah air yang sama, dan tempat yang sama, tentunya akan memiliki berat yang sama. Namun, jika ember tersebut salah satu isinya atau airnya terkontaminasi, maka beratnya akan tidak seimbang. Seperti itu juga dalam menelaah dua kubu ini. Kita tidak mau pikiran kita terkontaminasi dengan hal – hal bodoh ataupun cara pandang yang salah. Karena jika pikiran kita sudah terkontaminasi dengan hal – hal bodoh, maka kita tidak netral dalam menilai kasus yang menimpa Pak Ahok ini. Mari kita telaah satu per satu.

Sekarang, hal apa yang diinginkan rakyat Ibukota dari para pemimpinnya? Seorang pemimpin yang bersih? Seorang yang mampu mengayomi rakyatnya? Seseorang yang dapat memecahkan masalah Ibukota dan mencarikan solusinya? Seseorang yang identitas dirinya harus sama dengan kita? Seseorang yang tolol tapi yang penting harus santun? Atau seseorang yang merupakan bentuk representasi dari suatu kaum? Kita masing – masing memiliki perbedaan cara pandang dalam menghadapi pertanyaan “pemimpin seperti apa yang kita inginkan?”. Namun perbedaan persepsi ini menjadi rancu terkadang karena penggiringan opini atau faktor media ataupun lingkungan yang kuat dalam mempengaruhi pikiran, hingga hati sanubari kita.

Nah, sekarang apa yang kita inginkan? Apakah semua aspirasi harus ditampung dan menahan laju seseorang untuk menjadi Gubernur? Apakah aspirasi ngelantur juga harus didengarkan dan kita menabrak konstitusi agar keinginan kita tercapai? Masalah banjir, kemacetan, rakyat miskin, dll sangat menumpuk di Jakarta. Dan ingat, Ahok belum bekerja satu periode. Jadi alasan seperti itu tidak bisa menjadikan Ahok sebagai kambing hitam. Siapa leader yang anda kagumi? Kita ambil contoh saja seperti Barack Obama (AS) dan Mahmoud Ahmadinejad (Iran). Obama dan Ahmadinejad sekalipun tidak akan mampu menyelesaikan masalah Jakarta hanya dalam rentang waktu 1 tahun ke 2 tahun, bung! Masalah ini sudah mengakar dari dulu. Pemimpin silih berganti, namun belum ada yang bisa menemukan formula yang pas dalam menyelesaikan masalah Jakarta terutama mslh macet dan banjir. Kenapa ini tidak bisa teratasi? Yg pertama adalah, Jakarta adalah Ibukota negara ini. Sehingga sentralisasi terjadi. Industri, Korporasi, pusat Pemerintahan, dan segala hiruk pikuk lainnya, menumpuk di Jakarta. Lalu apa dampaknya? Dampaknya ya sehingga ledakan penduduk tidak terelakkan. Tiap tahun jumlah penduduk Jakarta bertambah dari luar daerah untuk mencoba peruntungan di Ibukota. Ini tidak bisa terelakkan! Ibukota sebagai pusat pemerintahan tidak mau dipindah, begitu juga tidak adanya pemerataan pembangunan sehingga investasi menumpuk di Jakarta dan hal tersebutlah yang membuat pelamar kerja silih berganti datang memenuhi Ibukota untuk mendapatkan pekerjaan yang mereka inginkan ataupun perusahaan yang mereka idamkan yang tidak ada di kota asal mereka.

Lalu, apa permasalahan krusial yang mengemuka untuk menggagalkan Ahok sebagai Gubernur, yang saat ini masih menjabat sebagai PLT Gubernur? Gaya koboi kepemimpinannya? Nah, sekarang saya terangkan. Indonesia ini terdiri dari berbagai macam suku, etnis dan karakteristik tiap orang daerah yang berbeda. Dengan beragam warna kulit dan juga pengucapan yang berbeda dan juga pembawaan yang berbeda membuat kita mengerti bahwa begitu luasnya bumi Indonesia yang tercinta ini. Cobalah untuk menyesuaikan diri dengan karakteristik tersebut! Lagian, Ahok juga selama ini menurut saya hanya bersikap jujur! Ada yang tidak pas, Beliau akan turun tangan memarahi, agar kerja si bawahan menjadi lebih baik lg. Fungsi pemimpin ya memang seperti itu. Menjadi contoh dan meluruskan. Gaya kepemimpinan seperti ini tidak masalah menurut saya, toh juga selama ini hal yang diargumenkan Beliau tepat dan on the track. Melihat orang yang menilai gaya kepemimpinan Ahok, saya jadi teringat beberapa orang pernah menceritakan pengalaman kerjanya “aku hans pertama kali masuk kerja, kalo kerjaan gak beres, langsung dibentak atasan ku. Di bilanglah “ini aja gak bisa kau kerjakan?!! B*bi kau! An**ng! Keluar kau”. Mula – mula deg-degan wak”. Ada lagi yang mengungkapkan “kalo kerjaan gak beres sama Ibu itu, dibentak habis-habisan, dimaki dan tugas yang kita kerjakan semalam suntuk itu akan dilempar”. Nah, maksud saya disini, di dunia pekerjaan hal – hal seperti ini sudah biasa. Agar bersama – sama meraih target yang ditentukan. Jadi semua berada di bawah tekanan untuk mengejar target. Jadi itu bukan masalah besar dalam sikap koboi yang ditunjukkan Ahok. Mungkin beberapa pimpinan di perusahaan yang ada di Indonesia ini, masih banyak mungkin yang sikap kepemimpinannya lebih killer dibanding Ahok. Admit it! Sekarang kalo anda tidak terima, akan saya telaah pemimpin satu per satu untuk membandingkan dengan pola kepemimpinan Ahok. Anda kenal dengan Steve Jobs? Pola kepemimpinan Steve Jobs sangatlah kasar bisa dikatakan. Mempermalukan pegawainya di depan umum yang dianggapnya tidak cukup pintar. Jika anda menonton film “Jobs” yang diperankan Ashton Kutcher, anda tidak akan mendapatkan sudut pandang kepemimpinan Steve Jobs yang sebenarnya. Karena banyak yang tidak tersampaikan di film tersebut. Maka, saya sarankan anda untuk membaca biografi Steve Jobs yang ditulis oleh Walter Isaacson. Disitu secara gamblang dikemukakan mengenai kehidupan, karir, ide, keluarga hingga kepemimpinan Steve Jobs! Lalu beralih ke Indonesia, mari kita lihat kepemimpinan Bu Risma. Saya rasa Bu Risma, pola kepemimpinan nya mirip seperti Ahok. Saya rasa, pola kepemimpinan seperti itu sah – sah saja selama di dunia pekerjaan, toh apalagi mereka bekerja sebagai pelayan masyarakat. Jadi jika ada pekerjaan tidak beres, rakyat banyak bisa menjadi korban. Dan menurut saya, tidak usah membenci dengan gaya kepemimpinan seperti ini. Yang kita lihat kinerjanya! Kita tidak perlu kebanyakan makan kultur santun. Yang ujung – ujungnya hanya bisa mengucapkan “saya prihatin” pada saat rakyatnya tidak bisa menjalankan ibadah karena kebebasan beragamanya diintimidasi.

Lalu apa yang membuat Ahok terganjal? Agama? Sebelum saya membahas ini, saya ingin bercerita sedikit. Apakah anda mengetahui Julia Gillard? Ya, mungkin sebagian dari anda merasa nama ini asing kedengarannya. Saya jelaskan sedikit. Julia Gillard adalah mantan Perdana Mentri Australia. Beliau adalah Atheis dan kehidupannya yang kumpul kebo. Namun, negara yang dipimpinnya dapat maju. Lalu, bagaimana dengan Indonesia? Mau sampai kapan kita mempunyai sudut pandang close-minded? Bukankah seharusnya yang kita lihat dari pemimpin adalah kinerjanya? Nah mungkin anda masih ngeyel? Ok. Mari saya tampilkan satu tokoh lagi. Apakah anda mengenal Ahmed Aboutaleb? Pasti masih banyak sekali anda yang membaca artikel ini masih belum mengenal Beliau atau namanya belum familiar di telinga anda. Beliau adalah imigran asal Maroko seingat saya. Beliau adalah walikota Rotterdam (salah satu kota di Belanda). Dan ini dia mengajukan diri kembali untuk kali kedua untuk menjadi walikota di Rotterdam. Bukan warga negara asli dan penganut minoritas di negara tersebut. Itu yang terjadi di negara maju, ketika identitas dikesampingkan, dan lebih mengedepankan skill dan kemampuan seseorang. Sehingga negara mereka selalu bertransformasi dan berebut untuk menjadi yang terdepan. Nah, bagaimana dengan Indonesia? Dengan pikiran close-minded, Indonesia tidak bergerak maju, namum berlari mundur menuju jurang yang menciptakan masyarakat yang perusuh dan tidak produktif. Lalu pertanyaannya, kapan kita mengejar kemajuan Singapura dan Malaysia? Kapan? Ini masih kawasan Asia Tenggara. Blm lg saya katakan dengan Jepang, Korsel, dll. Maksud saya, agama itu tetap terpisah dari ranah politik, hukum, dll. Semua punya ranah masing – masing. Jangan dicampuradukkan!

Nah, kembali ke pertanyaan semula, apakah kita menginginkan pemimpin yang bersih? Nah, sekarang saya sampaikan jika anda ingin. Beberapa kali saya melihat siaran berita di televisi, Pak Ahok memberikan pelaporan harta kekayaan kepada KPK. Melakukan pembuktian terbalik dan menunjukkan atau print out pajak yang dibayar. Di acara Mata Najwa di Metro TV yang kira-kira bulan lalu, Beliau mengemukakan, Beliau (Ahok) terheran – heran jika ada anggota DPRD yang memakai jam tangan mewah dengan harga fantastis dan sering gonta ganti jam tangan mewah tersebut. Padahal itu semua bisa diukur, pendapatan bersih per tahun nya berapa. Lalu pertanyaan yang mengemuka, darimana dia mampu membeli barang mewah tersebut dengan pendapatan bersih sekian dan dengan gaya hidup seperti itu? Kita tidak ingin menuduh. Namun instruksi Ahok mutlak benar. Bahwa pejabat publik harus menunjukkan print out pajak yang mereka bayar, melakukan pembuktian terbalik dan menyerahkan nya pada KPK lalu mem-publish nya. Lalu usul ini kenapa ditanggapi dengan uring-uringan oleh anggota dewan? Menurut saya, ini memang harus dilakukan! Jika bersih, ya lakukan. Jangan banyak cengkunek! Kalau hanya berbicara bahwa dirinya bersih, setan juga bisa berkata bahwa dirinya malaikat!!! Kenapa marah sewaktu Ahok mengatakan lembaga tersebut diragukan “kebersihannya”? Seharusnya orang yang tidak bersalah, pasti akan megklarifikasi dengan pembuktian berupa pelaporan harta kekayaan. Bukan hanya melalui omongan. Dan saya rasa itu sangat urgen untuk dilakukan. Saya rasa itu bisa dipublish, kita tidak kekurangan orang pintar di bidang IT, apalagi hanya untuk melakukan hal sepele berupa database untuk 500an anggota dewan untuk dipublish melalui web.

Ahok memang bukan manusia sempurna. Saya dan anda tentu mengetahui hal ini! Banyak tutur kata Ahok yang salah dan mungkin menyakitkan banyak orang. Memang terkadang gaya komunikasi Pak Ahok low context. Yang saya ingat, komunikasi Beliau yang low context pada saat Beliau menanggapi siapa calon Wagub yang pantas menemani dirinya sesaat setelah Jokowi dipastikan memegang amanah sebagai RI-1. Menurut Ahok, wakil Gubernurnya harus cocok dengan dirinya. Dan Beliau mengatakan “kalau macam-macam, kita’ prijanto’-kan”. Sebagai informasi, Prijanto adalah mantan wakil Gubernur DKI di masa Gubernur Fauzi Bowo, yang nyaris diparkir oleh atasannya, tidak diberi tugas apapun. Ahok memberi label “di-prijanto kan” tanpa memikirkan seorang Pak Prijanto yang akan terluka hatinya. Pak Prijanto menurut saya adalah orang baik, prajurit tanpa cela dan tidak pantas diperlakukan demikian. Lalu, Ahok sadar dan lantas meminta maaf. Namun hati seorang Pak Prijanto sudah terlanjur sakit menurut saya. Dan ini merupakan nilai minus dari Ahok.

Namun, terlepas dari tutur katanya Beliau yang kadang menyakitkan hati orang, namun Beliau adalah orang yang bersih, bekerja untuk rakyat Ibukota dan memperbaiki segala macam hiruk pikuk permasalahan kota Jakarta, yang tidak terkecuali masalah birokrasi. Ada tutur kata yang menyakitkan hati, namun banyak juga prestasi yang diraih. Kita menginginkan negara ini maju, namun kaki kita terperangkap begitu dalam di lumpur yang kita buat sendiri. Kita tidak mau melangkah saat disuruh maju, namun memilih menanamkan kaki lebih dalam lagi di lumpur dan diam di tempat. Sehingga kita mengidealkan negara ini terlalu muluk-muluk dan terlalu fasis. Kita terlalu banyak membuat dinding pembatas dan lucunya banyak dari kita lebih menyayangi negara lain daripada saudara kita sendiri senegara yang kurang beruntung atau kemalangan. Dan sayangnya, permasalahan Ahok belakangan ini tidak dapat dinetralisir oleh media televisi. Malah mereka semakin menghembuskan dan mencari sisi negatif Ahok. Ya seperti itu lah jurnalisme kelas teri. Ketika news on demand laku di lempar ke pasar, maka jurnalis hanya tunduk pada pemilik dan rating daripada memelihara keobjektifannya. Sehingga pada ujungnya mereka hanya mengabarkan berita yang ingin didengar oleh pemilik atau kalangan berpikiran sempit. Sehingga the good news is the bad news!

Terlepas dari media televisi yang saya kritisi, saya ingin membahas mengapa saya menganalogikan Ahok sebagai Batman (sebagaimana judul artikel ini) dan kota Jakarta sebagai Gotham City. Dalam film Batman, Batman merupakan pahlawan bagi rakyat Gotham City. Dia selalu melawan penjahat yang ingin menguasai kota tersebut secara opresif dan orang – orang yang rakus. Namun jalan tidak mulus untuk menjadi pahlawan. Batman juga pernah dituding sebagai biang kerok kerusakan kota Gotham. Kita ambil contoh dalam film The Dark Knight. Sedangkan Joker, adalah peran orang yang menebar teror dan ancaman pada kota tersebut yang pada intinya adalah menyebarkan ketakutan pada warga kota karena keanarkisannya dalam bertindak. Joker bisa dikatakan musuh orang baik (Batman). Dan sekarang, kita sudah tau siapa Batman dan Joker di kota Jakarta yang tercinta. Batman bagaikan Ahok. Menyelesaikan permasalahan di kotanya walau terkadang perbuatan baik tersebut dapat dijegal oleh orang – orang yang tidak suka berjalan di jalan yang benar. Propaganda ditebar agar bisa mendiskreditkan Batman (Ahok), sehingga pesan tersebut dapat menyebar dan menggerakkan orang banyak untuk melawan pahlawan kota. Namun, yang saya khawatirkan, orang – orang yang menjadi Joker di Jakarta tidak cukup pintar atau memiliki kompetensi seperti apa yang diperankan almarhum Heath Ledger sebagai Joker di film The Dark Knight. Tidak smart sama sekali. Bahkan cenderung konyol. Yang saya khawatirkan, mereka bertindak seperti Trevor Slattery yang diperankan oleh Ben Kingsley dalam film Iron Man 3. Sungguh naas bukan? Hahahahaha. Bagi yang belum nonton film Iron Man 3, saya harapkan untuk menontonnya, agar mengerti apa yang saya maksudkan dalam artikel ini.

Sekarang pertanyaan mendasar, apakah kita ingin negara ini atau kota ditempat kita tinggal maju? Kalo ingin maju, lakukanlah sesuai apa yang anda cita – citakan. Mungkin anda tidak bisa berbuat banyak karena tidak mempunyai kewenangan dalam merubah sistem, namun setidaknya dalam memilih pemimpin, anda harus kritis dengan lebih mengedepankan track record seseorang, skill dan kompetensi yang dia miliki daripada mempertimbangkan identitas diri sebagai landasan dalam memilih pemimpin. Jika anda ingin negara ini dikuasai oleh orang asli, maka anda harus meningkatkan skill anda agar kelak anda yang memimpin negara ini sesuai dengan prestasi dan skill yang anda miliki. Lalu, yang ingin saya sampaikan adalah, mungkin hanya di Indonesia raya tercinta ini yang terjadi jika Gubernur lepas jabatan, wakil Gubernur tidak serta merta naik menjadi Gubernur. Kalau peraturan seperti itu dibuat, maka anggaran kita akan habis tersita kesitu jika seorang kepala daerah atau Presiden sekalipun yang dilengserkan, kursi kepala daerah ataupun kursi Presiden selanjutnya harus dipilih kembali, apakah melalui pemilu apakah melalui dewan. Konyol! Akhir kata, jika Ahok menjadi Gubernur, Jakarta memang berada di tangan orang – orang yang baik. Punya Presiden (Pak Jokowi) yang berada di Jakarta sebagai pemerintah pusat dan memiliki Gubernur (Pak Ahok) yang selalu bekerja mengatasi berbagai masalah di Jakarta. You’re in the good hands, Jakartan! You’re in the good hands!.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun