Mohon tunggu...
Ro Ha
Ro Ha Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

mari berbagi\r\n

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Catatan Kecil Sebuah Perjalanan

27 April 2012   12:46 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:02 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Catatan perjalanan kali ini, dimulai dengan beberapa aroma negatif yang saya rasakan, kemarahan dan kebosanan. Dengan setengah hati saya memacu si ikal *(nama motor saya, diambil dari motosikal-red malay), pulang ke asrama skitar pukul setengah sembilan malam. Di perjalanan saya memutuskan untuk mengunjungi store terbesar di negeri Perlis ini, salah satu negeri di Malaysia. Kebetulan ada diskon gede, salah satunya adalah baju. Rasanya akan menyenangkan saya pikir. Namun, jangan berpikir saya mau shoping baju buat diri sendiri, yang ada dalam pikiran saya adalah shoping baju buat ponakan. Hmmm, betapa menyenangkan, shoping buat orang yang disayangi, salah satu hal yang menyenangkan bagi saya.  Shoping buat diri sendiri rasanya terlalu malas dan boros, kecuali memang perlu, misal untuk suatu acara.  Sesampai disana, kontan semua saya ubek-ubek, mencari baju yang sesuai untuk ponakan yang saya kangeni. Semua aroma negatif menjadi hilang, yang ada cuma rasa senang. Membayangkan ponakan memakai baju-baju yang cantik, sudah cukup membuat saya bahagia, walaupun kaki saya pegal amit-amit.

Hal sederhana yang dapat kita lakukan untuk meredam kebosanan atau kemarahan, adalah salah satunya dengan melakukan hal-hal yang menyenangkan yang berkaitan dengan hubungan terhadap orang lain ataupun diri sendiri. Saya lebih memilih yang pertama, karena menghindari sifat addict memanjakan diri sendiri.


Setelah selesai dan membayar baju yang saya pilih, lapar pun terasa. Perjalanan singkat malam itu saya akhiri dengan mengunjungi salah satu kedai makan. Seperti biasanya, saya mencoba kwetiau lakna/rakna, makanan favorit saya disini. Dengan mencoba makanan tersebut, saya tau kualitas rasa makanan lainnya di kedai tersebut yang sesuai dengan lidah saya. Maklum, kalau ada yang tidak sesuai, perut mula2 yang protes diikuti dengan mual, bagi saya itu mubadzir. Lama menunggu membuat saya mengamati pengunjung yang ada disitu, ini kebiasaan saya, suka mengamati hiruk pikuk keramaian. Mula-mula keluarga di depan saya, terlihat aneh, pembicaraan yang minim sekali. Kedua, keluarga yang letaknya lebih jauh lagi, anaknya 5 masih kecil-kecil, subhanAllah, disini fenomena seperti ini sudah merupakan hal yang wajar. Saya mungkin tidak mampu jika dianugrahi amanah sebegitu banyak, tapi amanah tetap amanah, terlepas mampu atau tidak. Pengunjung yang lain tidak masuk dalam daftar pengamatan saya, karena sikap mereka rata-rata menunjukkan sikap pada umumnya.

Pertama yang perlu di catat adalah dengan menceritakan apa yang saya lihat disini, saya bukannya bermaksud mencampuri urusan mereka, saya toh tidak perduli siapa mereka. Saya hanya belajar dengan memerhatikan apa yang terjadi di sekeliling saya. Semua bisa dijadikan hikmah dan pembelajaran hidup.

Hal yang menarik perhatian saya adalah keluarga di depan saya, sambil menunggu makanan yang saya pesan karena cukup lama, saya cuma bisa tenger-tenger lapar, sambil sesekali melihat mereka dan meminum air hangat serta televisi yang entah acaranya apa. Akhirnya makanan mereka pun terhidang, inilah awal kisah dimulai. Tak seberapa lama, ada pengunjung suami istri yang memasuki kedai, umur mereka sekitar 50an tahun, mereka juga cukup aneh menurut saya. Baiklah kita mulai dulu untuk keluarga yang pertama.

Kelurga mereka terdiri dari si ibu, si ayah dan dua orang anak. Setelah hidangan tersaji, ada satu anaknya yang tertidur dipangkuan ibunya, anehnya anak tersebut tidak dibangunkan, kepalanya berada dipangkuan ibunya. Entah karena sudah kenyang atau ngantuk atau alasan lain, saya pun tidak tahu, seperti saya, kalau dibangunkan tiba2, jantung saya akan terasa sakit. Oke, kita lanjutkan, si ibu dengan santai dan enaknya makan, mengambil ini itu, sedangkan di depannya anak perempuannya yang sepertinya cuma memesan mie. Si anak perempuan ini, sama sekali tidak menyentuh apa-apa makanan yang tersaji, kecuali mie itu saja. Tampak dari raut wajahnya, dari awal saya melihat si anak tersebut kurang bahagia, saya pikir mungkin dia lagi ada masalah dengan boyfriendnya, karena dia cuma bermain dengan hapenya, melihat usia anak itu cukup muda, mungkin seusia anak SMP. Selama makan pun tidak ada pembicaraan, si ibu, masih sibuk dengan ritual makannya, dan akhirnya ada sedikit pembicaraan dengan si ayah, mungkin tentang salah satu rasa makanan yang dipesan, itupun tidak ada setengah menit. Si anak dalam pangkuan ibu masih aja tidur, sesekali dia menggeliat, tapi si ibu sepertinya kurang memerhatikan, dan masih dengan ritual makannya, saya makin terkesima dengan adegan di depan saya. Si anak yang seusia gadis, sepertinya tidak berani mengambil makanan lain selain mie yang dia pesan, padahal banyak makanan tersaji, atau entah mungkin dia kurang suka atau apa. Setelah ayahnya menawari, dia baru mengambil sedikit, itupun yang ditawari. Tak hanya itu, setelah ibunya selesai makan, dia baru mengambil apa-apa yang tersisa. Sampai disini saya cuma mengambil nafas sambil sesekali meneguk minuman hangat yang saya pesan.

Akhirnya, makanan saya pun tiba, saya yang sudah lapar setengah hidup, menyuap perlahan-lahan, saya ingin melihat apa yang terjadi selanjutnya, biasanya kalau saya makan cepat, tak suka lama2 melahapnya apalagi sudah larut malam. Dalam benak saya, mungkin si anak adalah anak tiri atau apalah namanya. Namun, setelah mereka sama-sama berdiri dan saya melihat wajah si ibu, ternyata dugaan saya mungkin salah. Si anak kemungkinan besar adalah anak kandung, karena wajah yang hampir serupa, dan satu lagi, bibir. Ketika makan usai pun, si anak terlihat canggung dengan ibunya. Si ayah langsung membangunkan anak yang tidur, dan menggendongnya ke mobil. Adegan pertama selesai.

Satu hal yang saya rasakan, saya tidak menyukai adegan yang ada di depan saya, entah dengan kalian. Saya cuma tidak melihat keharmonisan dan kemesraan suatu hubungan keluarga, that's it! Memanglah setiap keluarga mempunyai karakter dan ciri masing-masing, tapi apa yang saya lihat, menohok batin saya sebagai seorang anak dan calon ibu. Orang tua dengan segala kelebihan dan kekurangan akan memberikan yang terbaik untuk sang anak, mereka bahkan rela tidak makan terlebih dahulu sebelum sang anak makan dan kenyang, seperti orang tua saya. Mereka pada umumnya akan membiarkan sang anak mengambil banyak-banyak dan mereka hanya mengambil sisa atau sebagian kecil saja.

Adegan kedua, diperankan pasangan yang telah berumur 50an tadi. Sang perempuan asyik sekali bermain hape, entah game atau smsan, saya pun tidak tahu dan tidak peduli. Suami hanya duduk di depannya sembari menatapnya. Diam dan hening sekali kursi yang mereka tempati. Sesekali si istri menelepon, yah mungkin si istri bisnis women atau memang ada perlu, dengan jam yang sudah menunjukkan larut malam, skitar pukul 10an lebih. Sekali lagi saya tidak menyukai pemandangan ini. Sekali lagi saya tidak melihat kehangatan, keharmonisan dan kemesraan dalam suatu hubungan keluarga. Yah, mungkin cara mereka berbeda-beda dalam mengekspresikannya. Adegan keduapun saya akhiri, karena makanan sudah habis dan malam sudah larut.

"Rumahku adalah surgaku", keluargaku adalah surgaku.
Lantas, bagaimana dengan kalian?


Entah apa yang kalian simpulkan dari catatan kecil ini, saya hanya ingin sedikit berbagi apa yang saya alami, entah pun jika kalian menganggap saya resek. hehehe

c. Keluarga Banna

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun