Perang nuklir terus memanas antara Rusia dan negara-negara Barat. Ini diperkuat oleh pernyataan Vladimir Putin yang menyatakan bahwa dia akan menyerang negara-negara non-nuklir seperti Ukraina dengan bom nuklir.
Mengutip BBC, Kamis (26/9/2024), Vladimir Putin mengatakan Rusia akan mempertimbangkan serangan dari negara non-nuklir yang didukung oleh negara bersenjata nuklir sebagai "serangan bersama", yang dapat ditafsirkan sebagai ancaman penggunaan senjata nuklir selama konflik di Ukraina. Presiden Rusia mengatakan bahwa pemerintahnya sedang mempertimbangkan dan mengubah doktrin tentang penggunaan kekuatan nuklir Rusia, seperti yang ditunjukkan dalam pernyataan sebelumnya.
Hal ini disebabkan oleh Ukraina yang mendapatkan bantuan dari berbagai negara yang memiliki senjata nuklir, seperti Inggris dan Amerika Serikat. Pernyataan tersebut diperkuat ketika Ukraina melancarkan serangan ke wilayah Rusia yang tidak masuk ke area konflik perang, seperti di Kursk. Ukraina mengklaim bahwa Rusia akan menyerang pembangkit listrik tenaga nuklir dengan pesawat tak berawak.
Sebelumnya, Putin sudah berulang kali mengancam menggunakan senjata nuklir. Ukraina mengkritiknya sebagai "ancaman nuklir" untuk mencegah sekutu-sekutunya memberikan dukungan lebih lanjut dan menganggap remeh ancaman tersebut.
Pada bulan Juni, Putin menyampaikan peringatan kepada negara-negara Eropa yang mendukung Ukraina, dengan mengatakan bahwa Rusia memiliki "lebih banyak [senjata nuklir taktis] daripada yang ada di benua Eropa, bahkan jika Amerika Serikat membawa senjata mereka." Presiden Vladimir Putin telah memerintahkan pasukan Rusia untuk berlatih menggunakan senjata nuklir taktis. Kementerian Pertahanan Rusia menyatakan, "Selama latihan, serangkaian tindakan akan dilakukan untuk melatih masalah persiapan dan penggunaan senjata nuklir non-strategis.”
Senjata nuklir non-strategis, atau "taktis," dapat digunakan dalam situasi medan perang dengan daya yang lebih kecil dibandingkan senjata nuklir strategis, yang berpotensi menghancurkan seluruh kota. Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan latihan itu diperintahkan setelah adanya "pernyataan dan ancaman provokatif" oleh pejabat Barat terhadap Rusia, yang menurut juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, telah sampai pada "tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya."
Ancaman tersebut dapat mengacaukan perjanjian antar negara mengenai penggunaan senjata nuklir setelah Perang Dunia II, seperti Perjanjian Larangan Uji Coba Nuklir Terbatas dan Perjanjian Non-Proliferasi Senjata Nuklir (NPT). Ancaman ini mendapat perhatian dari banyak negara, terutama dari PBB, yang menilai doktrin Putin tentang penggunaan bom nuklir.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken meminta setiap anggota Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk "mengirim pesan yang jelas". kepada Rusia harus menghentikan ancaman nuklirnya selama konflik di Ukraina, seperti dikutip KOMPAS pada Senin (23/9/2024). Blinken, seperti yang dilaporkan Associated Press pada hari Kamis (22/9/2022), berkata, "Setiap anggota dewan harus mengirim pesan yang jelas bahwa ancaman nuklir yang sembrono ini harus segera dihentikan.”
Hal ini tentu menimbulkan kepanikan di seluruh dunia. Namun, sampai saat ini, ancaman tersebut masih merupakan gertakan dari Rusia kepada negara-negara Barat yang membantu Ukraina. PBB masih berusaha untuk menyelesaikan masalah ini dan akan mengadakan beberapa pertemuan dengan Rusia untuk membahas masalah ini.
Salah satu konsekuensi yang mungkin terjadi adalah pecahnya Perang Dunia III, yang mungkin melibatkan penggunaan senjata nuklir berbasis biomassa, yang dapat membunuh ribuan orang dan mengancam kelangsungan hidup di seluruh dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H