Di zaman modern ini, informasi dapat menyebar dengan sangat cepat, baik melalui media sosial, televisi, maupun media lainnya. Sayangnya, tidak semua informasi yang tersebar adalah kebenaran. Kebohongan yang dihembuskan secara terus-menerus kepada orang-orang dengan pola pikir yang cenderung menggunakan otot atau kekerasan dapat dengan mudah berubah menjadi sebuah fanatisme. Pada akhirnya, kebohongan tersebut bisa menjadi seolah-olah kebenaran karena dilindungi oleh mereka yang berpikir dengan otot.
Kebohongan dan Fanatisme
Ketika sebuah kebohongan disebarluaskan dan diterima oleh sekelompok orang yang mengandalkan kekuatan fisik atau intimidasi, mereka cenderung membentuk kelompok fanatik. Fanatisme ini bukan hanya mendukung kebohongan tersebut, tetapi juga menolak dan menekan siapa pun yang berusaha mengungkap kebenaran. Orang-orang ini seringkali tidak mempertimbangkan bukti atau logika, melainkan mengandalkan kekuatan dan jumlah untuk mempertahankan pandangan mereka.
Perlindungan dari Orang yang Berpikir dengan Otot
Ketika kebohongan mendapatkan perlindungan dari orang-orang yang berpikir dengan otot, kebenaran akan semakin sulit untuk diungkapkan. Mereka yang berusaha menentang kebohongan tersebut akan diintimidasi, ditekan, atau bahkan disingkirkan. Dalam situasi seperti ini, kata-kata kebenaran akan ditutup oleh mereka yang menggunakan otot sebagai alat utama dalam berpikir dan bertindak.
Akhirnya, Kebohongan Diakui sebagai Kebenaran
Ketika kebohongan terus-menerus dipertahankan dan kebenaran ditekan, masyarakat akan dipaksa untuk menerima kebohongan tersebut sebagai kebenaran. Tekanan dari kelompok yang mengandalkan kekerasan ini bisa membuat orang lain merasa tidak punya pilihan selain menerima kebohongan sebagai suatu kenyataan. Dalam kondisi ini, kebenaran yang sesungguhnya akan tertutup dan terlupakan, dan kebohongan tersebut akan diakui sebagai kebenaran.
Fenomena ini menunjukkan betapa pentingnya kritis dalam menerima informasi dan berhati-hati terhadap fanatisme yang didasarkan pada kekuatan fisik atau intimidasi. Kebenaran harus diperjuangkan dengan argumentasi yang logis dan bukti yang kuat, bukan dengan otot atau kekerasan. Hanya dengan cara ini, kita dapat memastikan bahwa kebenaran yang sesungguhnya tidak akan tertutup oleh kebohongan yang disebarluaskan oleh mereka yang berpikir dengan otot.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H