Menyikapi Kondisi Sensitif: Bagaimana Menyikapi Anak yang  Melihat Orang Tuanya Berhubungan Intim.
Kondisi di mana suatu ketika seorang anak secara tidak sengaja melihat orang tuanya melakukan hubungan intim/hubungan suami istri/hubungan sexs bisa saja menjadi masalah yang besar sekaligus menantang dan sangat memerlukan perlakuan yang bijaksana.
Ketika anak secara tidak sengaja melihat kegiatan orang tuanya berhubungan intim dan untuk yang pertama kalinya dia melihat,maka akan mulai muncul pertanyaan dalam hati anak bahwa apa yang kedua orang tuanya lakukan itu?
Sebagai orang tua tentunya juga harus sangat berhati hati dalam setiap aktivitas kegiatan seksual.Orang tua harus pandai dalam melihat kondisi sekitar ketika akan melakukan hubungan intim,agar kegiatan menyalurkan hasrat birahi ini tidak sampai dilihat oleh anak.Namun tentunya namanya keteledoran atau ketidak sengajaan pasti suatu saat akan terjadi.
Oleh karena jika memang anak sudah terlanjur melihat orang tuanya melakukan kegiatan "perang perangan" ya tidak perlu disesali.Hanya saja sebagai orang tua,kita harus dituntut responsif dalam menyikapi apa yang sudah diperbuat.Mengingat dampaknya sangat luar biasa bagi kondisi psikologis anak
Berikut ini beberapa tindakan yang dapat diambil untuk mengatasi masalah ini:
1.Tenang dan Jangan Panik
Hal pertama yang harus dilakukan ketika anak melihat orang tua melakukan hubungan intim adalah tetap tenang. Halau rasa panik. Menunjukkan kepanikan bisa membuat anak menjadi cemas. Sedangkan bersikap tenang bisa membantu membangun lingkungan keluarga yang membuat anak merasa nyaman,dimana nantinya anak merasakan aman untuk berbicara.
2. Jangan Memarahi Anak
Penting untuk jangan marah.Sebisa mungkin tahan emosi sekuat kuatnya terhadap anak,karena ini bukan kesalahan mereka namun ini murni kesalahan orang tua. Anak mungkin saja tidak sengaja menyaksikan hal tersebut.Memarahi anak hanya akan menambah beban psikologis anak serta  dapat mengakibatkan rasa bersalah dan kecemasan yang berlebihan
3. Beri Privasi untuk Anak dan Diri Sendiri
Setelah terjadi, maka berilah privasi untuk anak dan diri sendiri. Sebisa mungkin jangan pernah membahas kejadian "main kuda kudaan" di depan umum. Bila anak ingin berbicara, berilah waktu yang sesuai dan penuh keakraban.
4. Bicaralah Pada Anak Dengan Terbuka dan    Penuh Kejujuran
Bila anak memperlihatkan ketertarikan ataupun rasa khawatir, maka jelaskan kepada mereka secara terbuka dan jujur. Namun jangan lupa,sesuaikan penjelasan yang diberikan dengan melihat usia anak, jauhi hal yang terlalu over dalam menjelaskan, serta fokuslah pada pesan jika keintiman merupakan bagian dari hubungan orang tua.
5. Ajarkan Batasan Privasi Dalam Menghargai Keintiman
Pergunakan kesempatan akan masalah ini untuk mendidik anak mengenai batasan privasi serta memberi tahu pentingnya menghargai keintiman orang lain. Terangkan bahwa kegiatan "tumbuk menumbuk" tersebut merupakan sesuatu yang biasa dan memang harus dilakukan oleh pasangan dewasa yang diikat oleh tali pernikahan.
6. Perhatikan Tanggapan dan Perasaan Hati Anak
Lihat tanggapan dan perasaan anak terhadap situasi ini. Bisa jadi mereka merasa penasaran dan penuh tanda tanta, bingung, atau bahkan tidak terpengaruh sama sekali. Hal ini sangatlah penting untuk merespon sesuai dengan kebutuhan perasaan mereka.
7. Ajarkan Anak tentang Cara Bertanya dan Berbicara Tanpa Menyakiti Perasaan
Ajarkan anak pentingnya bertanya,jika anak mempunyai pertanyaan atau ketidaktahuan, serta ajarkan anak berbicara tanpa menyakiti perasaan. Berilah dorongan kepada anak untuk menyampaikan isi hati perasaan mereka senyamannya.
8. Beri Tahu Tentang Batasan Rumah Tangga
Diskusikan batasan atau norma-norma privasi dalam rumah tangga. Hal ini bisa membantu mereka untuk memahami dan menghormati batasan yang sudah ditetapkan.
Perlu diingat jika setiap keluarga memiliki nilai-nilai privasi sendiri. Pahami juga bahwa kejadian ini bisa menjadikan pengalaman dan kesempatan memperkuat keharmonisan dalam keluarga.
Bila ada rasa khawatir dan kecemasan berlebihan atau mungkin saja anak menunjukkant tanda-tanda kesulitan,maka segeralah untuk mencari support dari para pakar profesional kesehatan mental atau konselor keluarga.
Salam,
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H