Salah satu keluhan wisatawan dan juga orang luar Sumba yang datang ke Sumba adalah merasa panik, takut dan ngeri jika ketemu orang yang membawa parang di tempat umum, termasuk di tempat wisata.
Keluhan tersebut dapat dipahami. Karena memang faktanya hanya di Sumba yang demikian. Â Sedangkan di daerah lain sulit menemukan orang membawa parang atau pedang di tempat umum.
Tradisi Kebudayaan
Parang adalah bagian tidak terpisahkan dari kehidupan orang Sumba baik di pedesaan maupun perkotaan. Tidak berlebihan jika dikatakan sulit menemukan satu keluarga orang Sumba yang tidak memiliki parang.
Mengapa demikian? Karena parang bagi orang Sumba memiliki nilai dan fungsi tradisi sosial kebudayaan.Â
Fungsi tradisi sosial kebudayaan dari parang meliputi yaitu: pertama, sebagai perlengkapan busana adat laki-laki Sumba. Jika berbusana adat lengkap maka wajib ada parang yang diselipkan di pinggang. Pemakainya tampak gagah seperti patriot atau pangeran. Jika berbusana adat tanpa parang maka sangat terasa ada yang kurang.
Jenis parang yang dipakai yaitu pegangan atau gagangnya dari bahan tanduk kerbau atau gading gajah. Parang jenis ini termasuk mahal. Teristimewa yang pegangannya gading gajah, nilai ekonominya mencapai puluhan juta rupiah.
Busana adat lengkap ini dipakai pada acara-acara khusus saja. Â Misalnya pesta adat. Jadi bukan tiap saat.
Dari sisi manfaat, pada saat ini, sebetulnya hampir tidak ada sama sekali. Hanya sebatas asesoris saja.Â
Dan kedua, parang menjadi salah satu sarana penting dalam urusan perkawinan adat. Pihak orangtua calon pengantin laki-laki wajib memberikan parang kepada pihak orangtua dan paman dari calon pengantin perempuan pada setiap tahap proses urusan pembelisan (pemberian mahar). Setiap satu ekor ternak wajib disertakan sebatang parang.
Peralatan Kerja