Stunting adalah salah satu isu urgen terkini di sektor kesehatan yang telah diangkat oleh Presiden Jokowi menjadi masalah nasional yang harus segera diatasi secara serius sampai tuntas, mulai dari aras nasional, provinsi, kabupaten dan kotamadya sampai dengan desa-desa.
Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah salah satu provinsi yang mempunyai masalah Stunting. Masalah ini terjadi di  seluruh kabupaten / kota yang ada di NTT. Namun yang terbesar angka kasus stuntingnya ada di lima kbupaten. Salah satunya adalah Kabupaten Sumba Barat Daya. Empat kabupaten yang lain adalah Timor Tengah Selatan, Sabu Raijua, Timor Tengah Utara, dan Lembata.
Katanggilo
Masalah Stunting di Sumba Barat Daya, dominan terjadi di wilayah suku Kodi yang terdiri dari empat kecamatan, Kodi Utara, Kodi, Kodi Bangedo, dan Kodi Balagahar. Stunting dalam bahasa ibu orang Kodi dikenal dengan sebutan atau istilah Katanggilo. Bila dieja maka bunyinya: Ktanggil. Kira-kira kerdil-lah. Pendek namun tidak unyil-unyil amat.
Mengapa di daerah tersebut terjadi masalah Stunting? Jawabannya sangat kompleks.Â
Pertama, masalah pendidikan yang rendah. Orang atau masyarakat Kodi rata-rata berpendidikan SMP, SD dan bahkan tidak tamat SD. Dasar pendidikan yang demikian ini berkaitan erat dengan masalah sumber daya manusia yang kecerdasan kurang atau bahkan rendah.
Kedua, masalah ekonomi. Dengan SDM seperti pada poin pertama di atas, maka mereka tidak punya pilihan dalam mencari nafkah selain menekuni sektor pertanian. Mereka harus menjadi petani. Petani yang bersifat subsisten lagi, hanya untuk memenuhi kebutuhan makan dan minum saja. Itu pun petani lahan kering yang sangat tergantung dengan kondisi iklim. Sangat rentan.Â
Artinya, kondisi ekonomi mereka lemah dan bahkan ringkih. Tidak memiliki daya beli. Singkat kata mereka miskin.
Ketiga, kawin diusia muda. Bukan rahasia lagi, orang Kodi yang dengan dasar pendidikan rendah dan ekonomi yang lemah seperti pada poin pertama dan kedua di atas, umumnya kawin cepat alias kawin diusia yang masib muda belia.Â
Dan keempat, masalah kesehatan. Dengan kondisi seperti pada poin pertama, kedua dan ketiga di atas, maka sulit bagi mereka untuk memperhatikan masalah kesehatan mereka sendiri, baik menyangkut kebutuhan gizi maupun rajin memeriksakan kondisi kesehatan, termasuk saat kehamilan, Â ke posyandu, poskesdes, pustu, puskesmas dan rumah sakit. Masalah kesehatan terabaikan. Jadi maklumlah jika ada bayi-bayi yang lahir abnormal, seperti Stunting.
Solusinya Harus Terpadu
Terjadinya masalah Stunting di Kodi SBD sesungguhnya dapat dimaklumi lantaran kondisi seperti disebutkan di atas. Namun masalah Stunting adalah masalah kemanusiaan dan bangsa.Â
Nasib masa depan bangsa dan negara ada di tangan generasi-generasi yang lahir di masa sekarang ini. Mereka harus sehat, cerdas dan mandiri. Mereka tidak boleh Stunting.Â
Oleh karena itu solusinya harus terpadu. Ini menjadi tanggung jawab moral bersama seluruh elemen bangsa yang sudah berdaya. Bukan hanya pemerintah saja, tapi juga seperti NGO, lembaga-lembaga keagamaan, perusahaan-perusahaan swasta, dan stakeholders lainnya wajib berpartisipasi aktif untuk membantu menangani masalah Stunting di Kodi, Sumba Barat Daya.Â
Orang Kodi bebas masalah Stunting maka konsekuensinya Kabupaten Sumba Barat Daya, Provinsi NTT dan NKRI bersih dari masalah Stunting.
Tambolaka, 01 Desember 2019
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H