"Pagi kawan. Karmana menulis di Kompasiana," sapa Tony Kleden kepada saya melalui WA sekitar tiga hari yang lalu. Karmana, adalah bahasa prokem khas Kupang, bukan bahasa Timor, yang artinya Bagaimana.
WA kawan ini, saya tidak segera respon karena tensi darah saya sedang tinggi. Saya khawatir, ia menagih artikel budaya yang pernah saya iyakan untuk majalah bulanan "KabareNTT". Artikel budaya tersebut belum sempat saya tulis karena kondisi kesehatan saya yang kurang fit. Untuk menghasilkan karya yang baik dan berbobot tentu butuh fisik yang bugar juga.
Dua hari kemudian, sabtu malam 27 Juli 2019, ketika saya mulai berselancar kembali di Kompasiana, tanpa terduga sama sekali, saya menemukan Akun Tony Kleden di Blog Kompasiana. Nama blognya "Antonius SubanKleden" tanpa foto profilnya.
Tony Kleden mulai berlayar di Kompasiana dengan tulisan perdananya yang berjudul "Oni Ojan, si Bidan Desa dengan 400 IUD". Tulisan khas Tony memang mengalir indah.
Jujur, saya kaget ketika melihat namanya mulai berlayar di Kompasiana. Orang sesibuk dia masih menyisihkan waktu main di Kompasiana, bagi saya ini sesuatu yang luar biasa.
![Saat silaturahim di home stay Maria Andriana, foto rdk](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/07/29/img-20190619-wa0001-5d3e73770d823018ba380a32.jpg?t=o&v=770)
Siapakah dia, Tony Kleden ini? Kalau tidak salah, kami mulai saling mengenal sekitar tahun 2011. Ketika itu ia bertugas sebagai wartawan Harian Pos Kupang  yang bertugas di Kabupaten Sumba Barat Daya. Saya mengenalnya di dalam mobil Bupati Sumba Barat Daya. Bupati saat itu adalah dr Kornelius Kodi Mete. Dokter Nelis ini terpilih kembali sebagai Bupati Sumba Barat Daya 2019-2024 dan akan dilantik pada 9 September 2019.
Ceriteranya, dini hari pukul 04.30 Wita waktu itu, Â dr Nelis menjemput saya untuk menemaninya ke lapangan dalam rangka monitoring pembukaan lahan kering di Kecamatan Kodi Balaghar, yang jaraknya sekitar 55 km. Dalam mobil ini hanya dr Nelis dan Tony Kleden. Â Di sinilah kami mulai berkenalan. Sopir kami saat itu adalah Bupati dr Nelis sendiri.
Hanya setahun Tony Kleden di Sumba Barat Daya dan kembali di Kupang. Komunikasi kami putus. Tiga tahun kemudian, kami bertemu kembali dalam momentum pelatihan jurnalistik untuk wartawan di Kabupaten Sumba Barat Daya. Kami sama-sama sebagai nara sumber. Dua tahun berturut-turut. Kemudian kami juga sama-sama menulis dalam buku biografi Frans Wora Hebi, Wartawan Pertama Orang Sumba. Dari sini komunikasi kami mulai lancar.
Dari komunikasi baik langsung maupun tidak langsung ini, saya cukup mengenal Tony Kleden. Ia adalah seorang alumni Seminari Tinggi, yang kemudian meniti karir sebagai wartawan sejak tahun 1992. Di awalinya di Majalah Mingguan DIAN, Flores, kemudian ke Harian Pos Kupang. Di Kupang juga ia pernah menjadi Pemimpin Redaksi Televisi Swasta Lokal. Sekarang ini, ia memilih pensiun dari wartawan harian dan mendirikan majalah bulanan "KabareNTT". Di majalah bergensi di wilayah NTT ini, ia juga sebagai Pemimpin Redaksinya.
Di samping kesibukannya mengurus Majalah KabareNTT tersebut, Tony Kleden juga menjadi Wakil Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Aktivitas lain Tony Kleden adalah menjadi pengajar atau pelatih dalam kegiatan-kegiatan jurnalistik dan kolumnis di beberapa media massa cetak lokal NTT, seperti Pos Kupang, Timor Express dan Victory News.
Keseringannya menulis opini di media massa cetak tersebut, juga membuat kami sering berkomunikasi. Karena kami sering menulis opini di media cetak tersebut. Jadilah kami akrab dan sering bersendagurau.
Pertemuan kami yang terakhir di tahun ini adalah saat kami silaturahim ke home stay ibu Maria Andriana, wartawan ANTARA yang menetap sementara di Tambolaka, Sumba Barat Daya.
![Saat silaturahim di home stay Maria Andriana, foto rdk](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/07/29/20190618-125138-5d3e74c4097f362de60e1622.jpg?t=o&v=770)
Lalu apa makna kehadiran Tony Kleden di Rumah Kita Bersama Kompasiana ini? Bagi saya tentu sangat berarti.Â
Pertama, menambah bukti baru lagi bahwa Kompasiana ini bukan blog jurnalisme warga biasa-biasa saja yang dikerumuni oleh para penulis biasa-biasa saja yang tidak mendapat kesempatan luas di media massa cetak. Tapi merupakan blog yang makin terpercaya nama besar dan kualitasnya sebagai sarana untuk berbagi informasi dan gagasan strategis kepada publik.
Kedua, menambah bukti baru lagi bahwa warga NTT bisa menulis dengan baik dan menjadikan Kompasiana sebagai sumber informasi akurat dan terpercaya serta sebagai sarana sekolah jurnalistik secara informal yang bermutu.
Dan ketiga, bertambah satu orang lagi dari kami warga NTT yang bergabung menjadi Kompasianer, yang kadang-kadang disalahartikan oleh masyarakat di daerah kami sebagai Wartawan Kompas On-Line. Kalau sudah kepepet, kami juga bahagia dianggap begitu. Walaupun itu salah kaprah sama sekali dan bisa juga merugikan nama baik Kompas Grup. Hehehehehe ..... .
Kami saja dari Sumba sudah ada beberapa orang yang menjadi Kompasianer lho, yaitu saya sendiri, Lambertus Ga, Fransiskus Bala Keban, Mikhael Kabatana, Heindrik Dengi, dan ... Umbu. Dari Timor ada Arnold Adoe dan Tilaria Padika serta Tony Kleden. Sementara dari Flores ada Ladut, dan lain-lain.
Profisiat dan selamat gabung menjadi Kompasianer Bu Tony Kleden. Mari menikmati indahnya berlayar di samudera Kompasina.
Tambolaka, 29 Juli 2019
![Saat silaturahim di home stay Maria Andriana, foto rdk](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/07/29/20190618-131624-5d3e7534097f36404f06c5c3.jpg?t=o&v=770)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI