Karena merasa bahwa orang tua dan keluarganya memaklumi kondisi hidupnya, maka Billa Paha, melanjutkan ceriteranya. "Suami dan keluarganya, juga menyampaikan permohonan maaf kepada bapak dan mama serta keluarga di sini bahwa mereka tidak bisa melangsungkan proses adat-istiadat perkawinan yang berlaku sah di parona ini dengan membayar belis (mahar) berupa hewan baik kerbau maupun kuda secara langsung. Namun demikian, mereka berjanji akan melunasi belis dalam cara dan bentuk yang lain," kata Billa Paha.
"Tidak ada belis juga tidak apa-apa nak. Yang penting kamu masih hidup. Ini sudah cukup membahagiakan kami," tutur ibunya.
"Mereka akan tetap membayar belis bu," kata Billa Paha.
"Belis seperti apa itu nak?" tanya ibunya.
Billa Paha menyampaikan pesan suaminya kepada orang tua dan keluarganya untuk datang menerima mahar berupa sebilah pedang dan sebatang tombak sakti di muara Rate Nggaro melalui suatu prosesi upacara adat. Pedang dan tombak itu menjadi benda pusaka di Umma Kawico (Rumah Gurita), nama rumah adat di Parona Pakare, dan masih lestari sampai sekarang ini. Nama rumah adat itu juga adalah nama yang diberikan oleh suami Billa Paha.
Suami Billa Paha juga menyampaikan pesan untuk memberikan mandat kepada orang tua Billa Paha dan turunan-turunannya untuk memegang kuasa atas muara Rate Nggaro. Bila ada orang yang menyeberangkan barang-barang atau benda-benda berharga dan berat, seperti batu kubur megalit melalui muara itu, harus meminta ijin dan memberi upeti berupa kuda atau kerbau. Jika mereka mengabaikannya maka barang atau benda mereka akan lenyap ditelan badai ombak di muara itu. Mandat ini memang terbukti ampuh sampai saat ini, sehingga turunan orang tua Billa Paha selalu memperoleh rejeki sebagai pawang di muara itu.
Di samping itu, suami Billa Paha juga berpesan kepada orang tua Billa Paha, yaitu jika ingin mendapatkan lauk-pauk dari mereka maka datanglah ke pantai Rate Nggaro dan mereka akan segera mengirimkannya. Sampai saat ini pesan itu masih laku, jika ada turunan orang tua Billa Paha yang meminta sesuai amanat adat, maka ikan sesuai kebutuhan akan segera terkapar di pantai tanpa harus dipancing.
Setelah menyampaikan pesan-pesan itu, Billa Paha pamit pulang. Orang tua dan keluarganya memintanya untuk datang lagi bersama suami dan anak-anaknya.
"Saya malu," tutur Billa Paha.
"Kenapa malu. Kami semua ikhlas menerimanya," kata orang tua dan keluarganya bersamaan.
"Kalau memang begitu saya akan ajak mereka datang ke sini. Tapi harus janji tidak boleh ada yang menertawakan kami. Jika janji ini dilanggar maka kami tidak akan pernah datang lagi," pinta Billa Paha.