Apakah ini gaya hidup baru, kebutuhan atau keinginan, saya sendiri sudah tidak bisa membedakannya lagi. Tapi yang jelas, jika ada kesempatan lowong sedikit, selalu saja kangen untuk jalan-jalan ke spot pantai yang masih perawan dan pesonanya keren, unik dan indah.
Spot pantai yang saya tuju bersama keluarga di minggu siang, 16 Juni 2019, adalah Halete. Tidak perlu heran, bidang pantai Halete memenuhi syarat masih perawan (belum tersentuh oleh kemajuan pariwisata). Juga memenuhi syarat keren, unik dan indah. Pesonanya ini menggemaskan bagi saya dan juga para investor pariwisata.
Setelah menempuh perjalanan sekitar 20 menit ke arah barat melalui jalan pantai utara yang sudah dihotmix, kami mampir di bawah teduhan hutan kecil, yang dipadati pohon-pohon kesambi, asam, kedondong hutan, kapok hutan, johar, dan beringin. Jarak Pantai Halete masih terpaut sekitar 350 meter.
Di bawah hutan kecil ini, kami memasang tungku perapian untuk menggoreng daging ayam untuk lauk siang itu. Nasi dan sayur sudah siap dalam termos yang dibawa dari rumah. Kopi, teh dan air minum juga sudah siap dari rumah.
Saat sedang menggoreng daging ayam, seorang teman mengontak melalui telepon seluler saya bahwa seorang sahabat kami dari Waikabubak, ibu kota Kabupaten Sumba Barat, dalam perjalanan menuju pantai utara. Kami langsung meminta mereka merapat di hutan kecil ini untuk santap siang bersama sebelum ke Halete.
Maka jadilah kami santap siang bersama di tempat itu. Santap gaya daerah padang savana. Serba apa adanya. Sedap di bawah belaian oksigen khas savana dan sesekali mendengarkan hiburan bunyi burung-burung dan ayam hutan di siang itu.
Setelah santap siang dan istirahat sebentar, saat terik matahari mulai teduh, kami bergegas ke Halete. Kendaraan kami bergeser ke arah barat sekitar 200 meter. Kami parkir kendaraan di tempat ini dan memilih jalan kaki menuju pantai.
Dari jauh kami menyaksikan beberapa kendaraan sedang parkir. Cukup banyak orang yang sedang selfi. Mengabadikan pantai yang keren ini. Dalam hati saya bergumam, rupanya makin banyak orang yang menggemari pantai ini untuk rekreasi di hari libur.
Ketka tiba tepat di bibir Pantai Halete, kami menyaksikan air laut samudera saat itu sedang surut. Sehingga yang tampak hanyalah rumput laut dan beberapa warga setempat yang sedang mencari gurita atau mengambil rumput laut yang bisa dikonsumsi.
Sementara Elton Jhon, nama sahabat kami dari Waikabubak, terlihat terperangah dan terkagum-kagum menyaksikan pesona Halete. Maklum baru kali itu, Elton menginjakkan kaki di Halete. Kami biarkan ia menikmatinya sambil mengambil spot-spot yang diinginkannya.
Apa uniknya? Sebab hanya di pantai inilah, satu-satunya spot pantai pasir putih di Kabupaten Sumba Barat Daya, yang memiliki batu-batu lempeng di punggung pasirnya. Masih tampak berserakan, sebagaimana alam yang mengaturnya.
Batu-batu tersebut cukup lebar dan pipih. Juga tidak licin. Sehingga kita bisa duduk santai atau berjalan di atasnya sambil mengabadikan keindahan pantai tersebut. Menggemaskan memang, sehingga kami tampak ceria.
Di sisi selatan pantai ini, hanya sekitar 75 meter, terdapat danau air asin di bawah pohon-pohon mangrove. Danau yang berlumpur ini berisi cukup banyak kerang laut. Sayang pohon-pohon mangrove yang sudah besar dirusak oleh tangan-tangan jahil. Sehingga mengurangi keunikan dan kesejukan pantai ini di siang hari.
Pantai Halete, yang terletak di sisi utara Desa Hameli Ate, Kecamatan Kodi Utara itu, berada di posisi yang sangat strategis. Sejajar dengan laguna air laut Wekuri dan Pantai Mandorak yang sudah terkenal. Hanya selisih sekitar 1,5 -- 2 km di sisi timur Wekuri dan Mandorak. Artinya, Halete lebih dulu dicapai dari arah Tambolaka, ibu kota Kabupaten Sumba Barat Daya.
Dengan posisinya yang strategis dan pesonanya yang keren, Â harusnya Halete perlu segera ditata oleh pemerintah daerah setempat sebagai aset destinasi alternatif. Misalnya, membangun beberapa lopo di area daratan punggung pantainya, sebagai tempat pengunjung bernaung di siang hari. Juga perlu penataan terhadap batu-batu cepernya sehingga tampil lebih asri.
Jika Halete dibiarkan masih "Terlantar" seperti itu, maka saya khawatir, batu-batu cepernya akan raib satu per satu karena dicuri orang yang memerlukannya. Sehingga keunikannya akan hilang.
Demikian pula habitat mangrove-nya akan punah. Sehingga pantai itu akan terbuka tanpa tumbuhan hijau yang memberinya udara sejuk di siang hari.
Jika ingin mampir di Halete, saya titip Tips berikut ini, yaitu: Pertama, dari Bandar Udara Tambolaka atau penginapan di Kota Tambolaka, bisa menggunakan mobil atau sepeda motor. Sekitar dua puluh menit melalui jalan hotmix mulus sudah tiba di Halete.
Kedua, saya sarankan jangan jalan sendirian, karena belum ada penunjuk arah ke Halete. Oleh karena itu sama-samalah dengan sopir asal Kodi, supaya ia bisa bertanya jika ketemu orang Kodi di sekitar Halete.
Ketiga, bawalah akomodasi seperlunya, seperti makanan ringan dan air mineral. Karena belum ada warung di sepanjang jalan pantai utara.
Dan keempat, supaya jangan takut jika ketemu orang yang menyelipkan parang di pinggangnya. Sebab itu adalah bagian dari budaya mereka.
Selamat datang di Pantai Halete.
Tambolaka, 18 Juni 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H