Mohon tunggu...
Rofinus D Kaleka
Rofinus D Kaleka Mohon Tunggu... Insinyur - Orang Sumba. Nusa Sandalwood. Salah 1 dari 33 Pulau Terindah di Dunia. Dinobatkan oleh Majalah Focus Jerman 2018

Orang Sumba, Pulau Terindah di Dunia

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

SPLF Sumba Barat Daya, Proyek Raksasa Energi Baru Terbarukan yang Belum Bermanfaat

11 Juni 2019   12:52 Diperbarui: 11 Juni 2019   12:59 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekitar tujuh tahun yang lalu, tepatnya 3 Juni 2012, Menteri Riset dan Teknologi waktu itu, Prof. Dr. Ir. H. Gusti Muhammad Hatta, MS, meresmikan Sistem Pembangkit Listrik Fotovoltaik (SPLF) On Grid, terbesar di Indonesia, di Kabupaten Sumba Barat Daya. SPLF dengan kekuatan 0,5 Mega Watt (mw) ini dibangun oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Jakarta pada tahun 2011 di atas lahan 2 ha di Desa Billa Cenge, Kecamatan Kodi Utara.

Pembangunan SPLF tersebut, merupakan respon positif BPPT atas salah satu isu pembangunan di Kabupaten Sumba Barat Daya pada waktu itu (periode 2008 -- 2013) yaitu "Desa Berkecukupan Cahaya". Melalui program ini, pemerintah daerah saat itu sedang gencar-gencarnya mengembangkan Energi Baru Terbarukan yang memanfaatkan kekuatan energi matahari (Pembangkit Listrik Tenaga Surya/PLTS) dan air (Pembangkit Listrik Tenaga Air/PLTA) untuk memenuhi kebutuhan cahaya listrik masyarakat pedesaan, yang belum mampu dilayani oleh PLN dengan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) berbahan bakar solar.

Sambutan positif atas program pemerintah daerah ini, datang juga dari PLN sendiri. PLN meluncurkan program listrik SEHEN, yang menggunakan kaca Solar Cell dengan tiga buah lampu. Program PLN ini sangat diminati oleh masyarakat pedesaan.

Di tengah-tengah berjalannya program pemerintah daerah ini, muncul pula HIVOS (Humanist Institut for Cooperation with Developing Countries), konsorsium 20 negara di Eropa yang berpusat di Belanda, untuk menjadikan Sumba Pulau IKONIS, Sumba Iconic Island, pulau energi terbarukan satu-satunya di dunia, yang menghasilkan energi listrik tanpa asap diesel. Kementerian ESDM juga memberikan dukungan dengan pengembangan Biogas yang bersumber dari limbah kotoran ternak yang dapat dimanfaatkan untuk penerangan dan menyalakan kompor gas.

Program Desa Berkecukupan Cahaya di daerah ini memang sangat strategis. Dari sisi isu lingkungan sangat ramah, tidak menyumbang polusi yang membahayakan bagi kesehatan. Dari sisi ekonomi, juga sangat efisien, harganya terjangkau dan menolong rakyat kecil pedesaan. Sebab tidak perlu lagi untuk membeli bahan bakar.

Pelaksanaan program Desa Berkecukupan Cahaya di daerah ini boleh dikatakan berhasil. Sampai dengan tahun 2013, pada semua desa di Kabupaten Sumba Barat Daya telah tampak cahaya listrik, yang bersumber dari PLN, SEHEN, SHS, PLTS tunggal dan komunal serta Generator set, dengan jumlah Rumah Tangga (RUTA) yang terlayani lebih dari 22.000.

dokpri
dokpri
SPLF Billa Cenge

SPLF Billa Cenge adalah proyek raksasa dari pemerintah pusat. Menelan anggaran puluhan milyar rupiah.

Di dalam lahan sekitar 2 hektar, dibangun 1 gedung besar sebagai pusat kontrol arus listrik tenaga surya. Ada juga dua buah gedung kantor petugas. Sementara di halaman depan gedung terpasang panel-panel kaca surya (solar cell) yang menyita sebagian besar luas lahan yang ada. Keliling lokasinya dipagari dengan rapih.

Pembangunan SPLF ini termasuk sukses. Dapat menghasilkan energi listrik yang berasal dari tangkapan cahaya matahari.

Namun sejak diresmikan oleh Menristek dan diserahterimakan kepada pemerintah daerah, kemudian pemerintah daerah melakukan kerjasama dengan PLN, SPLF Billa Cenge ini hanya bisa bermanfaat untuk memberikan penerangan di lokasinya sendiri. Artinya, energi listrik yang diproduksinya belum bisa dinikmati oleh masyarakat umum di sekitarnya.

Apa masalahnya? Belum bisa dikoneksikan dengan jaringan PLN. Apa masalah berikutnya? Entahlah. Karena tidak pernah diungkap ke publik, sehingga publik dapat mengetahuinya.

dokpri
dokpri
Dinantikan Manfaatnya

SPLF Billa Cenge ini sangat dinantikan manfaatnya oleh masyarakat Sumba Barat Daya, terutama masyarakat pedesaan yang belum merasakan indahnya cahaya listrik di malam hari. Oleh karena itu perlu ditangani secara serius dan cepat oleh pemerintah dan PLN, sehingga SPLF tersebut dapat bermanfaat dan berdampak bagi kehidupan masyarakat pedesaan di Sumba Barat Daya.

Bila penanganan SPLF tersebut terlambat, maka akan dimakan usia. Kemudian akan rusak dan tidak berguna. Inilah yang akhirnya disebut proyek mubasir dan menimbulkan masalah bagi yang merencanakan dan membangunnya.

Semoga SPLF Billa Cenge ini segera beroperasi untuk kepentingan masyarakat umum di Kabupaten Sumba Barat Daya.

Tambolaka, 11 Juni 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun