1
(Artikel ini tidak bermaksud menyetarakan status tradisi mudik Lebaran dan tradisi mudik ala Kodi di Kabupaten Sumba Barat Daya)
***** *****
Setiap kali menyaksikan kesibukan mudik lebaran, saya selalu teringat dengan tradisi mudik masyarakat di wilayah (suku) Kodi, Kabupaten Sumba Barat Daya. Mudik ala Kodi ini dikenal dengan istilah Ndodong. Dan hanya masyarakat Kodi yang memiliki tradisi ini di Pulau Sumba.
Mudik pada masyarakat Kodi dilakukan pada dua momentum tradisi kebudayaan. Mengenai hal ini terjadi pada saat pelaksanaan Ritus Nale dan pesta adat Woleka.
NdodongÂ
Ritus Nale adalah sebuah prosesi religius yang dilaksanakan oleh masyarakat adat aliran kepercayaan Marapu terkait dengan kedatangan sang Inya Nale atau Dewi Nale. Dewi Nale ini, mereka sebut juga sebagai Dewi Padi (Mbiri Nale).
Salah satu prosesi ritus Nale yang terkenal adalah Pasola atau Paholong. Pasola adalah atraksi budaya tradisional perang-perangan, menunggang kuda sambil melempar lembing ke arah lawan. Prosesi puncak dari Ritus Nale ini adalah Tunu Manu Nale. Secara harfiah, artinya bakar ayam nale. Tapi makna sesungguhnya adalah doa syukur kepada Marapu, Sang Pencipta melalui roh-roh leluhur atau orang-orang yang sudah meninggal.
Prosesi ritus Nale ini berlangsung di kampung adat atau desa adat yang mereka sebut Parona. Satu minggu sebelum puncak ritus Nale, sekitar pertengahan bulan Februari, masyarakat adat Kodi melaksanakan Ndodong ke kampung adatnya masing-masing.
Apa tujuannya? Tujuannya, yaitu pertama, kegembiraan dalam rangka menyambut menyambut hari kedatangan Dewi Nale, sebagai reinkarnasi dan utusan Mori Mawolo Marawi (Tuhan Pencipta), yang menjadi sumber berkat atas hasil panen tanaman dan populasi ternak.
Kedua, untuk bertemu dan berkomunikasi serta menyampaikan doa (semacam persembahan) kepada para leluhur. Mereka meyakini bahwa berkat yang terjadi dalam kehidupan mereka tidak terlepas dari dukungan doa dari para leluhur.
Ketiga, merupakan kesempatan yang indah dalam setahun untuk bertemu dengan sesama warga kampung adat atau rumah adat. Sebab selama setahun mereka sibuk dengan urusan pribadi mencari nafkah di tempat-tempat domisili mereka, yang mereka namakan kampung kebun.
Dan keempat, merupakan kesempatan untuk membersihkan pekarangan kampung adat, rumah adat, dan pekuburan leluhur mereka. Sebab kampung adat di Kodi bukan tempat domisili, tapi sebagai sarana doa dan simbol kebudayaan. Oleh karena itu yang tinggal di kampung adat adalah para orang tua yang sudah sepuh.
Woleka
Woleka adalah pesta adat. Lambang kemakmuran atau kesuksesan. Pesta Woleka di Kodi bukan pesta perorangan tapi pesta besar warga satu komunitas kampung adat. Pesta ini memakan korban ternak kerbau dan babi dalam jumlah yang besar, bisa ratusan ekor jumlahnya.
Sebelum acara puncak pesta Woleka, warga kampung adat sudah Ndodong. Tujuannya yaitu pertama untuk menyampaikan doa syukur kepada Marapu atas berkat dalam kehidupan mereka.
Kedua, untuk mengisi tari-tarian. Setiap malam sebelum hari puncak pesta Woleka wajib ada tari-tarian di pelataran (Natar), sebagai lambang kegembiraan, yang dipersembahkan kepada para Marapu dan warga yang datang menonton.
Dan ketiga, membersihkan kampung adat dan mempersiapkan tenda-tenda untuk tamu undangan.
Inilah gambaran singkat tentang Mudik ala masyarakat Kodi di Kabupaten Sumba Barat Daya.
Selamat Menyambut Hari Idul Fitri 2019
Tambolaka, 4 Juni 2019
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H