Rongga dada Rangga Mone terasa bergemuruh. Hatinya pun gelisah. Namun ia berusaha untuk tetap tenang. Supaya teman-temannya tidak mengetahui apa yang sedang dirasakannya di dalam hati.
*****
Angin laut musim kemarau malam itu terasa kering dan dingin menembus tulang. Teman-temannya sedang bergelut menahan dingin di balik selimut mereka. Sementara Rangga Mone justeru merasa gerah. Saat teman-temannya sudah terlelap sambil mendengkur, Rangga Mone masih saja membolak-balikkan badannya di atas tempat tidur dan matanya belum sempat terpejam, walau hanya semenit saja. Gelisah berat? Ya, gelisahlah. Namanya juga cinta yang belum bersambut  kabar indah!
Dini hari baru Rangga Mone bisa tertidur. Karena memang tidak mampu lagi untuk melawan rasa mengantuk. Tentu saja tanpa mimpi yang indah.
Ketika gong bertalu-talu dini hari, tanda waktu bangun pagi untuk doa pagi di Kapela, Rangga Mone berusaha keras untuk melawan rasa kantuknya. Ia berusaha mendamaikan pikiran dan hatinya untuk melaksanakan kewajibannya pagi itu sebagai anak asrama yang taat dengan aturan disiplin yang berlaku.
Dari Kapela, selepas doa pagi, mereka bergegas menuju kaki bukit di sisi utara, tempat bak mandi umum di bawah pohon-pohon asam dan lontar serta enau. Rangga Mone berusaha ceria seperti teman-temannya saat mandi.
"Bagaimana semalam, mimpi indah?" bisik Julens Rehi Bula bercanda.
"Ya, mimpi indahlah. Indah luar biasa. Angle mau tahu, Tari Mbuku datang dengan senyumnya yang indah," bisik balik Rangga Mone kepada Julens Rehi Bula.
"Berarti Tari Mbuku menerima lamaranmu?" tanya Julens Rehi Bula, semacam menyelidik.
"Belum sih, tapi tanda-tanda ke arah itu seperti tidak akan lama lagi. Buktinya ia berkenan membalas suratku dengan cepat. Percayalah angle, dia akan menjadi kekasih hatiku kelak," kata Rangga Mone penuh percaya diri.
Rangga Mone memang tipikal berkarakter pandai mengelola emosinya. Ia tidak mudah mengumbar rahasia pribadinya. Ia juga selalu berpikiran positif. Tidak mudah menghakimi dan membenci teman-temannya. Apalagi terhadap Tari Mbuku, tidak tersirat sedikit pun ia menyimpan rasa benci. ***