"Siapa tahu kamu tidak berkenan," goda Emy Erte.
"Macam-macam saja kamu ini," kata Tari Mbuku.
"Kamu juga mau cium hidungnya yang mancung itu to?" goda Emy Erte lagi.
"Tidak, cukup jabat tangan saja. Nanti dia pikir saya suka dia lagi," timpal Tari Mbuku.
Tinggal tiga siswa lagi, Tari Mbuku akan berhadapan dengan Rangga Mone. Dan ketika berhadapan, mereka saling menatap sekilat mungkin, lalu jabat tangan dan menyentuhkan ujung hidung  masing-masing. Mungkin karena grogi bibir mereka pun bersentuhan tipis-tipis.
"Katanya tidak mau cium hidung. Tahu-tahunya hampir habok bibirnya Rangga Mone," goda Emy Erte. Membuat wajah Tari Mbuku memerah karena merasa malu dan ia pun tidak mau  berlama-lama lagi di tempat acara tersebut.
*****
Hangat napas Tari Mbuku yang terhirup saat cium hidung di acara perpisahan dan pelepasan tadi, dirasakan oleh Rangga Mone seolah-olah masih melekat di ujung hidungnya sampai ia terlelap dalam tidurnya malam itu. Hatinya pun masih berbunga-bunga saat terbangun di pagi hari.
Seminggu setelah acara tersebut, Rangga Mone meninggalkan desanya menuju kota kabupaten di luar kabupatennya. Saat melintas di jalan raya dengan menumpang di bak truk, ia menoleh ke kiri ke arah rumah orang tua Tari Mbuku.
Rangga Mone berpapasan muka dengan Tari Mbuku yang sedang berdiri di depan pintu. Secara spontan Rangga Mone melambaikan tangan dan disambut lambaian tangan juga oleh Tari Mbuku.
Dalam hatinya yang paling dalam, Rangga Mone menegaskan keyakinannya, bahwa suatu saat nanti Tari Mbuku akan menjadi kekasih hatinya.