Mohon tunggu...
Rofinus D Kaleka
Rofinus D Kaleka Mohon Tunggu... Insinyur - Orang Sumba. Nusa Sandalwood. Salah 1 dari 33 Pulau Terindah di Dunia. Dinobatkan oleh Majalah Focus Jerman 2018

Orang Sumba, Pulau Terindah di Dunia

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Hardiknas, Ki Hadjar Dewantara, Pendidikan Model Taman, dan Sistem Among

1 Mei 2019   11:43 Diperbarui: 1 Mei 2019   14:30 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

MEMPERINGATI Hari Pendidikan Nasional (HARDIKNAS), 2 Mei setiap tahun, sesungguhnya merupakan suatu penghargaan istimewa atas jasa-jasa Bapak Pendidikan Nasional Bangsa Indonesia, Ki Hadjar Dewantara (KHD), dalam proses sejarah perjuangan bangsa Indonesia, baik sebelum maupun sesudah kemerdekaan, melalui jalur pendidikan. Kita tahu bersama bahwa 2 Mei (1889) adalah tanggal dan bulan kelahiran Ki Hadjar Dewantara.

Ki Hadjar Dewantara, yang bernama asli Raden Mas Soewardi Soeryaningrat adalah anak bangsawan dari Keraton Paku Alam Yogyakrta. Sebagai anak bangsawan yang lahir di tengah-tengah pejajahan pemerintah Hindia-Belanda, tentu saja ia tidak mengalami kesulitan untuk memperoleh pendidikan. 

Karena kebijakan pemerintah Hindia-Belanda ketika itu, memberikan kesempatan memperoleh pendidikan kepada anak-anak bangsawan atau priyayi, untuk dipersiapkan sebagai pegawai (rendahan) pada biroraksi pemerintahan Hindia Belanda. Sementara anak-anak rakyat jelata atau masyarakat umum tidak diperbolehkan oleh pemerintah Hindia-Belanda untuk memperoleh pendidikan.

Bagi Ki Hadjar Dewantara, kebijakan pendidikan pemerintah Hindia-Belanda itu, dinilainya sangat diskriminatif dan tidak adil. Di samping itu, ia menyadari betul bahwa hanya dengan melalui pemerataan pendidikanlah, rakyat bangsanya bisa cerdas, mempunyai jiwa merdeka dan semangat militansi untuk berjuang melepaskan diri dari kebodohan dan penderitaan akibat penjajahan kolonial Belanda.

Sejak bersekolah di STOVIA Jakarta, usianya baru 16 tahun, namun sudah memperluas pergaulannya dengan para tokoh pejuang kemerdekaan bangsanya. 

Pada usia 19 tahun ketika Boedi Oetomo berdiri, ia aktif didalamnya dan bertugas di bidang propoganda. Bakat dan kemampuan jurnalistiknya disalurkannya melalui tulisan-tulisannya yang cerdas, kritis dan provokatif  tentang perilaku dan kebijakan pemerintah Hindia-Belanda yang tidak adil dan menindas rakyat bangsanya. 

Akibat tulisan-tulisannya itu, terutama yang berjudul "Andaikan Aku Seorang Belanda", membuat Kerajaan Belanda dan pemerintah Hindia Belanda tersinggung dan mengasingkannya ke Negeri Belanda dari tahun 1913 sampai dengan 1919.

Ki Hadjar Dewantara bukanlah seorang pemuda yang patah arang dan menghentikan perjuangannya. Justeru pengalamannya itu dijadikan guru yang terbaik untuk melanjutkan perjuangan demi kemerdekaan bangsanya.

Perguruan Tamansiswa 

Sepulangnya dari Negeri Belanda, selain bergabung mendirikan organisasi politik seperti Serikat Islam dan Indische Partij, Ki Hadjar Dewantara menjadi perintis dan pelopor berdirinya  Nationaal Instituut Onderwijs Tamansiswa (Perguruan Nasional Tamansiswa) pada 3 Juli 1922. Perguruan Tamansiswa ini bertujuan memberikan kesempatan yang luas kepada anak-anak pribumi jelata untuk mengenyam pendidikan supaya cerdas dan memiliki jiwa merdeka, serta semangat juang, sebagai modal dasar mengusir penjajah kolonial Belanda.

Perguruan Tamansiswa tersebut merupakan sekolah pribumi pertama dan satu-satunya sekolah yang dirikan dengan tujuan untuk mengusir penjajah Belanda. 

Perguruan Tamansiswa ini berkembang pesat dan hanya dalam kurun waktu kurang dari satu dekade, sudah mencapai lebih dari seratus anggota. Dan sejarah memang membuktikan, Perguruan Tamansiswa telah berhasil mendidik kader-kader generasi bangsa yang cerdas, berjiwa merdeka dan militan untuk mencapai kemerdekaan bangsa Indonesia dari cengekeraman penjajah Belanda dan pendudukan Jepang.

 Model Taman dan Sistem Among

Setelah Indonesia Merdeka, Perguruan Tamansiswa ikut berperan aktif mempertahankan dan mengisi kemerdekaan Indonesia melalui jalur pendidikan.

 Dalam situasi negara yang sedang dalam masa transisi dan perekonomian negara yang masih sangat lemah, sehingga pemerintah belum mampu menyelenggarakan pendidikan nasional secara merata; di sini Perguruan Tamansiswa ikut berperan mencerdaskan kehidupan bangsanya melalui usahanya menyelenggarakan sekolah, mulai dari Taman Kanak-kanak sampai dengan Perguruan Tinggi.

Perguruan Tamansiswa di bawah asuhan Ki Hadjar Dewantara ini menerapkan model "Taman" pada sekolah-sekolahnya. Sehingga persekolahannya dikenal dengan nama-nama yang khas yakni Taman Indria (Taman Kanak-Kanak), Taman Muda (Sekolah Dasar), Taman Dewasa (Sekolah Menengah Pertama), Taman Madya (Sekolah Menengah Atas), Taman Guru (Sekolah Pendidikan Guru), Taman Karya Madya (Sekolah Menengah Kejuruan), dan Taman Sarjana atau Sarjanawiyata (Perguruan Tinggi / Universitas / Sekolah Tinggi).

Menurut Ki Saur Panjaitan XIII (2015), Ki Hadjar Dewantara mengibaratkan pendidikan laksana sebuah taman (sistem), di mana di taman itu tempat tumbuh kembangnya bunga-bunga (siswa), sedangkan pamong (pendidik) hanyalah tukang kebun. 

Apabila melihat bunga mawar jangan hanya melihat tangkai dan durinya, akan tetapi harus melihat bunganya. Karena apabila hanya melihat tangkai dan durinya maka yang ada hanya "sampah", akan tetapi dengan melihat bunganya maka akan merasakan keindahan dan keharumannya.

Di taman tentulah ada bunga yang kurang subur dan tukang kebun hanya merawat, memupuk dan menyiramnya supaya berkembang dengan baik. Tukang kebun hanya bisa memperbaiki dan memperindah jenis tanaman dengan usaha-usaha yang mendorong perbaikan perkembangan jenisnya. 

Tukang kebun tidak bisa memaksa tanaman mempercepat bunganya agar bisa dipanen demi kepentingan mendesak, tapi semua itu harus diikuti dengan kesabaran. 

Oleh sebab itu, tukang kebun harus mengetahui sifat dan watak serta jenis-jenis tanamannya, sehingga bisa membedakan antara bunga mawar dan melati. Di samping itu, tukang kebun juga harus paham ilmu mengasuh tanaman agar yang dihasilkannya adalah tanaman dari tanah yang subur dan bunga yang baik.

Menurut Ki Hadjar Dewantara, tukang kebun tidak boleh membedakan darimana asal tanaman, pupuk, alat kelengkapan dan lain sebagainya. Bunga itu memang berbeda-beda, tetapi mempunyai hak yang sama untuk tumbuh dan berkembang menjadi bunga yang indah.

Di samping model taman di atas, Ki Hadjar Dewantara juga menerapkan Sistem Among pada persekolahan dalam Perguruan Tamansiswa. Sistem Among adalah sistem pendidikan yang berjiwa kekeluargaan yang bersendikan kodrat alam dan kemerdekaan. 

Lebih dari itu pada sekolah-sekolah dalam Perguruan Tamansiswa harus menjadi tempat bermain dalam kaitan dengan pengembangan otak, bermain dalam pengembangan ketrampilan/kerajinan tangan, bermain dalam badan dengan olah raga, bermain dalam pengembangan jiwa, iman dan budi pekerti manusia yang semuanya diarahkan kepada makin berbudayanya manusia atau "memanusiakan manusia" (Ki R Bambang Widodo, 2015).

Tujuan penerapan model Taman dan sistem Among dalam Perguruan Tamansiswa, sesuai konsepsi Ki Hadjar Dewantara, tidak lain adalah untuk menciptakan suasana persekolahan yang nyaman dan menyenangkan. Anak didik berangkat senang karena akan sekolah dan pulang sedih karena akan meninggalkan sekolah.

Dua konsepsi pendidikan Ki Hadjar Dewantara di atas menjadi roh yang mewarnai kehidupan Perguruan Tamansiswa sejak berdirinya sampai sekarang ini, yang tersebar dari wilayah Barat sampai wilayah Timur Indonesia, termasuk di Kabupaten Sumba Barat Daya yang mulai berdiri pada tahun 2012.

Konsepsi-konsepsi lain Ki Hadjar Dewantara yang wajib dilaksanakan dalam Perguruan Tamansiswa adalah kebangsaan yang religius, humanistis, hidup merdeka lahir dan batin, tri pusat pendidikan, trilogi kepemimpinan dan tri pantangan. Konsepsi-konsepsi Ki Hadjar Dewantara ini diramu dalam mata pelajaran Ilmu Ketamansiswaan.

Pertanyaan Refleksi Kita?

Konsepsi-konsepsi Ki Hadjar Dewantara di atas sesungguhnya menjadi roh yang mendasari Sistem Pendidikan Nasional bangsa Indonesia sejak awal kemerdekaan. Ketika itu beliau menjadi Menteri Pendidikan dan Pengajaran Republik Indonesia yang pertama. 

Tidak sedikit konsepsi pendidikannya dalam Perguruan Tamansiswa yang diterapkan dalam sistem pendidikan nasional Indonesia. Bahkan salah satu dari trilogi kepemimpinan ciptaannya dijadikan slogan Kementerian Pendidikan Nasional sampai saat ini yaitu Tut Wuri Handayani.

Pada 2 Mei 2019 ini, sudah 60 tahun Ki Hadjar Dewantara tiada. Pertanyaannya adalah bagaimana dengan keadaan potret pendidikan nasional bangsa Indonesia saat ini dikaitkan dengan dua konsepsi pendidikan Ki Hadjar Dewantara di atas yaitu Model Taman dan Sistem Among? 

Apakah suasana persekolahan mulai dari Taman Kanak-kanak sampai Perguruan Tinggi menjadi tempat belajar yang nyaman dan menyenangkan bagi anak-anak bangsa untuk mengenyam pendidikan? 

Apakah sistem pendidikan nasional bangsa kita, selain mengajarkan ilmu pengetahuan kognitif, juga menumbuhkembangkan budi pekerti, jiwa merdeka, humanistis, religiusitas, kebudayaan bangsa dan nasionalisme keindonesiaan kepada anak-anak didiknya?

Untuk menghindari ketersinggungan, sinisme dan bahkan fitnah, biarlah pertanyaan-pertanyaan di atas menjadi refleksi kita bersama sebagai anak-anak bangsa, generasi penerus cita-cita para pendiri bangsa ini, yang sesungguhnya mempunyai tanggungjawab moral yang sama untuk mencerdaskan kehidupan rakyat bangsa ini sehingga terlepas dari belenggu kebodohan, keterbelakangan dan kemiskinan yang seolah-olah sudah menjadi lingkaran setan.    

           Tambolaka, 1 Mei 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun