Â
MEMPERINGATI Hari Pendidikan Nasional (HARDIKNAS), 2 Mei setiap tahun, sesungguhnya merupakan suatu penghargaan istimewa atas jasa-jasa Bapak Pendidikan Nasional Bangsa Indonesia, Ki Hadjar Dewantara (KHD), dalam proses sejarah perjuangan bangsa Indonesia, baik sebelum maupun sesudah kemerdekaan, melalui jalur pendidikan. Kita tahu bersama bahwa 2 Mei (1889) adalah tanggal dan bulan kelahiran Ki Hadjar Dewantara.
Ki Hadjar Dewantara, yang bernama asli Raden Mas Soewardi Soeryaningrat adalah anak bangsawan dari Keraton Paku Alam Yogyakrta. Sebagai anak bangsawan yang lahir di tengah-tengah pejajahan pemerintah Hindia-Belanda, tentu saja ia tidak mengalami kesulitan untuk memperoleh pendidikan.Â
Karena kebijakan pemerintah Hindia-Belanda ketika itu, memberikan kesempatan memperoleh pendidikan kepada anak-anak bangsawan atau priyayi, untuk dipersiapkan sebagai pegawai (rendahan) pada biroraksi pemerintahan Hindia Belanda. Sementara anak-anak rakyat jelata atau masyarakat umum tidak diperbolehkan oleh pemerintah Hindia-Belanda untuk memperoleh pendidikan.
Bagi Ki Hadjar Dewantara, kebijakan pendidikan pemerintah Hindia-Belanda itu, dinilainya sangat diskriminatif dan tidak adil. Di samping itu, ia menyadari betul bahwa hanya dengan melalui pemerataan pendidikanlah, rakyat bangsanya bisa cerdas, mempunyai jiwa merdeka dan semangat militansi untuk berjuang melepaskan diri dari kebodohan dan penderitaan akibat penjajahan kolonial Belanda.
Sejak bersekolah di STOVIA Jakarta, usianya baru 16 tahun, namun sudah memperluas pergaulannya dengan para tokoh pejuang kemerdekaan bangsanya.Â
Pada usia 19 tahun ketika Boedi Oetomo berdiri, ia aktif didalamnya dan bertugas di bidang propoganda. Bakat dan kemampuan jurnalistiknya disalurkannya melalui tulisan-tulisannya yang cerdas, kritis dan provokatif  tentang perilaku dan kebijakan pemerintah Hindia-Belanda yang tidak adil dan menindas rakyat bangsanya.Â
Akibat tulisan-tulisannya itu, terutama yang berjudul "Andaikan Aku Seorang Belanda", membuat Kerajaan Belanda dan pemerintah Hindia Belanda tersinggung dan mengasingkannya ke Negeri Belanda dari tahun 1913 sampai dengan 1919.
Ki Hadjar Dewantara bukanlah seorang pemuda yang patah arang dan menghentikan perjuangannya. Justeru pengalamannya itu dijadikan guru yang terbaik untuk melanjutkan perjuangan demi kemerdekaan bangsanya.
Perguruan TamansiswaÂ
Sepulangnya dari Negeri Belanda, selain bergabung mendirikan organisasi politik seperti Serikat Islam dan Indische Partij, Ki Hadjar Dewantara menjadi perintis dan pelopor berdirinya  Nationaal Instituut Onderwijs Tamansiswa (Perguruan Nasional Tamansiswa) pada 3 Juli 1922. Perguruan Tamansiswa ini bertujuan memberikan kesempatan yang luas kepada anak-anak pribumi jelata untuk mengenyam pendidikan supaya cerdas dan memiliki jiwa merdeka, serta semangat juang, sebagai modal dasar mengusir penjajah kolonial Belanda.