Mohon tunggu...
Rofinus D Kaleka
Rofinus D Kaleka Mohon Tunggu... Insinyur - Orang Sumba. Nusa Sandalwood. Salah 1 dari 33 Pulau Terindah di Dunia. Dinobatkan oleh Majalah Focus Jerman 2018

Orang Sumba, Pulau Terindah di Dunia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Prosesi Adat Tanam dan Panen di Sumba Masih Hidup

29 April 2019   15:22 Diperbarui: 29 April 2019   20:08 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Modernisasi sudah berlangsung sejak lama. Hampir tidak ada lagi satu sektor kehidupan pun yang tidak mengalaminya.

Demikian pula pada sektor pertanian, termasuk subsektor tanaman pangan, sudah mengalami modernisasi sejak lama. Namun proses adaptasi masyarakat petani tidak selalu seiring sejalan dengan perkembangan kemajuan modernisasi pada sektor pertanian.

Misalnya di Sumba, khususnya di wilayah suku Wewewa, lebih khusus di Desa Kalaki Kambe, lebih khusus lagi di Kampung Tana Kombuka, masyarakat petani masih saja melakukan aktivitas tanam dan panen padi secara adat.

dokpri
dokpri
Sembayang Adat
Hampir 10 (sepuluh) tahun saya menjadi warga dekat kampung Tana Kombuka. Secara empirik, masyarakat petani di kampung tersebut masih setia mempertahankan tradisi mereka dalam bertani. Masyarakat di kampung ini adalah petani ladang atau kebun.

Pada saat akan tanam dan panen, khususnya padi, kecuali pengolahan lahan, penyiangan dan pemupukan, mereka masih melakukannya secara adat. Malam sebelum tanam dan panen, mereka masih melakukan prosesi sembayang adat sesuai kepercayaan asli nenek-moyang mereka yaitu Marapu (kepercayaan kepada roh-roh leluhur sebagai perantara Yang Ilahi).

Prosesi sembayang adat ini dipimpin oleh Rato Marapu. Seorang imam adat, yang memiliki kemampuan dan otoritas adat sebagai pengantara ujud-ujud doa keluarga secara perorangan atau komunitas untuk disampaikan atau dikomunikasikan kepada Marapu. Rato Marapu ini dapat merasakan dan melihat tanda-tanda melalui perantaraan hewan kurban, seperti ayam dan babi yang disembelih.

Tanda-tanda dimaksud tertera di usus ayam atau hati babi. Terkait tanda-tanda ini hanya bisa dipahami oleh para Rato Marapu dan sesepuh adat serta orang-orang tertentu saja yang suka berkecimpung dalam urusan tradisi adat-istiadat. Orang awam, seperti saya sendiri, tidak memahaminya sama sekali.

dokpri
dokpri
Ujud Sembayang
Dalam prosesi sembayang adat tersebut ada ujud yang diharapkan oleh masyarakat tani dari Marapu. Ujud sembayang saat akan tanam, diantaranya yaitu supaya benih padi yang ditanam tumbuh, tanaman berkembang subur, terhindar dari penyakit, dan menghasilkan produksi yang optimal. Disamping itu, mereka juga mengujudkan supaya curah hujan cukup.

Sedangkan ujud sembayang saat akan panen, diantaranya yaitu supaya volume hasil panen padi melimpah. Disamping itu juga supaya roh padi yang dipanen tidak diambil oleh kekuatan-kekuatan gaib, semacam sihir, sehingga produksi yang dihasilkan tidak berkurang volumenya.

dokpri
dokpri
Gotong Royong
Setelah prosesi sembayang adat itu, keesokan harinya, masyarakat petani melaksanakan penanaman dan atau panen di ladang. Tanam dan panen ini dilaksanakan secara gotong-royong yang mereka sebut Roppo atau Pawanda. Artinya, mengundang keluarga atau kenalan untuk membantu mereka.

Gotong-royong berarti melibatkan banyak orang tanpa dibayar. Oleh karena itu membutuhkan pengorbanan lain. Nah, dalam hal ini harus menyiapkan makan, minum (kopi/teh), dan sirih pinang. Lauknya, ya harus enaklah, sembelih ayam dan babi/anjing.

Gotong-royong saat tanam dan atau panen memang ramai. Di sini akan ada yang memberi semangat dengan nyanyian-nyanyian dalam bahasa ibu setempat dan selalu disambut hura oleh yang lain.

Gotong-royong ini juga dilanjutkan saat proses perontokan padi yang dipanen dan pengisian biji padi ke dalam wadah, seperti karung atau lumbung padi yang mereka sebut Sokal atau Boko. Saat proses pengisian biji padi ke wadahnya disebut Yopa atau Ghopa. Ini juga pakai prosesi adat. Orang yang diberi tugas untuk Yopa, wajib diberi sirih-pinang atau uang seperlunya sebagai pengganti sirih-pinang.

dokpri
dokpri
Dewi Padi
Mengapa masyarakat petani di Sumba masih ada yang melaksanakan prosesi sembayang adat saat akan tanam dan atau panen padi? Jawabannya, orang Sumba sampai saat ini memang sangat menghormati padi. Mereka menghormatinya karena padi dianggap sebagai jelmaan seorang Dewi.

Seorang Dewi yang dimaksud tidak lain adalah Mbiri Kyoni. Konon, Mbiri Kyoni adalah putri cantik jelita, yang berubah menjadi tanaman padi setelah meninggal. Dewi ini pulalah yang menjadi cikal bakal prosesi ritus nale dan pasola di Sumba.

Kalkulasi Ekonomi
Prosesi adat saat tanam dan atau panen padi di atas, secara kalkulasi ekonomi baik tenaga, waktu maupun biaya, sesungguhnya sangat tidak efisien. Ini jelas-jelas suatu pemborosan.

Namun demikian, hal tersebut dapat dimaklumi, mengingat fakta di Sumba, kepercayaan Marapu masih hidup, meskipun agama-agama modern sudah lama ada.

Disamping itu, fakta di Sumba, buruh tani belum berkembang. Jika kita ingin menyewa orang untuk membantu tanam dan panen, bisa-bisa tidak ada orang yang datang.

Fakta lain, khususnya alat mesin pertanian berupa perontok padi, masih jarang. Jadi mau tidak mau masih menggunakan tenaga manusia dengan cara menginjak-injak malai-malai padi untuk merontokkan biji padi dari tangkai malainya.

Tambolaka, 29 April 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun