Proses Pembelisan di Kodi
Proses pembelisan dalam perkawinan adat di Kodi, sesuai dengan tata norma adat yang standar, artinya tidak memperhitungkan status atau struktur sosial masyarakat, meliputi empat tahap. Ini diandaikan laki-laki dan perempuan dewasa  sudah saling menyukai atau pacaran (paole ndaha ngoko) dan orangtua kedua belah pihak merestui.
Tahap pertama, orangtua laki-laki (bisa juga langsung bersama delegasi yang disebut Toyo Ketengo Paneghengo) menghadap ke orangtua perempuan. Pada tahap ini, orangtua laki-laki belum boleh membawa sesuatu, kecuali jika anak laki-lakinya membawa sirih dan pinang untuk calon mertuanya atau dalam bahasa keseharian di Sumba, bapak dan mama mantu. Saat itu orangtua laki-laki hanya betul-betul datang  untuk menyampaikan niat tentang rencana lamaran peresmian hubungan anak-anak mereka.
 Setelah orangtua laki-laki menyampaikan niatnya, maka orangtua perempuan menanyakan perasaan dan kesiapan anak gadisnya. Jika anak gadis tersebut tidak keberatan maka dibahaslah rencana waktu dan jumlah ternak lamaran yang akan dibawa oleh orangtua laki-laki. Jumlah hewan lamaran ini penting karena berkaitan dengan keseimbangan persiapan orangtua perempuan saat pelaksanaan lamaran. Jika sudah sepakat maka orangtua perempuan menjamu makan bersama kepada orangtua laki-laki.
Tahap kedua, lamaran resmi yang disebut Patamango Paneghengo. Pada tahap ini, orangtua calon pengantin laki-laki bersama delegasi (bisanya dua orang) dan putranya yang calon pengantin, membawa ternak sedang dua atau tiga ekor. Jenisnya, kerbau 1 ekor dan kuda 1 ekor atau kerbau 1 ekor dan kuda 2 ekor.
Di sini delegasi dari kedua belah pihak sudah mulai bertugas. Mereka mengemban tugas sebagai perantara pembicaraan adat dan sekaligus saksi tentang apapun yang dibahas dan disepakati antara orangtua calon pengantin laki-laki dan orangtua calon pengantin perempuan.
Jika jumlah ternak lamaran sudah sesuai dengan tahap pertama, maka orangtua calon pengantin perempuan menyerahkan kain panjang dan sarung masing-masing 1 lembar kepada orangtua calon pengantin laki-laki dan menyembelih 1 ekor babi besar sebagai tanda resminya hubungan kekeluargaan mereka. Daging babi ini, sebagian kecil dimasak untuk lauk jamuan bersama dan sebagian besar dibagikan kepada delegasi dan keluarga kedua belah pihak, baik yang hadir maupun yang tidak hadir, supaya mereka mengetahui resminya hubungan kedua keluarga tersebut.
Setelah jamuan bersama, orangtua calon pengantin perempuan menyerahkan lagi 1 ekor babi besar kepada orangtua calon pengantin laki-laki bersama kain panjang dan sarung masing-masing 1 lembar, sebagai ikatan resmi kepastian pelaksanaan tahap proses adat berikutnya, Â baik waktu dan jumlah ternak yang dibawa oleh orangtua laki-laki nantinya.
Pada tahap kedua ini, sesuai tata norma adat Kodi, calon pengantin laki-laki dan perempuan, sudah resmi sebagai suami isteri. Tentu setelah orangtua calon pengantin perempuan meresmikannya sesuai tata norma adat. Hal ini masih berlaku umum untuk masyarakat pedesaan yang masih tradisional. Namun untuk masyarakat yang lebih maju sedikit, biasanya tertunda setelah pernikahan menurut agama.
Tahap ketiga, dikenal dengan istilah Londo. Arti harfiahnya duduk. Maksudnya, pengantin laki-laki resmi tinggal untuk sementara waktu di rumah dan kampung orang tua pengantin perempuan (isterinya) sampai menunggu waktu penuntasan belis.