"Dewi sedang cari apa," kata mentor sambil tersenyum.
Tanpa ragu-ragu Dewi menjawab, "Tidak ada sesuatu di kaki pak."
"Memang tidak ada sesuatu di kaki yang berhubungan dengan WS," gurau mentor. Senyumnya terlihat lebih mekar dan gesturnya memperlihatkan sesuatu funny.
Beberapa teman saya, langsung meledak tertawa. Rupanya mereka cepat menangkap sinyal bahwa Dewi salah memahami apa yang dimaksud mentor tentang "tekan kontrol ka ki". Saya pun ikut tertawa juga, walaupun sebenarnya lambat mengerti apa yang sedang dialami Dewi.
"Ini pasti salah pengertian. Yang saya maksud itu Control + K + Q, bukan kontrol kaki mbak," kata mentor sambil menuliskan maksudnya itu di White Board.
Terus terang saya sudah lupa maksud perintah tersebut. Kalau ada generasi saya yang masih mengingatnya, bisa disampaikan di kolom komentar. Ya kalau berkenan. Sebab tidak penting lagi untuk zaman sekarang ini.
Sejak peristiwa tersebut, hari ketiga dan seterusnya, Dewi tidak ikut kursus lagi. Mungkin ia malu dianggap tell me karena peristiwa itu. Tapi jauh lebih malu dong kalau gagap teknologi komputer di era komputer. Bukankah begitu?
Secara pribadi, saya merasa bersalah, karena turut tertawa sehingga menyebabkan Dewi tidak melanjutkan kursusnya. Jika saat itu, saya berempati kepada Dewi dan menyemangatinya, mungkin ia akan terus bersama-sama kami pada jadwal-jadwal berikutnya.
Saya dan kawan saya, juga tidak menyelesaikan belajar di tempat kursus komputer tersebut. Bukan karena Dewi tidak ikut lagi lho! Juga bukan karena mengalami peristiwa serupa yang dialami Dewi.
Alasannya, biasa-biasa saja. Merasa sudah bisa padahal bisanya belum seberapa. Disamping itu karena jarak tempat kursus dengan kost kami jauh. Butuh tenaga ekstra untuk mengayuh sepeda sambil boncengan.
Tapi syukurlah kami tetap mahir menggunakan WS karena kami tidak berhenti belajar. Demikian pula ketika program komputer makin maju, kami terus menyesuaikan diri, sehingga tidak gaptek komputer.