Dalam skala global, menurunnya luas kawasan hutan di Sumba Barat Daya, jelas ikut memberi sumbangan secara langsung, meskipun mungkin kecil, terhadap makin meningkatnya panas bumi.Â
Mengapa begitu? Karena hutan adalah pabrik oksigen yang kita hirup setiap saat. Luas hutan makin berkurang maka produksi oksigen jelas juga makin sedikit. Makin sedikit pasokan oksigen ke atmosfer maka lapisan ozon makin menipis dan bumi pun makin panas karena panas matahari hanya dihalangi oleh lapisan ozon yang tipis.
Tentu pertanyaannya, apa penyebabnya sehingga kawasan hutan Roko Raka bisa mengalami kerusakan yang sangat berat?
Pertama, pembalakan atau perambahan oleh masyarakat, lebih pasnya oknum-oknum tertentu, secara liar dan tidak terkendali. Mereka melakukannya dengan aneka tujuan dan kepentingan. Ada yang sekadar untuk mempertahankan hidup, misalnya karena kekurangan kebutuhan pokok dan kekurangan lahan untuk membuka ladang.Â
Ada juga yang serakah karena ingin kaya, mengingat pohon-pohon yang dibalak dan dirambah adalah jati dan mahoni yang bernilai ekonomi tinggi dan pasarnya terbuka sampai ke luar Sumba.
Kedua, pengawasan yang lemah. Terkait hal ini memang permasalahannya kompleks. Mulai dari aparaturnya, terutama Polhut, jumlahnya terbatas. Anggaran operasionalnya minim.Â
Sarana peralatan, termasuk kendaraan operasional, juga terbatas. Belum lagi, ada oknum-oknum aparaturnya yang nakal. Misalnya, ada personil yang terlibat dalam penjualan kayu, sehingga sulit untuk melakukan tindakan penegakan hukum terhadap pembalak dan perambah hutan.
Dan ketiga, kewenangan. Kewenangan penanganan kehutanan sekarang ini sudah beralih ke provinsi sejak keluarnya Peraturan Pemerintah No 18 Tahun 2016 Tentang Perangkat Daerah. Akibatnya, perhatian pemerintah kabupaten dalam hal penanganan kehutanan menjadi terabaikan.
Mengingat dampak dari kerusakan kawasan hutan di Sumba Barat Daya sangat besar, maka seharusnya tidak boleh dibiarkan berlangsung sampai menjadi lebih parah lagi. Artinya, sangat perlu dan mendesak untuk dilakukan upaya-upaya serius dalam penanganannya.
Dalam konteks tersebut, hemat saya, solusinya harus kompleks. Meningkatkan jumlah dan frekuensi pembinaan aparatur, anggaran dan sarana peralatan di sektor kehutanan sangat penting dan mendesak.
Mengembalikan urusan penanganan kehutanan di kabupaten, juga sangat penting dan mendesak. Melakukan reboisasi atau penghijauan kembali, juga sangat penting dan mendesak.