Oleh Rofinus D Kaleka
SUATU senja di bale-bale bambu sebuah lopo kecil beratapkan ilalang kering di bawah kanopi pohon-pohon jambu mete yang sedang dihiasi rangkaian buahnya yang berwarna merah dan siap dipanen, tampak Kahi Leba santai berselonjor kaki. Di lopo pola joglo khas daerah itulah, perempuan hampir setengah baya itu biasanya melepas kesumpekannya.
Adonan sirih-pinang di mulut Kahi Leba belum memerah, saat anak anjing kesayangannya meradang menggonggong. Isyarat ada orang lain yang sedang memasuki pekarangannya. Ia segera menoleh ke arah pintu pagar.
"Perempuan itu lagi, apa ia tidak punya kepekaan sama sekali kalau dirinya saya tidak sukai, sama seperti orang-orang di sekitarnya juga yang tidak menyukainya," gumam Kahi Leba dalam hatinya.
***
Setelah menerima Kaleku, tas sirih pinang dari Kahi Leba, tamu perempuan yang berpendidikan cukup itu, memulai celotehnya.
"Ana minye, kau tahu tidak! Tadi baru saja saya nonton televisi. Retno Serempet sudah ditangkap polisi. Gara-garanya ia buat berita hoax. Berita bohong, maksud saya," kata Rota Ngada, nama tamu itu, bersemangat. Ana Minye adalah sapaan halus untuk sesama perempuan.
"Berita yang kamu katakan ini bukan berita bohong to?" respon Kahi Leba sekenanya.
"Kamu ini ana minye susah sekali percaya kalau saya yang omong. Setiap kali saya omong sesuatu, kamu selalu saja bilang, tidak bohong 'kan? Ini benar, tidak bohong," ketus Rota Ngada.
Untuk meyakinkan Kahi Leba, maka Rota memberikan penjelasan, "Retno bilang ia dipukul oleh premannya Jomin sehingga wajahnya bengkak. Padahal bengkak di wajahnya akibat operasi plastik yang tidak sempurna. Ia mau ubah itu wajah tuanya yang sudah keriput menjadi kencang seperti gadis lagi. Berita bohong dari Retno ini ditanggapi oleh sejawatnya yaitu Prasa, Amis, Fazon, Faham, dan yang lain dengan menuding Jomin sebagai pelakunya. Orang-orangnya Jomin tidak terima dan melaporkan kepada polisi. Hasilnya, Retno memang bohong, maka diciduk polisi."
"Baguslah. Itu ganjaran setimpal buat dia. Mudah-mudahan juga itu orang-orang yang suka bikin hoax, suka bohong, suka dusta dan suka fitnah, serta yang suka bawa mulut dan suka mengadu orang, mendapat pelajaran dari kasus Retno tersebut," timpal Kahi Leba.
***
Berita yang disampaikan Rota Ngada tadi adalah fakta yang sedang terjadi. Namun dapat dimaklumi juga jika Kahi Leba sulit mempercayainya. Karena Rota Ngada memang dikenal tukang bohong oleh warga sekitarnya.
Sudah beberapa kasus yang terjadi akibat berita bohong yang dibuat Rota Ngada. Tiga pasangan suami isteri kacau rumah tangganya karena berita bohong yang dibuat Rota. Keluarga Kahi Leba sendiri kurang mendapat pelayanan sewajarnya dari kepala desa setempat karena fitnah yang dibuat oleh Rota. Seorang bapak tetangganya masuk penjara karena melakukan kekerasan terhadap kawan dekatnya, gara-gara berita bohong dari Rota.
 "Sudah berkali-kali saya bilang kepadamu ana minye, supaya berhenti bohong. Kalau kamu masih meneruskan perilakumu itu, suatu waktu kamu akan diserempet polisi juga seperti Retno Serempet tadi," pesan Kahi Leba kepada Rota Ngada.
"Saya 'kan sudah lama bertobat. Tapi kamu selalu saja masih curiga," kata Rota.
"Ya, baik. Saya hanya ingatkan saja bahwa bohong itu mahal. Akibatnya mahal. Bisa menghabiskan waktu, tenaga dan biaya. Juga kehilangan kepercayaan," kata Kahi Leba.
Rota mulai tidak nyaman dan pamit pulang. "Biar kamu tidak datang lagi. Masih banyak teman saya yang baik-baik dan tidak bikin susah," gumam Kahi Leba.
Tambolaka, 7 November 2018Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H