Meskipun cium hidung sudah menjadi tradisi dan kebudayaan orang Sumba, cium hidung tidak dilakukan sembarangan saja. Bukan kapan saja dan di mana saja. Tidak diobral setiap saat dan di segala tempat serta situasi.
Tapi hanya dalam momentum-momentum tertentu saja. Misalnya, saat proses pelaksanaan tradisi perkawinan, pesta pernikahan, ulang tahun, hari raya besar keagamaan, pesta adat, kedukaan dan acara perdamaian. Di samping itu juga saat penerimaan tamu-tamu yang dianggap terhormat atau agung yang berasal dari wilayah Sumba sendiri.
Apa filosofinya
Cium hidung sesungguhnya mempunyai makna dan filosofi yang majemuk dan sangat dalam. Hidung adalah salah satu bagian dari anatomi tubuh manusia yang digunakan untuk bernapas. Hidung juga adalah salah satu alat indera manusia yaitu penciuman.
Dengan cium hidung berarti kita merapatkan wajah kita sedekat mungkin. Boleh juga testa kita bersentuhan. Tapi jangan sekali-kali menyentuhkan bibir kita.
Dengan kedekatan wajah seperti itu, maka menunjukan bukan saja kedekatan fisik tapi juga kedekatan dan pertukaran napas kehidupan. Hal ini melambangkan relasi kita yang sangat menyatu, akrab, bersahabat, bersaudara, bersolider dan saling mengasihi.
Benarkah demikian? Tidak perlu ragu, memang itulah filosofi dasarnya. Setidaknya ini menurut pemahaman saya sih! ***
Rofinus D Kaleka *)
Jakarta, 20 Maret 2018