Tanggal 17 Maret dikenal sebagai salah satu hari besar nasional yaitu Hari Perawat Nasional. Sayang sekali tidak ada gaung peringatannya. Sepi-sepi saja. Semacam kurang atau tidak dipedulikan. Padahal eksistensi dan peranan perawat dalam pembangunan nasional dan daerah, khususnya di bidang kesehatan masyarakat, tidak bisa dipandang sebelah mata.
Perawat mempunyai peranan yang sangat strategis, penting dan besar serta vital dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Tugas dan tanggungjawab perawat, terutama yang tinggal di daerah pedesaan, teristimewa yang terpencil, jauh lebih vital dan juga sangat berat. Bukan sebuah ungkapan hiperbola, kalau mereka diberi predikat sebagai "Patriot Kemanusiaan di Pedesaan Terpencil".
Tipologi daerah pedesaan kita, hampir semuanya sama, kecuali di Pulau Jawa dan Bali, kondisinya serba terbatas. Fasilitas infrastrukturnya minim, seperti sarana Puskesmas/Pustu, jalan raya, tempat tinggal, listrik dan air. Â Medan tugasnya berat dan penuh tantangan, baik karena topografi pegunungan/perbukitan maupun jarak tempat tinggal penduduk yang jauh dan terisolasi. Dan pendidikan masyarakatnya masih rendah (SD/SMP).
Disamping itu, kelangkaan tenaga dokter. Kalaupun ada tenaga dokter yang ditempatkan di pedesaan, biasanya tidak betah tinggal di pedesaan dan memilih tinggal di daerah perkotaan. Dokter hanya hadir di desa pada pagi dan siang hari saja. Sore dan malamnya, mereka lebih enjoy buka praktek di perkotaan. Ya harap maklum saja.
Kondisi pedesaan seperti itulah yang menjadi medan gelut para perawat kita. Termasuk juga medan pelayanan para bidan desa kita. Tapi patut diacungi jempol, bukan aral bagi para perawat untuk menjalankan pengabdian kemanusiaan yang tulus. Memang ada juga perawat yang bekerja asal-asalan saja. Tidak punya dedikasi dan komitmen moral untuk melayani masyarakat yang sakit. Ini sih karena karakter bawaan saja. Bisa juga karena kompetensi yang rendah.
Bukan Isapan Jempol
Bukan isapan jempol belaka, sepakat atau masih ragu-ragu tidak apa-apa juga, perawat mempunyai peranan yang sangat strategis sebagai "ujung tombak" dalam memajukan dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di daerah pedesaan. Siapa bilang, mereka lalai, pemalas, tidak tekun dan kurang telaten dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat? Bahkan mereka telah bekerja melampaui tugas pokok dan fungsinya, bisa lintas wilayah pedesaan dan tupoksi pula, karena kelangkaan petugas medis lainnya, seperti dokter dan bidan desa.
Mereka harus memberikan pelayanan kesehatan, bukan sekadar standar tapi juga ekstra, karena desakan kebutuhan masyarakat yang menderita penyakit, seperti malaria, diare, batuk, pilek, demam, sakit gigi dan lain-lain. Mau tidak mau mereka harus memberikan bantuan pelayanan pengobatan (dan juga menyuntik, jika memang dibutuhkan oleh masyarakat). Â Mereka juga harus ekstra menyiapkan obat-obatan secara swadaya untuk penyakit umum yang sering terjadi di dalam masyarakat, khususnya untuk keperluan di luar jam kerja, misalnya sore dan malam hari.
Disamping itu, karena kelangkaan tenaga bidan desa, perawat juga harus memberikan pelayanan kesehatan kepada ibu-ibu hamil, mulai dari awal mengandung, membantu proses kelahiran, sampai pasca kelahiran. Misi yang mulia ini bertujuan untuk menghindari atau menekan terjadinya kasus kematian ibu dan bayi serta gizi buruk.
Belum lagi, karena kekurangan tenaga lapangan penyuluh Keluarga Berencana (KB), maka perawat juga menjadi sasaran untuk memerankan tugas penyuluhan KB. Apalagi jika sudah berkaitan dengan pemasangan alat-alat kontrasepsi, seperti IUD dan Inplant, perawat juga sibuk membantu dokter. Bahkan perawat yang sudah berpengalaman, justeru lebih mahir dari dokter-dokter muda.
Perlu Bimtek Keperawatan dan Kedokteran