Sayang suasana saat itu terlalu panas. Jadi saya tidak tega juga untuk segera memintanya mengambil gambar dengan background di dalam Parona Rate Nggaro. Karena saya harus cepat meninggalkan Parona itu, maka saya titip pesan kepadanya untuk tetap mengambil gambar di destinasi itu selepas acara sosialisasi.
"Sudah banyak gambar yang saya ambil di lokasi ini bapak," tuturnya merespon pesan saya.
"Tolong ambil gambarmu dengan busana seperti ini. Unik dan indah. Sangat pariwisata. Kirim ke WA-ku ya," pesanku mengingatkannya. Nona Mitra mengiyakan. Saya dan kawan-kawanku segera pamit dan berlalu.
Dua hari berlalu, tidak ada kabar berita dari Nona Mitra. Sayapun tidak menanyakannya, baik melalui WA maupun menelpon ke selulernya.
Mujurpun datang, Kamis siang, 15 Maret 2018, saya berjumpa Nona Mitra di sebuah kantor di Kadul, pusat Pemerintahan Kabupaten Sumba Barat Daya. Karena kami memang cukup akrab, maka saya langsung menanyakan foto-fotonya.
"Ada bapak," ungkapnya.
"Bisa transfer sekarang melalui WA-ku?" pintaku seperti menagih.
"Jangan lupa juga mengirimkan komentarmu tentang Rate Nggaro. Boleh dalam bahasa indonesia atau juga bahasa inggris," lanjutku sebelum ia meresponnya.Â
"Sebentar saya kirim bapak," jawabnya memberi keyakinan kepadaku.
Belum lama berselang foto-fotonya masuk di WA-ku. Foto-foto yang cantik dengan latar belakang yang indah. Satunya direkam saat Mitra memainkan jari-jemarinya pada 4 snar musik tradisional Sumba bernama Dungga,masih di bale-bale rumah adat di parona. Yang lainnya direkam di tanjung mungil Rate Nggaro dengan latar belakang muara dan parona indah Rate Nggaro serta parona indah Wainyapu. Unik dan menarik bukan? Cantik dan indah serta juga pesonanya menggoda bukan?