Di Sabtu pagi, 10 Maret 2018, saya bersama kawan-kawanku, berangkat menuju Desa Wainyapu, Kecamatan Kodi Balaghar, Kabupaten Sumba Barat Daya, untuk menyaksikan atraksi Pasola hari terakhir dalam festival Pasola tahun ini. Sekitar satu jam waktu yang kami habiskan untuk tiba di arena lapang Pasola Wainyapu.
Cuaca di arena lapang terlihat cerah. Cakrawala di langit memancarkan wajah biru yang terlukis indah oleh bercak-bercak awan putih seperti kristal. Sehingga cahaya matahari tidak terhalang sedikitpun untuk memanggang bumi. Hangat dan cenderung panas. Berbeda jauh dengan cuaca yang kami alami di awal perjalanan yang diiringi hujan rintik.
Saya bersama kawan-kawan seperjalananku, sebagai pewarta, memperoleh kehormatan khusus untuk berada di panggung tribun. Di tribun ini juga tampak Plt Bupati Sumba Barat Daya, Drs. Ndara Tanggu Kaha, yang ditemani oleh beberapa pejabat penting di daerah tersebut. Ndara Tanggu Kaha adalah putra asal wilayah penyelenggaraan Pasola ini. Kami yang berada di posisi tribun, secara otomatis aman dari sengatan cahaya matahari.
Atraksi Pasola saat itu berlangsung aman dan damai. Sehingga para penonton dapat menyaksikan jalannya Pasola dengan rasa nyaman. Juga para pewarta, termasuk wisatawan, dapat meliput atraksi Pasola dengan leluasa. Saat pertengahan Pasola, beberapa media massa eletronik dari luar Sumba, sempat mewawancarai Plt Bupati Sumba Barat Daya.
Kondisi minimnya peserta atraksi Pasola di Wainyapu itu, membuat saya penuh tanda tanya. Saya sangat khawatir, kondisi itu merupakan isyarat makin merosotnya jumlah populasi kuda sandelwood di wilayah Kodi. Tentu hal ini perlu menjadi bahan evaluasi penting bagi para pemangku kepentingan di wilayah tersebut untuk memperhatikan peningkatan populasi kuda sandelwood.
Belum lama berselang, tiba juga sahabat kami Umbu Remu Samapaty bersama ibunya, setelah dijemput oleh Lodowayk dari arena lapang Pasola. Umbu ini adalah salah satu pejabat teras dalam jajaran birokrasi pemerintahan di Kabupaten Sumba Barat Daya. Anak ganteng ini adalah putra asli Wewewa Utara, masih wilayah Sumba Barat Daya juga.
Dari Kampung Adat Wainyapu kami menuju ke Desa Waiha, untuk memenuhi undangan Bapak Ndara Tanggu Kaha untuk santap siang juga. Mau tidak mau kami pun makan lagi secukupnya.