Sumba, salah satu pulau besar di Provinsi Nusa Tenggara Timur, secara umum dikenal sebagai daerah yang kering dan gersang. Wajar karena iklim di Sumba memang termasuk ekstrim. Setiap tahun masa kemaraunya 8-9 bulan dan waktu penghujannya sekitar 3-4 bulan. Namun demikian tidak berarti Sumba tidak memilih hutan dan air.
Berkaitan dengan air ini, di Sumba sebetulnya tidak kurang sumber air. Air bawah tanahnya melimpah. Disamping itu, juga banyak sungai, mata air, dan air terjun yang tidak pernah kering sepanjang tahun. Hanya yang menjadi masalah adalah tidak terjangkau, berada pada posisi kedalaman dan ketinggian, serta jauh dari pemukiman penduduk. Harap maklum, upaya untuk mendekatkan air kepada warga masyarakat memerlukan investasi besar.
Sumber airnya dari sungai bawah tanah. Entah dari mana asal-usulnya, merupakan misteri tersendiri. Air besar itu keluar di mulut gua yang cukup besar, sekitar 4 x 5 meter, tinggi dan lebarnya. Dari mulut gua, air ini terjun sekitar tiga meter ke palungan di bawahnya. Air terjun ini deras dengan daya dan atau debitnya lebih dari 1.000 (seribu) liter per detik.
Sejak 1976, air terjun Waikelo Sawah tersebut dibangun oleh pemerintah, ketika itu masih wilayah Kabupaten Sumba Barat, menjadi bendungan mini. Sumber air irigasi setengah teknis, yang mengairi areal persawahan lebih dari 1.150 hektar di wilayah sekitarnya. Sawah-sawah subur ini terbentang dan menyebar mencakup  beberapa desa,  diantaranya yaitu Tema Tana, Kalembu Ndara Mane, Mareda Kalada, Pada Eweta, Wee Rame, dan Dikira. Sawah-sawah inilah yang menjadi salah satu sumber stok pangan di wilayah Kabupaten Sumba Barat Daya.
Bendungan Waikelo Sawah tersebut, juga menjadi sumber energi baru terbarukan sejak dibangun. Dengan debit airnya yang relatif stabil sepanjang tahun, air terjun Waikelo Sawah menjadi sumber Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) pertama di wilayah Sumba.
Di sekitar bendungan Waikelo Sawah, juga dibangun kolam-kolam ikan air tawar oleh pemerintah setempat. Sehingga daerah Waikelo Sawah menjadi sumber ikan air tawar dan bibit ikan air tawar, seperti lele, nila, dan karpel. Memang harus diakui belum mampu memenuhi kebutuhan dalam wilayah kabupaten tersebut.
Sejak Waikelo Sawah dibangun menjadi bendungan, seiring pembangunan sarana jalan yang baik (beraspal) menuju lokasi kaki bukit tersebut, maka bendungan Waikelo Sawah bukan lagi sekadar irigasi dan sumber PLTA. Waikelo Sawah  juga menjadi destinasi menarik dan indah karena memiliki keunikan tersendiri.
Gua tersebut mempunyai stalaktit-stalagmit yang indah. Di mulut gua misalnya, menampilkan rupa seperti gigi atau taring. Sehingga banyak pengunjung terkesima dan terkesan serta menyebutnya mirip seperti gigi raksasa. Raksasa yang sedang menyemburkan air dari mulutnya.