Mohon tunggu...
Rofinus D Kaleka
Rofinus D Kaleka Mohon Tunggu... Insinyur - Orang Sumba. Nusa Sandalwood. Salah 1 dari 33 Pulau Terindah di Dunia. Dinobatkan oleh Majalah Focus Jerman 2018

Orang Sumba, Pulau Terindah di Dunia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Rato Nale

5 Februari 2018   12:52 Diperbarui: 5 Februari 2018   19:05 1078
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salam dan Bahagia.

Para sahabat Kompasiana yang saya kasihi, saya ajak mari kita tinggalkan Manado, Sulawesi Utara, untuk kembali ke Sumba Barat Daya, Pulau Sumba, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Sebagaimana para sahabat telah mengikuti beberapa artikel terdahulu yang saya posting di media Kompasiana tercinta ini tentang kisah Tradisi Ritus Nale dan Pasolanya, selalu muncul sosok tokoh yang dinamakan "Rato Nale". Mungkin saja para sahabat sempat bertanya dan ingin tahu apa dan siapa Rato Nale itu. Inilah yang ingin saya jawab melalui artikel sederhana ini.

Gelar

Saya mengawalinya dengan menjelaskan arti kata "Rato" dan "Nale". Kata Rato secara harfiah berarti "kaya".  Orang-orang Sumba, terutama di wilayah barat, yang mempunyai harta banyak seperti emas kuno, kerbau, kuda, sapai, babi, kambing dan ayam disebut "Toyo Rato (dieja: torato) atau Ata Rato". Tempo dulu, Torato ini adalah para bangsawan Sumba.

Para bangsawan ini, selain disebut dengan predikat Maramba, juga disebut Rato. Orang Sumba juga mempunyai pengakuan tersendiri terhadap orang-orang istimewa yang mempunyai pengetahuan luas dan wawasan tentang adat-istiadat dan kebudayaan serta religiusitas asli lokal. Orang-orang ini juga disebut Rato.

Singkatnya, kata "Rato" yang berarti "kaya", adalah gelar bangsawan dan sesepuh adat untuk delapan suku di wilayah Pulau Sumba yaitu Kodi, Loura, Wewewa, Loli, Wanukaka, Lamboya, Gaura, dan Tana Righu. Sedangkan kata "Nale", agak sulit ditemukan padanan ke dalam bahasa Indonesia. Namun wujudnya jelas yaitu cacing laut yang dapat dikonsumsi oleh manusia.

Dalam konteks tradisi Nale, Rato Nale adalah seorang sesepuh adat atau imam adat yang mempunyai tugas utama mengatur penanggalan, bulan dan tahun menurut perhitungan adat. Sehingga Rato Nale disebut juga sebagai Mori Ndyoyo (Tuan Tahun). Di samping itu, Rato Nale juga bertugas mengatur tata ibadah dan prosesi perayaan tradisi nale. Dan selaku imam, selama menantikan kedatangan Sang Dewi Nale, Rato Nale menjalankan semedi yang disebut Kabukut. 

Orang tua dengan baju merah dan ikat kepala hitam, wakil Rato Nale sekarang ini. Beliau masih sehat dan sering mewakili Rato Nale, terutama dalam urusan penyelenggaraan Pasola. (dokumentasi pribadi)
Orang tua dengan baju merah dan ikat kepala hitam, wakil Rato Nale sekarang ini. Beliau masih sehat dan sering mewakili Rato Nale, terutama dalam urusan penyelenggaraan Pasola. (dokumentasi pribadi)
Peranan

Rato Nale bukanlah imam adat umum seperti Rato Marapu yang memimpin doa dalam upacara pesta adat, syukuran, musibah atau orang sakit. Rato Nale adalah imam adat yang secara khusus bertugas menata masa / musim dalam jangka waktu tahunan, menghitung bulan dan tanggal, berkaitan masa rekreasi, masa kerja, masa pantang (paddu) dan masa panen, yang semuanya berhubungan erat dengan "Tradisi Ritus Nale", termasuk di dalamnya iven Pasola, sebagai perwujudan keimanan kepada Marapu para leluhur dan Marapu Sang Pencipta yang disebut Myori Mawolo Marawi.

Jabatan Rato Nale bukan hasil pemilihan biasa seperti musyawarah mufakat atau aklamasi. Rato Nale dipilih melalui suatu upacara ritus aliran kepercayaan Marapu yang dipimpin oleh para Rato Marapu yang disebut "Hamburuni la Urato" (dipersembahkan dan didoakan untuk mendapat restu dari Dewi Nale). Begitu seseorang tetua adat terpilih sebagai Rato Nale maka jabatannya berlangsung seumur hidup.

Pengalaman dan fakta selama ini, tetua adat yang terpilih untuk menduduki jabatan Rato Nale adalah orang yang mampu berdoa dalam pitutur mantra syair-syair adat, hidup saleh, setia pada pantangan, misalnya tidak makan nasi jagung, dan tinggal di kampung adat. Oleh karenanya jabatan Rato Nale sampai sekarang juga dianggap "suci".

Sebagai gambaran, sejak jaman dahulu kala (yi nowo notu) sampai sekarang, jabatan Rato Nale hanya ada di wilayah suku Kodi. Jabatan tersebut dipegang oleh dua orang tetua adat dan berkedudukan di dua kampung adat yang berbeda yaitu Mbukubani dan Tohikyo (lidah kolonial Belanda menyebutnya Tossi). Dua Rato Nale ini mempunyai tugas masing-masing.

Rato Nale di Mbukubani, bertugas sebagai pelaksana yaitu kabukut (semedi), mengatur hawuku(penanggalan) dan pemegang pusat ibadah Nale. Tugas yang diemban ini disahkan dengan prasasti adat yang diserahkan sejak awal mula oleh nenek-moyang, yaitu kareco londo Laka, pandalu ndunga Haghu (jala yang didudukkan Laka, tempayan yang ditempatkan Haghu), Pengga nja pakeket, Ngguhi nja padandang (Pinggan yang tak dapat diangkat-angkat, Goci yang tak dapat dipindah-pindahkan), dan Wulu horo madeta, Pandi nja mete katakku (Mahkota tinggi, Panji berkepala hitam).

Sedangkan Rato Nale di Tohikyo, bertugas sebagai pelaksana yaitu na kiara ndoyo, baghe wulla (yang menduga tahun, menghitung bulan) dan halato hemba napu (memeriksa usaha kintal dan pekarangan). Tugas yang diemban ini disahkan dengan prasasti adat yang diserahkan sejak awal mula oleh nenek-moyang, yaitu bokot runga rara (sebatang tombak emas) dan hori hada lawo longge (sarung ikat dan sarung dewangga).

Dengan demikian, jabatan dan tugas sebagai Rato Nale, merupakan simbol keimanan kepada Marapu dan kekuasaan (otoritas) dalam penataan tradisi ritus nale, yang harus tetap terus dijunjung tinggi dan dihormati.

Demikian pula, berkaitan dengan waktu pelaksanaan iven Pasola, harus tetap menjadi otoritas Rato Nale yang tidak boleh diintervensi oleh siapapun juga.

Inilah sepercik gambaran tentang Rato Nale. Mudah-mudahan bermanfaat, ya setidaknya sebagai bahan ceritera di waktu lowong atau pengantar tidur.

Rofinus D Kaleka *)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun