Kendati demikian, Frans Wora Hebi selalu menyisihkan waktu, walau hanya sedikit, untuk bertegur sapa atau ngobrol santai dengan kami. Kadang-kadang kami ngobrol berdua saja. Ngobrol tentang banyak hal. Biasalah mulai dari kabar keluarga di Kodi sampai pada pengalaman jurnalistiknya, baik yang penuh puja-puji maupun yang menantang adrenalin beresiko tinggi. Tutur bahasanya sederhana tanpa riak dan santun, terkadang seperti sedang berbisik-bisik. Namun bahasanya tetap gramatikal, sistematis dan sarat makna. Ia tidak pernah menuturkan kata-kata yang kasar atau sarkastis. Ia juga tidak pernah mengobrolkan sesuatu yang bersifat rumor.
Sejak awal ngobrol dengan Frans Wora Hebi, ternyata ia mengenal secara cukup baik kedua orang tua saya. Sehingga saya pun cukup dekat dengannya. Semacam terbentuk hubungan familiar di antara kami. Bukan lagi seperti guru dan murid, Â tapi layaknya keluarga sendiri, antara ayah dan anak .
Membimbing Belajar Jurnalistik
Frans Wora Hebi juga bukanlah tipe orang yang sekikir dengan ilmu pengetahuan dan pengalamannya berkaitan dengan kreativitas tulis-menulis. Suatu waktu, ia mengajak dan sekaligus membimbing kami siswa-siswi yang berminat  untuk  "Belajar Jurnalistik".  Kegiatan ekstra kurikuler ini berlangsung sekitar tiga sore hari di ruangan fisika SMA Anda Luri. Di sini ia dengan tekun membimbing kami tentang kiat-kiat menulis berita secara praktis dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Ia juga memotivasi kami berkaitan dengan nilai manfaat menjadi seorang jurnalis.
Kegiatan tersebut memang cukup singkat namun sangat berkesan dan bermanfaat. Memang waktu masih di SMA kami belum bisa mengekspresikannya. Sebatas mengerti saja tentang jurnalistik. Tapi setelah itu, khususnya saya sendiri, Â ketika kuliah di Yogyakarta, ilmu dan motivasi jurnalistik dari Frans Wora Hebi tersebut dapat menemukan muara yang sesuai. Tentu saja juga setelah di Kota Yogya, saya bertemu dan belajar dari para senior yang sedang berproses dan telah menjadi jurnalis, baik yang ada di kampus maupun di luar kampus. Satu nama yang tidak pernah saya lupakan adalah almarhum Emanuel Rehi Kaley. Dia adalah senior, teman, sahabat dan juga guru jurnalistik saya. Kemudian jadilah saya sebagai jurnalis dan editor yang cukup berkompeten dengan segala imbas positifnya, seperti nama yang populer dan tertolong dalam soal finansial di tanah rantau.
Jurnalis yang Terus Berkarya
Sejak mengenalnya sampai dengan kondisi sekarang ini, Â Frans Wora Hebi adalah tipe orang yang tidak bergeming alias tetap setia dan tekun pada talentanya sebagai jurnalis. Ia sama sekali tidak berusaha alih profesi, misalnya di bidang usaha swasta dan politik.
Sebagai jurnalis, Frans Wora Hebi tidak mengenal situasi pasang surut dalam berkarya. Ia terus menulis tak kenal batas waktu dan usianya, mulai sejak mahasiswa sampai dengan sekarang. Ia piawai dalam menulis berita, reportase, feature dan opini. Pilihan sudut pandangnya menarik dan dikemasnya dengan ulasan gaya bahasa yang seirama bertutur, lugas dan indah namun santun serta tetap taat asas bahasa indonesia yang baku, baik dan benar.
Frans Wora Hebi juga sering menulis puisi dan ceritera pendek, yang dipublikasikannya melalui berbagai media massa cetak. Â Ia juga ternyata sangat mencintai kesusasteraan daerah, seperti dongeng dan legenda daerah Sumba. Beberapa diantaranya sudah dikemasnya, menuliskan kembali, menerjemahkan dari bahasa daerah ke bahasa Indonesia, suatu pekerjaan yang tidak mudah tentunya. Kemudian disatukannya dalam bentuk buku bunga rampai "Ceritera Rakyat Kodi" dan telah diterbitkan oleh relasi-relasinya yang berempati dengan usaha pelestarian kesusasteraan daerah.
Dalam upaya mewujudkan karya-karya jurnalistiknya itu, sepertinya Frans Wora Hebi telah membebaskan diri dari kepentingan untuk meningkatkan kehidupan ekonominya. Sebagaimana saya sendiri ikuti, dapat dirunut dari produktivitasnya menulis di beberapa media massa cetak lokal yang terbit di Sumba, yang rata-rata keadaannya "hidup enggan mati tak mau", yang hampir dipastikan belum dapat memberikan imbalan jasa kepadanya. Barangkali inilah bentuk pengabdian dan support serta kebanggaan seorang jurnalis senior ketika melihat keberanian para jurnalis unior dalam merintis dan menumbuhkembangkan media massa cetak di daerah Sumba.
Akhirnya, profisiat untukmu Frans Wora Hebi. Bukanlah suatu hiperbola kalau disematkan Sang Ayah Jurnalis Sumba atau Rato Jurnalis Nusa Sandlewood. Mudah-mudahan Tuhan tetap memberkatimu dengan kesehatan yang prima. Kami tetap berharap supaya karya-karyamu terus mengalir dan dapat disaksikan cucu-cucu jurnalis generasi Sumba, tana Marapu negeri Nyale.