Mohon tunggu...
Rofinus D Kaleka
Rofinus D Kaleka Mohon Tunggu... Insinyur - Orang Sumba. Nusa Sandalwood. Salah 1 dari 33 Pulau Terindah di Dunia. Dinobatkan oleh Majalah Focus Jerman 2018

Orang Sumba, Pulau Terindah di Dunia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Frans Wora Hebi, Rato Jurnalis Nusa Sandelwood

27 Desember 2017   11:17 Diperbarui: 27 Desember 2017   11:37 1233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh Rofinus D Kaleka

(Tulisan ini adalah salah satu isi Buku Autobiografi Jejak Langkah Fran W Hebi, Wartawan pertama Sumba, 2017. Bunga Rampai ini diinisiasi oleh muridnya yang tinggal di Jakarta, yaitu Alex Japa Latu, Wartawan Majalah Inspirasi. Belum lama ini, buku tersebut diluncurkan di Waingapu Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur.)

KETIKA masih sedang duduk di bangku Sekolah Dasar Katolik (SDK) Wikico Kawango, Kecamatan Kodi, (ya sekitar empat puluh tahun yang lalu), saya sudah mulai mengenal nama Frans Wora Hebi, BA. Betul-betul sebatas "Nama"-nya saja. Sebuah nama yang menjadi sesuatu dan harum. Bukan sebagai seseorang yang berprofesi "guru" tapi lantaran sebagai "wartawan". 

Suatu talenta yang sangat langka di kala itu untuk ukuran satu daratan Pulau Sumba. Setahu saya, barangkali  dialah wartawan pertama orang Sumba yang berasal dari wilayah Kodi. Sehingga wajarlah di kala itu, ketika menyebut nama Frans Wora Hebi terasa ada nuansa impresi impulsif tersendiri yang cukup menggetarkan di kalangan masyarakat Sumba.

Saya mengenal nama Frans Wora Hebi dari ceritera orangtua saya, Bapak Paulus Yeru Kaleka (almarhum) dan Ibu Katrina Wora Wonda. Karena mereka sama-sama satu almamater di SMP Katolik Wona Kaka, Homba Karipit, Kodi. Dan selama di SMP tersebut, Frans Wora Hebi, sempat tinggal dan sering bersilaturahmi di kampung Mboro, pada keluarga almarhum Dominikus Rehi Dengo. Kampung tersebut juga merupakan tempat tinggal ibu saya.

Nama Frans Wora Hebi juga saya kenal dari kisah masyarakat sekitar yang pernah mengalami masalah baik perdata maupun pidana. Mereka ini adalah orang-orang kecil dan tidak berpendidikan, yang  mendapat perlakukan tidak adil dari pihak aparat. Mereka dengan susah payah pergi menemui Frans Wora Hebi yang tinggal di Lewa, Kabupaten Sumba Timur. Di sana mereka mengadukan persoalannya dan meminta bantuan Frans Wora Hebi. Menurut pengakuan mereka, setelah pulang dari Lewa, aparat yang menangani persoalan yang mereka hadapi menjadi kooperatif. Bahkan beberapa orang di antara mereka ada yang terbebaskan dari belenggu persoalannya. Seperti apakah kiat-kiat yang dilakukan Frans Wora Hebi, mereka sendiri pun kurang memahami.    

Di samping itu, saya juga mengenal nama Frans Wora Hebi melalui berita-berita penting dan aktual yang terjadi di seputar Pulau Sumba, yang ditulisnya pada Majalah Bulanan DIAN, yang diterbitkan di Ende, Flores. Majalah tersebut di kemudian hari berubah rupa menjadi Surat Kabar Mingguan (SKM) DIAN. Surat Kabar ini ketika itu beredar sampai ke desa-desa di seluruh Provinsi Nusa Tenggara Timur, termasuk Pulau Sumba.

Sejak mengenal "Nama" Frans Wora Hebi dan SKM DIAN, saya juga mulai mengenal profesi wartawan dan jurnalistik. Dan sejak saat itu pulalah nama Frans Wora Hebi sebagai wartawan, selalu terbayang-bayang dalam alam pikiran saya. Dan barangkali karena pengaruh namanyalah, yang "menggoda" saya ketika di SMPK Wona Kaka, sehingga terpanggil memamerkan tulisan pada Majalah Dinding SMP tersebut.  Waktu itu bisanya sebatas menyadur karya-karya puisi Chairil Anwar dan WS Rendra saja. Tak bisa lebih dari itu, (mohon maklum ya), karena di SMP kami saat itu belum ada guru pembimbing yang memiliki kompetensi kreatif yang memadai dalam dunia jusnalistik dan sastra. 

Pertemuan  Tak Terduga

Ketika tamat pada SMP di atas (1985), saya melanjutkan belajar ke SMA Katolik Anda Luri, Waingapu, Sumba Timur. Dari Kodi menuju Waingapu pada masa itu merupakan perjalanan yang jauh. Karena keterbatasan sarana transportasi maka harus ditempuh selama dua hari. Harus menginap semalam pada rumah keluarga, kalau bukan di Waitabula ya tentu di Waikabubak.

Apakah karena singgah bermalam di Waitabula ataukah karena acara Pentahbisan Uskup Pertama Keuskupan Sumba Sumbawa, Mgr. G. Kherubim, SVD, pada 1986, saya tidak ingat persis lagi. Saat itulah, malam hari, pada rumah keluarga di Lokaki -- Waitabula, secara tak terduga, saya dapat bertemu dengan Frans Wora Hebi secara fisik untuk pertama kalinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun