SETIAP kali memperingati Hari Pahlawan, sebagaimana tangggal 10 Nopember 2017 lalu, secara refleks selalu ada gejolak sentimentil, mudah-mudahan hanya dirasakan penulis sendiri, berkaitan dengan penghormatan dan penghargaan terhadap para patriot atau pejuang pendahulu kita yang telah berjasa dalam merinstis dan merebut kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari cengkeraman kekuasaan bangsa kolonial (penjajah) Belanda dan Jepang. Semacam ada kesan ketidakadilan atau tebang pilih, mengingat sampai dengan usia kemerdekaan NKRI yang sudah lebih dari 72 tahun ini, masih saja ada para bunga bangsa kita, yang belum diproses sama sekali untuk diberikan rewardgelar "Pahlawan".
Berkaitan dengan momentum peringatan Hari Pahlawan tahun ini, penulis ingin menguntai catatan sejarah salah satu patriot bangsa dari Pulau Sumba, nusa sandelwood, yang sampai sekarang ini belum ada upaya konkret dari pihak manapun untuk dikaji rekam jejak historis kepahlawanannya, sebelum diproses untuk mendapatkan penghargaan gelar "pahlawan". Patriot dari Pulau Sandelwoodyang dimaksud bernama Wona Kaka.
Wona Kaka
Dalam catatan-catatan lepas dan kisah perseorangan yang ada di Sumba, Wona Kaka dikenal sebagai pemimpin laskar rakyat Kodi atau panglima perang Kerajaan Kodi ketika pecah perang antara rakyat Kodi dan kolonial (penjajah) militer Belanda yang sedang menduduki Pulau Sumba. Kini bekas Kerajaan Kodi itu, telah mekar menjadi empat kecamatan yaitu Kodi, Kodi Mbangedo, Kodi Utara, dan Kodi Balagahar, di Kabupaten Sumba Barat Daya.
Sampai saat ini, nama Wona Kaka ini sangat tersohor, harum dan legendaris, tentu saja masih dalam skala lokal wilayah Sumba. Secara regional Nusa Tenggara Timur (NTT) dan nasional, nama Wona Kaka memang belum populer namun dikenal juga oleh orang-orang tertentu yang bertugas di sektor pendidikan dan kebudayaan, karena mereka telah melakukan survei terbatas berkaitan dengan tokoh Wona Kaka dan sejarah patriotismenya.
 Tokoh Wona Kaka ini, secara lokal diakui eksistensinya, sebagai seorang "pahlawan". Wona adalah pariot atau pejuang rakyat Sumba yang sangat disegani dan ditakuti oleh Belanda, karena strategi gerakan perjuangan dan perlawanan dalam perang yang dipimpinnya, terkenal paling "woest atau liar" di daratan Sumba.
Pemicu Pecahnya Perang
Perang antara Wona Kaka dan Belanda pecah pada awal abad XX. Meskipun pemerintah militer Belanda sudah lama menduduki Pulau Sumba, namun pasukan militer Belanda memasuki wilayah Kerajaan Kodi baru pada 1905. Kedatangan Belanda ini, berkekuatan satu detasemen di bawah pimpinan Kapten Dijckman. Sementara Kerajaan Kodi ketika itu berada di bawah kekuasaan Raja Rato Loghe Kanduyo yang bergelar "Hangandi atau Sangaji".
Sejak itulah, militer Belanda serta merta langsung melaksanakan operasi pendudukan, menaklukan dan menguasai, wilayah Kerajaan Kodi. Selama pendudukan militer Belanda ini, dari 1905 Â sampai 1910, Â telah menyebabkan penderitaan baik fisik maupun moril bagi rakyat Kodi. Sehingga melahirkan gerakan perlawanan rakyat Kodi yang direstui oleh Raja Kodi. Kemudian meletuslah perang antara Laskar Rakyat Kodi dan militer Belanda pada 1911.
Ada sekitar enam faktor pemicu yang menyebabkan pecahnya perang tersebut. Pertama, pemecahan kedaulatan wilayah Kerajaan Kodi secara sewenang-wenang oleh Belanda, hanya dengan suatu Korte Verklaring (pernyataan pendek) menjadi dua bagian wilayah kerajaan (Mbangedo yang mencakup Mbalaghar dan Kodi Bokolo).
Kedua, pajak yang sangat berat, berupa mata uang, termasuk mata uang emas poundsterling.Uang bagi rakyat Kodi saat itu adalah barang langka, sehingga tidak mampu membayar pajak. Akibatnya mereka disiksa dengan cambuk dan kurungan. Disamping itu, juga harta milik mereka berupa ternak diambil paksa oleh petugas pajak.