TIGA Â bulan yang lalu, sehari penuh, tepatnya Kamis, 21 September 2017, saya bersama beberapa kawan, berkesempatan menemani Tim The Tour Ranger, salah satu program unggulan televisi swasta nasional TRANS7, yang melakukan shooting di wilayah Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD). Saat itu mereka memilih dua destinasi unggulan SBD sebagai lokasi shooting yang menantang adrenalin, yaitu Laguna Wekuri dan Pantai Mandorak, di Desa Moro Manduyo, Kecamatan Kodi Utara.
Dua hari sebelumnya, mereka telah melakukan shooting di dua destinasi menarik lainnya, masih dalam wilayah SBD juga. Hari pertama di Air Terjun Loko mBoro, Kecamatan Wewewa Timur. Sedangkan hari kedua, di Kampung Adat situs Umbu Koba, Kecamatan Wewewa Selatan. Di dua tempat ini, saya tidak sempat bersama mereka.
Kami tiba di destinasi Laguna Wekuri, sekitar jam sembilan pagi Wita. Lebih kurang tiga puluh menit waktu yang kami gunakan dari Tambolaka, ibukota Kabupaten SBD. Ketika kami tiba di laguna berair asin dan jernih bening bersih, unik dan indah itu, empat orang sahabat The Tour Rangers Trans7, penjelajah nusantara yaitu Ibrahim Risyad, Alya Putri, Dita Fakhrana, dan Jeremiah Lakhwani, sontak berteriak-teriak mengungkapkan rasa kegembiraan mereka.
Lain lagi komentar Alya, sapaan Alya Putri. Artis cantik ini dengan rasa kagum menyebut Wekuri, "Seperti cermin raksasa di bibir pantai Sumba."
Sementara Ibrahim Risyad dan Dita Fakhrana, tampak tenang-tenang saja sambil menikmati panorama keindahan Wekuri. Demikian juga dengan Mas Agung, sang sutradara dan kawan-kawannya, sambil menikmati keindahan Wekuri, mereka segera menyiagakan peralatan shooting, setelah melakukan survei kilat untuk pengambilan angle adegan dan gambar.
Laguna tanpa ombak dengan airnya yang jernih dan kedalamannya hanya sekitar dua meter ini, sama sekali tidak menyulitkan bagi empat orang Sahabat Trans7 itu untuk melompat dari bibir anjungan sambil berenang di palungan Wekuri. Tim The Tour Ranger Trans7ini, tampak sungguh-sungguh betah di Wekuri.
Dari Wekuri kami menuju Pantai Mandorak di arah barat, yang jaraknya hanya sekitar satu kilo meter. Tiba di Mandorak, sekitar jam dua siang, Tim The Tour Ranger Trans7,tidak peduli lagi sengatan panas terik matahari. Mereka berhamburan ke pantai putih bersih sambil menikmati gelombang laut yang menantang dan memunratkan air ke udara setelah terpukul di tebing-tebing kokoh di sisi kanan kiri bibir pantai.
Pengambilan adegan di pantai Mandorak agak alot. Empat Sahabat Trans7 tampak khawatir terjun dari bibir tebing ke air laut. Karena jarak dari bibir tebing ke permukaan air sekitar 16-17 meter. Belum lagi kedalaman lautnya yang memang tidak terukur dan arus ombaknya yang termasuk ganas untuk pendatang baru di laut itu. Dan yang paling mereka takutkan adalah kalau ada karang di dalam laut.
Untuk mengatasi kekhawatiran mereka, atas permintaan Mas Agung, saya meminta bantuan seorang nelayan bernama Markus, memberi contoh melompat dari bibir tebing ke laut, kemudian berenang menuju pantai melalui gerbang laut (Mandorak). Saya juga meminta bantuan dua nelayan untuk menyiagakan dua sampan di area sekitar tempat lompatan.
Beny, Alya, dan Risyad, tampak berusaha keras bergelut dengan ombak dan arusnya yang tidak bisa dianggap enteng. Tanpa bantuan sampan, mereka berhasil menuju pantai. Mereka sukses menaklukan laut Mandorak. Luar biasa. Mereka memang tampak capai, namun sangat gembira.
Ketika Mas Agung menggoda mereka untuk mengulangi adegannya, Alya yang cepat-cepat menimpalinya. "Lautnya aman saja. Tapi tenaga habis. Capai Bang," tutur Alya.
Tuntaslah pengambilan adegan. Kami kemudian selfi ria di Mandorak. Menjelang senja kami meninggalkan Pantai Mandorak dengan aneka kesan.
Walau hanya sehari kenal dan bersama, kami seperti sahabat lama. Tim The Tour Ranger Trans7 hebat. Â Sungguh-sungguh, wow asyiknya sehari bersama Empat Sahabat Trans7.
Sebagai orang yang menghargai tradisi adat-istiadat dan kebudayaan, kami berpamitan sesuai tradisi Sumba. Tiba di gubuk saya, setelah mereka habis mandi, saya menyelempang selendang, kain tenun Sumba kepada mereka. Kami ciuman. Bukan cium pipi, tapi cium hidung. Ujung hidung bersentuhan dengan ujung hidung. Â Aneh, unik tapi indah berkesan. Itulah adat Sumba.
Selamat jalan sahabat, jangan kapok ke Sumba Barat Daya. Bawalah banyak kawanmu dari Jakarta dan daerah-daerah lain, untuk menjenguk Sumba Barat Daya, walau jauh dari Jakarta tapi masih Indonesia juga.
Rofinus D Kaleka, penulis tinggal di Sumba Barat Daya, NTT.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H