Untuk mengatasi kekhawatiran mereka, atas permintaan Mas Agung, saya meminta bantuan seorang nelayan bernama Markus, memberi contoh melompat dari bibir tebing ke laut, kemudian berenang menuju pantai melalui gerbang laut (Mandorak). Saya juga meminta bantuan dua nelayan untuk menyiagakan dua sampan di area sekitar tempat lompatan.
Beny, Alya, dan Risyad, tampak berusaha keras bergelut dengan ombak dan arusnya yang tidak bisa dianggap enteng. Tanpa bantuan sampan, mereka berhasil menuju pantai. Mereka sukses menaklukan laut Mandorak. Luar biasa. Mereka memang tampak capai, namun sangat gembira.
Ketika Mas Agung menggoda mereka untuk mengulangi adegannya, Alya yang cepat-cepat menimpalinya. "Lautnya aman saja. Tapi tenaga habis. Capai Bang," tutur Alya.
Tuntaslah pengambilan adegan. Kami kemudian selfi ria di Mandorak. Menjelang senja kami meninggalkan Pantai Mandorak dengan aneka kesan.
Walau hanya sehari kenal dan bersama, kami seperti sahabat lama. Tim The Tour Ranger Trans7 hebat. Â Sungguh-sungguh, wow asyiknya sehari bersama Empat Sahabat Trans7.
Sebagai orang yang menghargai tradisi adat-istiadat dan kebudayaan, kami berpamitan sesuai tradisi Sumba. Tiba di gubuk saya, setelah mereka habis mandi, saya menyelempang selendang, kain tenun Sumba kepada mereka. Kami ciuman. Bukan cium pipi, tapi cium hidung. Ujung hidung bersentuhan dengan ujung hidung. Â Aneh, unik tapi indah berkesan. Itulah adat Sumba.
Selamat jalan sahabat, jangan kapok ke Sumba Barat Daya. Bawalah banyak kawanmu dari Jakarta dan daerah-daerah lain, untuk menjenguk Sumba Barat Daya, walau jauh dari Jakarta tapi masih Indonesia juga.
Rofinus D Kaleka, penulis tinggal di Sumba Barat Daya, NTT.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H