Keempat, sarana kebudayaan. Masyarakat Sumba, khususnya di Sumba Barat Daya dan Sumba Barat, mempunyai atraksi adat-istiadat kebudayaan terunik di dunia yaitu Tradisi Nale. Dalam tradisi ini ada satu pakem yang sangat pupuler yaitu Paholong / Pasola. Dalam Pasola wajib ada kuda, tanpa kuda bukan Pasola lagi namanya, tapi lebih pas disebut lempar lembing saja.
Kelima, sarana psikologi kebudayaan. Orang-orang berpengaruh di Sumba, khususnya di wilayah suku Kodi, nama mereka dikiaskan dengan nama kuda (Ndara). Misalnya, Ndara Kamodo, Ndara Jakamere, Ndara Iha, Ndara Kandi Hemba, Ndara Langa Dadi, Ndara Kanuru, Ndara Jaka Laki, Ndara Jappa Loka, dan Ndara Tanggu Kaha.  Juga kuda dan manusia dianggap mempunyai hubungan psikologis atau kejiwaan dan kesetiakawanan yang digambarkan dalam pitutur adat "Ndara Ole Ura, Bangga Ole Ndewa,  yang berarti kuda sebagai kawan segaris urat tangan, anjing sebagai kawan sejiwa ".
Dan keenam, sarana religius. Hal ini mudah kita jumpai ketika ada orang Sumba yang meninggal, terutama orang-orang besar dan kaya, saat dikuburkan disertakan kuda tunggang, sebagai kendaraannya menuju alam baka.
Komoditi Perdagangan
Sejalan dengan tuntutan perubahan kemajuan jaman, Â maka kudasandelwood juga mempunyai fungsi dan manfaat ekonomi sebagai komoditi perdagangan. Dalam catatan J. de Roo pada 1890, perdagangan kuda sandelwood telah dimulai sejak abad ke-18. Diperkirakan pada 1840, para saudagar dari luar bekerjasama dengan para bangsawan Sumba, telah melakukan ekspor kuda sandelwood ke luar Sumba, baik ke daerah wilayah nusantara sendiri maupun manca negara. Sehingga populasi kuda sandelwoodsempat menurun pada pertengahan abad ke-20.
Populasi kuda sandelwood tersebut terus menurun dari tahun ke tahun dan makin tajam penurunannya pada era 1980-an sampai 1990-an, karena ketika itu terjadi ekspor kudasandelwood secara besar-besaran ke Jawa, Madura dan Bali. Memang penurunan populasinya itu, juga disebabkan oleh meluasnya wabah penyakit anthrax ketika itu.
Ada catatan mengejutkan berkaitan dengan penurunan tajam kuda sandelwood. Pada awal 2000, populasi kuda sandelwood yang ada di padang savana-sabana Sumba masih sekitar 214.000 ekor, namun di penghujung 2008, populasinya turun drastis mencapai angka 32%. Apakah angka ini masih bertahan atau sudah menukik ke bawah lagi?
Dampak dari menurunnya populasi kudasandelwood tersebut menyebabkan harga kudasandelwood sekarang ini sangat mahal, tentu dari sisi kondisi daya beli masyarakat Sumba sendiri. Dampak ikutan yang menyedihkan adalah seringkali tidak berjalan normalnya proses adat-istiadat perkawinan dan juga tradisi kematian, serta kurang ramainya kuda yang berlaga dalam penyelenggaraan iven Pasola.
Menghadapi kondisi riil makin menurunnya populasi kuda sandelwood ini, apakah kita berpangku tangan saja? Membiarkannya begitu saja sehingga kuda sandelwood menjadi langka dan akhirnya menjadi ceritera dongeng belaka? Atau, perlukah kita membangkitkan kembali semangat untuk memelihara kuda sandelwood Sumba?
Penulis adalah Pemerhati Sosial Politik Tinggal di Sumba Barat Daya
                                                         Â