Mohon tunggu...
Rofinus D Kaleka
Rofinus D Kaleka Mohon Tunggu... Insinyur - Orang Sumba. Nusa Sandalwood. Salah 1 dari 33 Pulau Terindah di Dunia. Dinobatkan oleh Majalah Focus Jerman 2018

Orang Sumba, Pulau Terindah di Dunia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pasola, Atraksi Tradisional Perang Berkuda di Sumba

19 Desember 2017   17:47 Diperbarui: 19 Desember 2017   22:11 1843
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Tribunnews.com

 Tidak terasa, tinggal dua bulan lagi, Festival Pasola Sumba akan digelar pada Pebruari sampai Maret 2018. Bagi kawan-kawan kompasianer yang ingin menyaksikan festival tersebut, sebaiknya siap-siap memang dari sekarang.

Sangat patriotik, menegangkan dan mendebarkan namun unik dan menarik. Demikianlah kesan yang terungkap ketika menyaksikan jalannya Pasola, iven adat-istiadat dan kebudayaan tradisional terfavorit di Kabupaten Sumba Barat Daya dan Sumba Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). 

Pasola ini telah dinobatkan menjadi atraksi budaya terpopuler (Most Popular Cultural Atraction) di Indonesia dalam Anugerah Pesona Indonesia 2016. 

Iven Pasola tersebut merupakan warisan nenek moyang masyarakat di wilayah suku Kodi Kabupaten Sumba Barat Daya dan suku Wanukaka, Lamboya dan Gaura Kabupaten Sumba Barat, yang digelar setiap tahun secara reguler.

Atrasi Perang Berkuda

Pasola sendiri adalah sebuah atraksi tradisional massal perang-perangan berkuda. Pemegang kendali atau komandan adalah Rato Nale. Pesertanya adalah para laki pemberani yang mahir menunggang kuda dan bersenjata lembing. Mereka terbagi ke dalam dua pasukan secara berhadap-hadapan di arena lapang. 

Dari ujung arena masing-masing, mereka memacu kuda dengan kencang, mengambil haluan kanan dan sampai di pertengahan arena memutar ke haluan kiri. Saat berpapasan di tengah arena itulah, mereka saling menyerang, melesakkan lembing yang sedang digenggam ke arah lawan masing-masing.

Para peserta harus menaati larangan-larangan yaitu membawa masalah dan dendam pribadinya, menggunakan lembing yang tajam, melempar lawan yang jatuh dari kuda dan lawan yang telah membelakang. Peserta juga dilarang membawa pulang lembing ke rumahnya.

Bagi yang terkena lembing dan luka berdarah akan dilarikan ke kampung adat untuk diperciki air dari tempayan atau guci keramat. Biasanya luka langsung kering. Bagi yang meninggal, diyakini mempunyai kesalahan atau dosa berat yang dilarang Marapu dan tidak bisa diproses secara hukum.

Tradisi Ritus Nale

Dalam tradisi adat-istiadat, budaya dan aliran kepercayaan asli masyarakat Sumba yaitu Marapu, Pasola di wilayah Kodi merupakan salah satu segmen, semacam pakem adat, yang melekat dalam prosesi "tradisi ritus nale". 

Marapu sendiri adalah aliran kepercayaan asli masyarakat adat berkaitan dengan kehidupan roh-roh (Ndewa) orang yang sudah meninggal, termasuk para leluhur, dan yang paling tinggi tingkatannya yaitu Mori Mawolo Marawi (Tuhan Maha Pencipta). Sedang Nale, dalam ilmu biologi, dikenal sebagai cacing laut yang dapat dimakan. Cacing ini umumnya dikenal secagai cacing wawo atau cacing palolo.

Sesuai tata bulan adat di wilayah suku kodi, tradisi ritus nale berlangsung setiap tahun selama tiga bulan penuh. Artinya, ada Tri Bulan Nale dalam bulan adat Kodi. Bulan Nale pertama disebut Wulla Nale Kiyo, dihitung dari pertengahan Desember sampai pertengahan Januari. 

Bulan Nale Kedua disebut Wulla Nale Bokolo, dihitung dari pertengahan Januari sampai pertengahan Pebruari. Dan bulan Nale ketiga disebut Wulla Nale Wallu, dihitung dari pertengahan Pebruari sampai pertengahan Maret.

Tri bulan nale tersebut sesuai dengan tata musim adat dalam setahun, berada pada masa panen atau "kabba". Masa ini dimulai dari pertengahan atau akhir Januari sampai dengan April. Pada saat itu masyarakat sudah diperbolehkan melaksanakan panen buah-buahan, sayur-sayuran, jagung dan padi. Kecuali ubi-ubian dan kacang-kacangan yang masa panennya di atas bulan April. 

Bulan awal masa panen populer dengan sebutan Kabba Weyo Kapoke, yang artinya sudah diporbolehkan memetik buah-buahan muda seperti kelapa dan pinang serta tunas-tunas muda sayuran labu, ubi dan pepaya. Pada masa panen ini masyarakat juga boleh mengeluarkan dan menyembelih hewan ternak.

Masa panen tersebut hanyalah salah satu dari empat segmen masa sesuai dengan tata musim adat. Tiga segmen masa lain yaitu masa rekreasi, masa kerja, dan masa pantang (bulan suci yang dikenal dengan Paddu).

Prosesi Tradisi Ritus Nale

Tradisi ritus nale tersebut, memiliki prosesi yang terstruktur, semacam pakem adat, meliputi yaitu Kabukut (semedi), Kawoking (pantun bersahut-sahutan), Hangapung (menebar sirih pinang di kuburan leluhur), Pico Nale (panen cacing laut), Pasola/Paholong,dan Tunu Manu Nale (menyembelih dan membakar ayam persembahan).

Dalam prosesi tradisi ritus nale, Pasola merupakan pakem puncaknya. Pasola di wilayah Kodi, berdasarkan tradisi lama dilaksanakan bersamaan dengan hari munculnya nale pada bulan Pebruari. 

Dalam masa sekitar satu abad terakhir ini, Pasola dilaksanakan selama dua hari di tiga arena lapang. Hari pertama, berlangsung sore hari di arena lapang Bondo Kawango dan malam harinya mulai memanen nale. Pasola di arena ini sebetulnya hanya sebagai pemanasan atau latihan saja. 

Supaya kuda-kuda terlatih dan pesertanya mahir menggunakan lembing. Hari kedua, berlangsung pagi hari di arena lapang Rara Winyo, setelah memanen nale saat dini hari. Pada sore hari berlangsung di arena lapang Ghinja Kamba dan disinilah semua lembing ditinggalkan. 

Begitu lembing di tangan selesai digunakan maka dilarang untuk diambil kembali, baik dipakai lagi saat itu maupun dibawa pulang ke rumah. Sesuai amanat tradisi, supaya setiap peserta tidak boleh membawa pulang amarah dan dendam ke rumahnya. Pasola di dua arena inilah yang diyakini sebagai yang sesungguhnya.

Dan sekitar satu setengah dekade terakhir, sesuai dengan perkembangan zaman dan makin meningkatnya jumlah penduduk di wilayah Kodi, dengan restu Rato Nale dari Mbukubani dan Tohikyo, Pasola di wilayah Kodi Mbangedo dan Balaghar yang sudah lama ditiiadakan dihidupkan kembali dan berkembang cukup baik. 

Pasola di wilayah ini dilaksanakan di arena lapang Homba Kalaio dan Maliti Bondo Ati, Kecamatan Kodi Mbangedo, serta Waiha dan Wainyapu, Kecamatan Kodi Balaghar. Pasola di  Homba Kalaio berlangsung sebelum Pasola di Bondo Kawango dan Rara Winyo serta Ghinja Kamba. Pasola di Maliti Bondo Ati, Waiha dan Wainyapu, berlangsung pada bulan Maret, bisa juga bersamaan dengan Pasola di Wanukaka.

Sementara Pasola di Lamboya dan Gaura dilaksanakan sehari sebelum Pasola di Kodi. Dan Pasola di Wanukaka dilaksanakan pada bulan ketiga bulan nale (Wulla Nale Wallu), pertengahan Maret, bersamaan dengan munculnya nale. Beberapa tahun yang lalu pelaksanaan Pasola di Wanukaka dan Lamboya pernah meleset, tidak sesuai dengan perhitungan tanggal adat. 

Pelaksanaan Pasola di Lamboya, memang sebelum Pasola di Kodi tapi tanggalnya berjarak jauh. Lebih tragis lagi pelaksanaan Pasola di Wanukaka justeru lebih dahulu dari Pasola di Kodi.

Pasola berlangsung berada dalam otoritas pengawasan langsung Rato Nale. Sebagai tanda bahwa Pasola dibuka dan ditutup yaitu ketika Ndara Nale (Kuda Nale) dipacu oleh penunggangnya di arena lapang. Kuda Nale mempunyai tanda khusus yang dipasang di bagian dahinya yaitu Wulu Horo (mahkota).

Pada saat Pasola berlangsung, rambu-rambu tradisi harus ditaati, yaitu peserta dilarang membawa masalah dan dendam pribadi, menggunakan lembing yang tajam, melempar lawan yang jatuh dari kuda dan lawan yang telah membelakang. Peserta juga dilarang membawa pulang lembing ke rumahnya. 

Di samping itu, jika ada peserta yang terkena lembing dan luka atau cendera berat, tidak ada sanksi hukumnya dan harus diterima secara lapang dada.

Rofinus D Kaleka, Pemerhati Sosial Budaya di Kabupaten Sumba Barat Daya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun