BERKUNJUNG ke Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, setidaknya bagi kami dari Pulau Sumba, Provinsi Nusa Tenggara Timur, khususnya yang pernah mengenyam pendidikan di Kota Pariwisata Budaya itu, sangat terasa seperti mudik ke kampung sendiri.Â
Dan bila kami sudah berada di Yogyakarta, tanpa menyempatkan diri untuk sekadar jalan-jalan ke Kota Malioboro di malam hari, juga terasa ada sesuatu yang kurang lengkap. Seakan-akan kami belum menginjakkan kaki di Kota Pelajar itu.
Bila ada yang bertanya mengapa demikian, kami pun tidak tahu persis apa apa jawabannya. Mungkinkah, ada hubungannya dengan kisah historis perjalanan panjang proses kepenyairan seorang putra Sumba, Umbu Wulang Landu Paranggi, di jantung kota Yogyakarta itu, sampai-sampai diberi gelar Sang Presiden Malioboro oleh media massa?Â
Atau mungkinkah juga ada relasi misteri historis, karena konon tempo dulu, para raja Sumba bersahabat dekat dengan Sultan Yogyakarta? Entahlah, sepertinya kami hanya dituntun naluri saja.
Suatu kesempatan baik dari Pemerintah Kabupaten Sumba Barat Daya dapat membawa kami untuk berkunjung di Yogyakarta dalam rangka melaksanakan tugas kehumasan, peliputan Kegiatan Porseni Nasional KORPRI di Gedung Among Raga.Â
Kami berjumlah lima orang dan salah satu di antara kami adalah putri cantik dari Sang Presiden Malioboro. Namanya Rambu Anarara Paranggi, ASN pada Bagian Humas Sekretariat Daerah Kabupaten Sumba Barat Daya.
Dengan bantuan jasa Grab,penyedia sarana transportasi onlineyang memberikan rasa nyaman bagi konsumen di Yogyakarta, kami bergegas menuju Malioboro. Hanya dalam takaran waktu menit saja, kami sudah memasuki area Malioboro dan meminta driveruntuk menghentikan taksinya sekaligus menurunkan kami di depan Malioboro Mall.Â
Driver berusia muda itu sangat santun, memberikan gambaran yang jelas bahwa Yogyakarta memang pantas sebagai diberi predikat  kota pelajar, budaya dan pariwisata.
Dari trotoar depan Malioboro Mall menjadi titik startkaki kami dengan santai terayun setapak demi setapak menyusuri trotoar ke arah Keraton Yogyakarta sambil menikmati panorama keindahan Malioboro. Saat itu, kami dapati Malioboro belum sepi. Masih ada satu dua toko yang buka. Juga masih tampak beberapa pedagang kaki lima yang sedang memajang pakaian batik, kaus, sepatu dan aksesoris khas Yogyakarta.Â