Hari buruh di Indonesia
Hari buruh di Indonesia mereduksi Hari Buruh Internasional yang diperingati di berbagai belahan dunia sejak masa Prde Lama. Tapi sejak masa pemerintahan Orde Baru hari Buruh tidak lagi diperingati dan sejak itu, 1 Mei bukan lagi merupakan hari libur untuk memperingati peranan buruh dalam masyarakat dan ekonomi. Ini disebabkan karena gerakan buruh dihubungkan dengan gerakan dan paham komunis yang sejak kejadian G30S pada 1965 ditabukan di Indonesia.
Semasa Soeharto berkuasa, aksi untuk peringatan May Day masuk kategori aktivitas subversif, karena May Day selalu dikonotasikan dengan ideologi komunis. Konotasi ini jelas tidak pas, karena mayoritas negara-negara di dunia ini (yang sebagian besar menganut ideologi nonkomunis, bahkan juga yang menganut prinsip antikomunis), menetapkan tanggal 1 Mei sebagai Labour Day dan menjadikannya sebagai hari libur nasional.
Setelah era Orde Baru berakhir, walaupun bukan hari libur, setiap tanggal 1 Mei kembali marak dirayakan oleh buruh di Indonesia dengan demonstrasi di berbagai kota. Kekhawatiran bahwa gerakan massa buruh yang dimobilisasi setiap tanggal 1 Mei membuahkan kerusuhan, ternyata tidak pernah terbukti.Â
Sejak peringatan May Day tahun 1999 tidak pernah ada tindakan destruktif yang dilakukan oleh gerakan massa buruh yang masuk kategori "membahayakan ketertiban umum". Yang terjadi malahan tindakan represif aparat keamanan terhadap kaum buruh, karena mereka masih berpedoman pada paradigma lama yang menganggap peringatan May Day adalah subversif dan didalangi gerakan komunis (Wikipedia).
Hari Buruh, Demonstrasi dan Pancasila
Mengapa peringatan Hari Buruh selalu menggunakan istilah demonstrasi? Demonstari adalah pernyataan protes atau unjukrasa secara masal yang ditujukan kepada pemerintah, perusahaan atau majikan menuntut perbaikan. Tetapi sering demonstrasi bersifat anarkis yang deskruktif sehingga dapat membahayakan pihak lain yang sesungguhnya tidak berkepentingan langsung dengan demontrasi itu.
Tenaga kerja yang tergolong sebagai kelompok buruh biasanya mereka yang bekerja di sektor swasta, atau menjadi tenaga honorer BUMN Â yang jaminan hidupnya kurang menentu. Mereka membutuhkan adanya kepastian jaminan nasib hidup yang lebih baik. Dan siapapun orangnya, semua manusia mempunyai tuntutan kepentingan yang sama dalam bekerja, termasuk para majikan atau atasan.
Maka dari pihak penyelenggara negara perlu menerbitkan adanya regulasi-regulasi yang mengatur hubungan kerja, sehingga semua memperoleh hak setelah menjalankan kewajiban sesuai tugas dan keahliannya. Produsen berhak mendapatkan keuntungan harga produksi, pekerja mendapatkan upah, dan konsumen mendapatkan keuntungan manfaat setiap produksi. Sedangkan pemerintah, baik legislatif maupun mendapatkan manfaat terciptanya kestabilan secara sosial, ekonomi. Politik dan keamanan.
Demonstrasi yang bersifat anarkis-destruktif dan mengarah kepada kepentingan kekuasaan politik, lebih banyak merugikan. Contoh kerusuhan tahun 1998, ketika rezim Orde Baru ditumbangkan, meninggalkan trauma yang mendalam terutama mereka yang menjadi korban. Mereka, penduduk biasa yang hidup di negeri ini dan turut berkontribusi terhadap ekonomi masyarakat, segala usala, harta, bahkan nyawa direnggut secara kejam oleh para pendemo.
Setiap orang mendapat anugerah bakat dan keterampilan untuk berusaha. Maka urusan upah, gaji, tinggal dicari jalan tengah dalam regulasi-regulasi dan peraturan perusahaan. Bagian-bagian itu yang mesti dimusyawarakan untuk mendapatkan titiktemu kepentingan antara pengusaha dan buruh. Sehingga dari waktu ke waktu masyarakat bangsa kita tampil di dunia sebagai bangsa yang beradab. Sila-sila Pancasila, idiologi dan pedoman yang sangat bagus. Patutlah pedoman itu selalu dijadikan pegangan dalam merumuskan kebijakan, sehingga cita-cita bangsa yang tertuang dalam sila ke lima semakin terwujud.