Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah mengadakan verifikasi faktual terhadap partai-partai peserta Pemilu 2019, bahkan sudah mengadakan pengundian untuk menentukan nomor urut partai-partai itu. Tahapan itu disambut antusias dan diberbagai daerah para Calon Gubernur (Cagub) serta Calon Wakil Gubernur (Cawagub), para calon bupati serta wakilnya dan para calon walikota serta wakil sudah melakukan kampanye untuk Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) tahun 2018. Namun yang dilakukan KPU terhadap partai-partai adalah untuk Pileg (Pemilihan Legislatif) dan Pilpres (Pemilihan Presiden) periode 2019 -- 2023.
Ada 16 partai yang mendaftar tetapi dua partai dinyatakan tidak atau belum lolos verifikasi, sehingga yang berhak mengambil nomor undian ada 14 partai. Perhelatan nasional seperti itu diselenggarakan sejak tahun 1955. Pada masa Orba (Orde Baru) pada Pemilu 1971. jumlah partai ada sepuluh kemudian disederhanakan hanya menjadi 3 partai, yaitu Golkar, PPP dan PDI. Sampai 1998 setiap penyelenggaraan Pemilu diikuti oleh ketiga partai tersebut. Namun tahun 1998 rezim Orba ditumbangkan. Dan pada tahun 1999 dimulailah era baru yaitu zaman reformasi. Sejak itu selalu bermunculan partai-partai baru disetiap pileg dan pilpres.
Partai menjadi alat masyarakat untuk menyalurkan aspirasi dan hak politik. Tetapi dengan banyaknya partai bukankan sistem pengelolaan bertambah rumit dan anggaran yang dikeluarkan semakin besar? Keempat belas partai yang lolos verifikasi dan mengambil nomor undian, urutannya sebagai berikut:
- PKB, 2.GERINDRA, 3.PDIP, 4.GOLKAR, 5.NASDEM, 6.GARUDA, 7.BERKARYA, 8.PKS, 9.PERINDO, 10.PPP, 11.SOLIDARITAS, 12.PAN, 13.HANURA, 14. DEMOKRAT
Di Republik ini ada 5 agama yang diakui secara konstitusinal ditambah aliran kepercayaan sebagai sesuatu yang baru. Partai-partai di atas tentu mempunyai visi dan misi sebagai roh atau jiwa dari partai itu. Tetapi bila Pancasila sebagai ideologi negara mempunyai 5 sila yang didalamnya ada Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan Sosial, partai-partai itu mengambil sisi yang mana dari Pancasila? Â Kalau tujuan perjuangan semua partai itu adalah untuk mencapai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, mengapa tidak terjadi musyawarah dan mufakat untuk bersatu memperjuangkan cita-cita itu?
Negara-negara yang lebih maju memiliki partai kurang dari sepuluh, bukankah sistem kepartaian mereka dapat dipelajari untuk menyederhanakan jumlah partai di Republik ini? Kecurigaan sempat muncul; jangan-jangan karena merasa ada modal, ambisi serta nafsu berkuasa menjadi pendorong mendirikan partai. Atau sebagai tanda bahwa para penyelenggara negara gagal mengartikan kebebasan, sehingga setiap warga negara yang memiliki dukungan finansial merdeka, mengekspresikan kebebasan itu dengan mendirikan partai?
Perlu ada sistem kepartaian yang bermartabat, sehingga kebebasan berserikat mengacu kepada kepentingan bersama. Bukan asal tampil beda, karena memang tampak beraneka dan penuh warna, tetapi dalam strata sosial persatuan rakyat terkoyak-koyak.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H