Mohon tunggu...
Rofinus Sela Wolo
Rofinus Sela Wolo Mohon Tunggu... Karyawan -

Ingin pergi dan hidup lebih lama dari ini

Selanjutnya

Tutup

Money

Mengais Rejeki Nener

1 November 2015   14:42 Diperbarui: 1 November 2015   15:35 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di Nangaroro saat itu terdapat dua rumah penadah atau distributor kecil-kecilan. Menurut informasi dari para penadah Om Simon dan Om Sinyo saat itu bahwa nener yang dibeli akan dikirimkan ke Surabaya. Saat itu nener dihargai Rp.5 per ekornya. Bayangkan saja dari satu orang pencari nener saja mengumpulkan hingga puluhan ribu ekor per harinya, apalagi jika penadah membeli semua nener dari sekian banyak pencari nener setiap harinya dengan harga yang bisa dikatakan cukup murah. Para penadah tentu meraup keuntungan yang cukup tinggi ketika menjual lagi ke tangan kedua atau ketiga di Surabaya. Biasanya nener yang telah dibeli dari para pencari akan dimasukan ke dalam tabung dari bahan plastik dengan ruang udara yang cukup agar nener tidak mudah mati.

Kemungkinan besar pengiriman nener melalui perjalanan laut dengan kapal penumpang atau kapal barang untuk tiba di Surabaya. Para penadah di Surabaya menjual bibit bandeng tersebut kepada pengrajin tambak ikan air tawar di Surabaya untuk dikembangbiakan menjadi bandeng dewasa. Hanya butuh waktu sekitar tiga sampai empat bulan nener-nener kecil tersebut tumbuh hingga menjadi bandeng dewasa yang siap dipanen untuk dikonsumsi. Permintaan pasar bandeng dewasa yang meningkat tentu mempengaruhi permintaan bibit ikan tersebut.

Saat ini baru terpikir olehku, mengapa ketika itu kami tidak membuat tambak bandeng sendiri? Jika dipikir-dipikir logisnya adalah menangkap nener sendiri, dipelihara ditambak sendiri hingga jadi bandeng dewasa lalu dijual dengan harga sendiri. Soal pengalaman tentang ikan sudah tidak diragukan lagi, mungkin karena minimnya SDM untuk memahami proses pemasaran. Oleh karena itu pemerintah saat ini harus mampu melihat potensi SDA yang bisa dikembangkan secara jujur di daerah sendiri.

 

Tulisan ini pernah dimuat di http://jipijara.com/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun