Mohon tunggu...
Rofidah Nur F
Rofidah Nur F Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi PIAUD UIN Malang

Dipaksa, terpaksa, terbiasa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Terjebak Functional Fixedness: Temukan Jalan Alternatif dengan Berpikir Kreatif

3 April 2022   11:20 Diperbarui: 3 April 2022   11:36 1211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: www.pexels.com

"Ah, kamu memang tidak kreatif!". Pernah mendengar seseorang berkata seperti itu kepada lawan bicaranya hanya karena si lawan bicara tidak dapat menghasilkan suatu karya yang dapat dimanfaatkan. Seseorang tersebut tidak salah, tetapi yang perlu diketahui dalam hal ini adalah seberapa luas arti kreatif? 

Kreatif dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bermakna memiliki daya cipta; memiliki kemampuan untuk menciptakan. Lebih lanjut kreativitas merupakan sebuah aktivitas kognitif yang menghasilkan suatu pandangan baru terkait bentuk permasalahan. Ini tidak hanya dilihat berdasarkan kegunaanya saja. 

Oleh karena itu, kreativitas tidak sebatas menghasilkan sesuatu yang bermanfaat saja. Walau sebagian besar yang kita ketahui orang kreatif sering menghasilkan sebuah karya, penemuan, atau teori yang bermanfaat. 

Definisi lain mengatakan kreativitas adalah suatu kemampuan seseorang dalam menciptakan hal baru, baik berupa gagasan maupun sebauh karya nyata. Kreativitas dapat terbentuk dari ciri-ciri aptitude (bakat) ataupun non aptitude, sehingga banyak orang menganggap bahwa kreativitas adalah timbulnya ide-ide baru yang hebat dan menakjubkan. 

Memahami ciri-ciri dari kreativitas menjadi salah satu aspek terpenting dalam kreativitas. Supriadi (1994) dalam Yeni.R & Euis Kurniawati (2010: 15) menuturkan bahwa ciri-ciri kreativitas ini ada dua kategori, yakni kognitif dan non kognitif. Kategoti kognitif antara lain, orisinalitas, fleksibilitas, kelancaran, dan elaborasi. Kemudian untuk kategori non kognitif adalah motivasi sikap dan kepribadian kreatif. 

Sebuah kecerdasan yang tidak didukung dengan kepribadian kreatif, maka tidak akan mengahsilkan apa pun. Tidak hanya otak yang berperan dalam kreativitas seseorang, tetapi keadaan dan kesehatan mental turut berpengaruh dalam terciptanya sebuah karya kreatif. Oleh karena itu, kedua ciri di atas sama pentingnya. 

Kreativitas disebut sebagai salah satu komponen penting dalam kehidupan sehari-hari, terutama pada dunia pendidikan. Menurut buku karya Robert L. Solso, Wallas (1926) memaparkan 4 tahapan dalam proses kreatif. Apa sajakah? 

  • Planning (persiapan) 
    Memformulasikan suatu masalah juga merancang bentuk awal dalam memcahkan masalah. 
  • Incubation (inkubasi)
    Masa tidak ada usaha untuk memecahkan masalah, dengan kata lain mengalihkan sejenak perhatian kepada hal lain.
  • Ilumination (iluminasi)
    Menemukan insight (pemahaman mendalam) tentang masalah tersebut.
  • Verification (verifikasi)
    Menguji pemahaman yang sudah didapat, serta membuat solusi. 

Orang kreatif selalu berimajinasi dan memanfaatkannya untuk mencipatakan kreativitas.

Ketika menghadapi sebuah permasalahan apa yang akan kita lakukan? Tentu mencari solusi untuk pemecahan masalah tersebut. Namun, apa jadinya jika kita terjebak dalam functional fixedness atau yang disebut dengan keteguhan fungsional? 

Functional Fixedness

Functional fixedness atau keteguhan fungsional disebut sebagai bias kognitif. Functional fixedness dikatakan dapat menghambat proses pemecahan masalah, sehingga juga menghambat kreativitas seseorang, sebab ada kemiripan konsep antara pemecahan masalah dengan kreativitas. 

Mengapa demikian? Functional fixedness merupakan jalan alternatif yang membantu kita untuk tidak banyak berpikir tentang penyelsaian suatu tugas atau masalah tertentu. Akan tetapi functional fixedness ini menjadikan kita kurang kreatif serta lebih tertuju pada solusi yang memang sudah terbukti, sehingga kita tidak perlu memikirkan solusi lain yang mungkin lebih kreatif. 

Contoh dari functional fixedness ini adalah ketika ada dua lilin, paku payung, dan sekotak korek api. Apa yang akan kita lakukan untuk memasang lilin ke dinding? 

Mungkin sebagian besar orang akan mencoba menggunakan paku payung untuk menempelkan lilin ke dinding. Hal ini dikarenakan functional fixedness, sehingga yang terpikir hanya satu cara untuk menempelkan lilin ke dinding yaitu  dengan menggunakan paku payung. 

Padahal jika kita mau berpikir lebih, maka akan menemukan cara lain untuk menempelkan lilin ke dinding, yakni dengan melelehkan bagian bawah lilin menggunakan korek api. Kemudian lelehan lilin panas tersebut dapat digunakan untuk menempelkan ke kotak korek api. Apabila lilin sudah menempel pada kotak, kita dapat gunakan paku payung untuk menmpelkan kotak tersebut ke dinding. 

Sebenarnya functional fixedness tidak selalu menjurus pada hal buruk. Ini hanyalah salah satu bentuk hambatan mental yang menjadikan kita kesulitan dalam memecahkan masalah. 

Pada beberapa kasus, hal ini sebagai alternatif mental yang memungkinkan kita dapat dengan cepat serta efisien dalam menentukan penggunaan praktis untuk suatu objek. Sebagai contoh, yakni ketika kita diminta untuk menemukan alat yang dapat melonggarkan sekrup pada sekotak peralatan. 

Hal ini dapat memakan waktu apabila kita meulusuri satu persatu alat dengan seberapa efektifnya untuk memecahkan masalah (melonggarkan sekrup). Maka, sebagai gantinya kita dapat dengan cepat mengambil obeng, karena sudah jelas bahwa obeng dapat melonggarkan sekrup. 

Menentukan apa yang ingin kamu lakukan, dan kapan akan melakukannya adalah tindakan kreatif. 

Mari bergerak dan berpikir dengan kreatif. Jangan terjebak dalam functional fixedness. 

Salam hangat, semoga bermanfaat!

Referensi: Rachmawati, Y. & Kurniati E. (2010). Strategi Pengembangan Kreativitas Pada Anak Usia Taman Kanak-kanak. Jakarta: Kencana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun