"Sebagai orang tua ada banyak hal yang harus kita perjuangkan. Termasuk berjuang membimbing buah hati agar senantiasa memiliki karakter positif untuk kesuksesan mereka di masa depan"- ESQ TEAM
"Pinky!! Pinky!!," "Pinky mana?." Pernyataan dan pertanyaan yang sering dilontarkan keponakan saya. Kini ia berusia 18 bulan. Ya, Pinky adalah sebutan untuk boneka beruangnya yang berwarna pink.Â
Seperti pada gambar di atas terlihat ia sedang memangku Pinky. Bahkan Pinky juga selalu dioyong-oyong dalam bahasa Jawa, yang artinya dibawa ke sana kemari.Â
Suatu sore saya pernah melihat ia sedang memperlakukan Pinky seperti anak kecil yang sedang dicuci rambutnya. Mungkin hal ini ia lakukan karena mencontoh apa yang dilakukan ibu padanya.Â
Dari secuil cerita tersebut dapat diketahui bahwa ia sudah sedikit memahami peran gender. Karena jika diamati ia sudah mampu menirukan peran seorang ibu yang menggendong, merawat, dan menyayangi anaknya. Walaupun sebenarnya anak baru akan mencapai perasaan itu ketika berusia 3 tahun. Â
Apa yang dilakukan keponakan saya ini meruapakan salah satu pengenalan gender pada anak usia dini dengan bermain peran. Bermain peran memilki manfaat yang begitu baik bagi perkembangan anak usia dini. Apabila ditinjau dari manfaat keadilan gendernya, adalah:
- Membangun percaya diri pada anak
- Mengembangkan kemampuan bahasa
- Meningkatkan kreativitas
- Memberikan kesempatan untuk memcahkan masalah
- Membangun kemampuan sosial
- Membantu memberikan pandangan yang positifÂ
Memang pengenalan identitas atau peran gender penting diberikan kepada anak sejak dini. Hal ini merupakan salah satu upaya untuk menghindari terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan dalam perkembangan sosial anak nantinya. Pengenalan peran gender juga erat dengan pola asuh orang tua terhadap anaknya, sebab terdapat beberapa orang yang menganggap tabu masalah gender atau pendidikan seksualitas pada anak.
Seperti apa sih makna gender sebenarnya?Â
Istilah gender ini mungkin sudah tidak asing di telinga kita. Menurut Santrock (2002) dalam Ramtia (53: 2019) menyebutkan bahwa peran gender merupakan sebuah harapan yang berisi tentang bagaimana seharusnya seorang laki-laki atau perempuan itu berpikir, bertindak, dan merasa.Â
Definisi lain diungkapkan Woman's Studies Encyclopedia (Umar, 2003) dalam Ramtia (52: 2019) bahwa yang dimaksud dengan gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat.Â
Dengan demikian, gender adalah sebuah kesadaran seseorang bahwa dirinya laki-laki atau perempuan serta kemampuan dalam menyadari perbedaan tindakan yang semestinya dilakukan antara laki-laki dan perempuan.
Gender diklasifikasikan menjadi tiga:Â
- Gender Biology: jantan (male) dan betina (female)
- Gender identity: Identifikasi pribadi (perasaan psikologis) pria dan wanita. Namun ada pula yang mengalami gangguan identitas gender (transgender)
- Gender expression: karakteristik dan perilaku seseorang yang dapat dilihat sebagai maskulin, feminin, campuran keduanya atau tidak keduanya.
Klasifikasi gender expression disebut sebagai anak dengan karakteristik androgini. Anak dengan karakteristik tersebut akan lebih fleksibel dan sehat mental serta lebih kompeten daripada anak yang maskulin atau feminin.Â
Saya jadi teringat dengan diri saya beberapa tahun yang lalu, sekitar usia TK-SD. Di usia tersebut saya sangat menyukai barang-barang, gaya, atau apapun itu yang berbau laki-laki. Biasanya orang menyebutnya tomboy. Namun, saya tetap menyadari bahwa diri dan peran saya adalah sebagai perempuan.
 Hal ini mulai sedikit pudar ketika saya menginjak bangku MA. Saya juga mulai memahami bagaimana peran seorang perempuan sebenarnya. Â
Bagi orang tua dan calon orang tua jangan sampai menyepelekan pengenalan peran gender serta pendidikan seksualitas pada anak. Berikan pengetahuan tentang hal tersebut sejak anak usia dini. Demikian itu merupakan salah satu upaya dalam mendukung dan menstimulasi perkembangan anak dengan baik. Selain itu juga mengantisipasi terjadinya hal yang tidak diinginkan dalam perkembangan anak ke depannya.Â
Sekian, semoga bermanfaat!
Referensi:
Putri, Ramtia Darma. 2019. Budaya Adil Gender Pada Pendidikan Anak Usia Dini Melalui Bermain Peran. JUANG: Jurnal Wahana Konseling. Vol. 2, No. 1, Halaman 48-59
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H