Mohon tunggu...
Rofidah Nur F
Rofidah Nur F Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi PIAUD UIN Malang

Dipaksa, terpaksa, terbiasa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Keterkaitan Otak dengan Pemerolehan Bahasa

8 Mei 2021   21:22 Diperbarui: 8 Mei 2021   21:33 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada dasarnya berbahasa merupakan salah satu bentuk komunikasi yang dilakukan antar manusia. Melalui bahasa pula pesan yang disampaikan seseorang akan diterima oleh orang yang lain. 

Ocehan sang buah hati merupakan sebuah momen yang begitu menggemberikan bagi orang tua. Ocehan dari bayi menandakan bahwa ia sudah mampu merespon hal yang dirasakan atau yang terjadi di sekitarnya. Seperti contoh keponakan saya yang kini berusia 2 bulan. Kebetulan kami tengah dilanda long distance relationship atau yang sering disebut LDR. Suatu hari kami melakukan video call dan terdengar bahwa si adik sudah mulai mengoceh ketika dipanggil namanya. Dengan demikian, sebagai orang tua alangkah baiknya memberi stimulasi dengan mengajak anak semacam berdialog ringan. Hal ini agar anak terpancing untuk mengeluarkan suara sehingga dapat membantu perkembangan kemampuan berbahasa anak. 

Pada dasarnya berbahasa merupakan salah satu bentuk komunikasi yang dilakukan antar manusia. Melalui bahasa pula pesan yang disampaikan seseorang akan diterima oleh orang yang lain. Namun, apa jadinya jika seseorang merasa kesulitan dalam mengungkapkan apa yang ada dipikirannya? Dalam tanda kutip mengalami masalah dalam bahasa lisan. Begitu juga dengan seseorang yang mengalami kesulitan dalam memahami maksud yang disampaikan orang lain. Apabila ditelaah lebih dalam hal tersebut berkaitan dengan dua wilayah pada otak manusia, di mana dua wilayah ini memiliki peran dalam pemrosesan bahasa bagi manusia. Apa saja dua wilayah itu? Mari simak uraian berikut!

Area Broca

Seorang dokter bedah asal Perancis bernama Paul Broca melakukan penelitian sekitar tahun 1860-an. Ia menemukan sebuah area pada otak manusia bagian kiri depan, yang kemudian area ini disebut dengan Area Broca (korteks ujaran anterior). Area Broca berkaitan dengan kemampuan bahasa lisan atau dalam pemrosesan bahasa disebut dengan istilah encoding. Menurut penelitian Paul Broca apabila terjadi kerusakan pada bagian ini, seperti seseorang yang mengalami kecelakaan dan membentur otak bagian kiri depan, maka seseorang tersebut akan kesulitan dalam memproduksi bahasa. Kerusakan pada Area Broca ini disebut dengan Afasia Broca. Afasia Broca akan berpengaruh pada bahasa ekspresif atau kemampuan berbicara seseorang. Penyebab Afasia Broca adalah sebagai berikut: 

  • Benturan pada kepala bagian kiri
  • Cedera otak
  • Impeksi otak

Adapun gejala yang dialami penderita Afasia Broca, yakni: 

  • Kesulitan dalam menyusun kalimat kompleks
  • Berbicara dengan ritme tidak teratur
  • Gangguan kemampuan untuk membaca kalimat panjang dengan suara keras 
  • Kesulitan menulis

Dapat disimpulkan bahwa seseorang dengan kasus seperti di atas sebenarnya dia mampu memahami apa yang dimaksud orang lain, tetapi mengalami kesulitan dalam hal memproduksi bahasa.

Area Wernicke 

Wilayah kedua adalah Area Wernicke, disebut Area Wernicke karena penemunya adalah seorang dokter asal Jerman bernama Carl Wernicke. Carl Wernicke juga melakukan penelitian pada tahun 1870-an tepatnya sepuluh tahun setelah penelitian Broca. Area Wernicke ini terletak pada otak bagian kiri belakang. Area Wernicke juga disebut sebagai korteks ujaran posterior. Proses pada Area Wernicke berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam memahami ujaran orang lain. Seseorang yang mengalami kerusakan pada bagian ini artinya ia menderita Afasia Wernicke. Penyebab terjadinya Afasia Wernicke adalah: 

  • Cedera otak (traumatis)
  • Gangguan neurodegeneratif
  • Infeksi virus 

Gejala utama yang dialami penderita Afasia Wernicke adalah sebagai berikut: 

  • Defisit yang parah dalam pemahaman mendengarkan dan membaca bahasa
  • Ketidakmampuan dalam mengulang kata dan frasa dengan benar
  • Kesulitan mengingat atau mengucap nama benda dan makhluk hidup
  • Kurangya kesadaran akan kesalahan linguistik (anosognosia)

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa seseorang yang mengalami Afasia Wernicke dia mampu mendengarkan ucapan orang lain tetapi, tidak dapat memahami apa yang disampaikan orang lain. 

Seseorang yang mengalami afasia apabila tidak ditangani dengan tepat, maka akan berdampak kurang baik bagi orang tersebut dan orang-orang di sekitarnya. Terlebih jika anak-anak yang mengalami gangguan tersebut, maka sangat berdampak bagi proses belajarnya. Oleh karena itu, penderita afasia dapat diberikan terapi yang tepat dan sesuai anjuran dari dokter atau ahlinya. 

Semoga bermanfaat!

Referensi: 

https://www.youtube.com/watch?v=5zFzuyfDTQw&ab_channel=ArcatSahputra
https://www.youtube.com/watch?v=hBSbzdPYpKc&ab_channel=AnalektaLinguistikaUPGRIS 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun