Mohon tunggu...
Oom Roes
Oom Roes Mohon Tunggu... -

Lahir dan besar di Solo, sekolah di FE Undip Semarang dan University of Oregon, AS, bekerja di Bank BRI sampai tahun 2002, sekarang tinggal di Bintaro Jaya, Tangerang. Twitter @roesharyanto FB: Oom Roes

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mencari Teman-teman Lama

3 Agustus 2015   11:45 Diperbarui: 3 Agustus 2015   11:45 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ketika saya belum selesai kuliahpun saya sudah berangan-angan, nanti kalau saya sudah bekerja saya akan segera kembali mencari pak Broto untuk berterima kasih dan membalas budi. Angan-angan ini tidak dapat segera terlaksana karena setelah kerja di BRI saya tidak pernah ditugaskan di Jawa Tengah atau di Semarang.

Kesempatan untuk memenuhi angan-angan saya terbuka ketika tahun 90 saya dipindahkan menjadi Pinwil Semarang. Segera setelah mulai bertugas di Semarang tanpa menunggu lama-lama lagi saya bersama istri dan anak-anak meluncur ke Lampersari.  Rumah itu masih seperti ketika dulu saya tinggalkan 20 tahun yang lalu, tidak banyak perubahan, hanya kelihatan lebih lengang. Setelah beberapa kali mengetok pintu, keluarlah seorang pria muda menggandeng anak alaki-laki berumur 3 tahun. Ternyata dia Wisnu, putera tunggal tunggal keluarga Brotomartono yang sudah berkeluarga dan sekarang menempati rumah tersebut.

“Kok sepi banget Nu, bapak ibu tindak ngendi ? “, (Kok sepi banget Nu, bapak ibu sedang kemana) tanya saya mengawali pembicaraan. Betapa terkejutnya saya ketika Wisnu menjawab: “Bapak karo ibu wis seda kabeh  mas”.  (Bapak ibu sudah meninggal semua mas) Wisnu menjelaskan lebih lanjut kalau bu Broto meninggal dunia kira-kira 6 tahun yang lalu karena sakit kanker, kemudian pak Broto menyusul 1 tahun kemudian karena sakit. Segala perasaan sedih, malu dan menyesal bercampur aduk menjadi satu didada saya. Mengapa dulu, ketika sering cuti ke Solo, saya tidak pernah menyempatkan diri main ke Semarang.

 Sekarang kok jadi lain

. Sekitar  tahun 68 ditempat saya kost mendapat tambahan  2 penghuni baru, mas Hari, pegawai Dinas Metrologi dan mas Akhsan, pegawai  BKTN  Kantor Daerah Semarang. Dengan mas Hari saya tidak terlalu dekat, ya sekedar kenal sesama teman satu kost. Sebaliknya, dengan mas Akhsan saya sangat dekat, sering diajak nonton atau makan direstoran.  Mas Akhsan termasuk perjaka tua untuk ukuran waktu itu(30-an ), belum punya pacar, jadi kalau malam Minggu seringnya tidak punya acara. Sebagai sahabat, masalah-masalah pribadi seperti soal mengapa dia sampai telat kawin saya tahu semua.

Dari mas Akhsan inilah berawal ketertarikan saya untuk bekerja di bank. Saya lihat setiap hari kalau berangkat ke kantor dijemput bus, pakaiannya selalu necis, baju putih dengan celana  gelap dari bahan yang halus.  Tiap Minggu pagi dengan pakaian olah raga putih-putih berangkat main badminton. Saya tidak tahu posisinya apa di bank, tapi nampaknya uangnya cukup banyak.   

Ketika saya dipindah ke Kanwil Semarang, saya optimis sekali akan bisa segera ketemu lagi dengan mas Akhsan.  Ternyata dia tidak bertugas lagi di Kanwil dan sudah kurang lebih 2 tahun menjalani pensiun.  Dengan bantuan bu Tinuk, kasi seketariat, saya mengundangnya untuk datang ke Kanwil. Pertemuan dengan mas Akhsan tidak seperti yang saya harapkan. Tadinya saya membayangkan suatu pertemuan yang hangat, mesra layaknya dua sahabat yang sudah lama tidak bertemu.   Ternyata dia menjadi agak pendiam, sedikit tertutup dan ada kesan malu atau takut dengan saya. Percakapan hanya sekedar basa basi saja, sangat formal dan terasa kurang akrab. Usaha saya untuk memancing percakapan dengan cerita-cerita nostalgia masa lalu juga tidak berhasil. Setelah sekian lama berpisah, sekarang kok jadi lain. Saya tidak tahu siapa diantara kita yang banyak berubah. Mungkin mas  Akhsan melihat saya sebagai sosok yang menakutkan setelah menjadi Pinwil

 Jangan ditunda-tunda

Belajar dari pengalaman, saya selalu menasehati anak-anak untuk menyempatkan menengok bekas guru-gurunya dulu, khususnya guru SD atau siapa saja orang-orang yang pernah membantu atau berjasa kepada kita.. Jangan menunggu sampai selesai kuliah, atau kalau sudah dapat pekerjaaan. Kadang-kadang kita mempunyai perasaan malu untuk menemui bekas guru-guru  karena kita merasa  belum berhasil jadi “orang”. Tetapi waktu berjalan terus, begitu pula umur semakin tua. Ketika kesempatan itu datang sering sudah terlambat. Mereka sudak tiada, mendahului kita dipanggil sang Pencipta. Didalam daftar saya masih terdapat beberapa nama teman lama yang harus saya cari. Mudah-mudahan saya diberi umur panjang untuk bisa menemui mereka. 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun