Mohon tunggu...
Oom Roes
Oom Roes Mohon Tunggu... -

Lahir dan besar di Solo, sekolah di FE Undip Semarang dan University of Oregon, AS, bekerja di Bank BRI sampai tahun 2002, sekarang tinggal di Bintaro Jaya, Tangerang. Twitter @roesharyanto FB: Oom Roes

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mari Kita Galang Kekuatan Mendukung KPK

26 September 2012   04:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:40 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_215037" align="aligncenter" width="400" caption="sumber infokorupsi.com"][/caption] Usaha-usaha untuk melemahkan Komisai Pemeberantasn Korupsi (KPK) terus bergulir. Tragisnya upaya pelemahan justru ini datang dari lembaga yang melahirkan institusi KPK, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Lembaga yang seharusnya membawakan aspirasi rakyat sang sangat mendambakan pemerintahan yang bebas korupsi. Dimulai dengan penolakan DPR atas usul pembangunan gedung KPK. Sejak 2008, Komisi Pemberantasan Korupsi sudah mengajukan anggaran untuk membangun gedung baru, tetapi dengan berbagai alasan belum juga disetujui DPR. Dilanjutkan dengan penolakan Busyro Muqoddas sebagai ketua KPK, pada proses pemilihan ketua KPK, karena tokoh ini terkenal sering ceplas-seplos mengkritik DPR. Terakhir, penyusunan draft revisi Undang-undang KPK dengan alasan untuk meningkatkan kinerja KPK. Tanpa harus menguasai masalah hukum, orang awam dapat segera mencium bahwa revisi UU KPK jelas-jelas untuk menggembosi kewenangan KPK. Disisi lain upaya penggembosan juga datang dari fihak Polri dengan penarikkan 20 rang penyidik asal Polri.

Kita menyadari bahwa kinerja dan produktivitas KPK memang belum maksimal, dituduh lamban, tidak mampu menanganikasus-kasus besar, tebang pilih dls. Namun harus kita akui adanya KPK memberi secercah harapan dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. KPK telah berhasil menyeret anggota DPR, polisi, jaksa, hakim, gubernur, mantan menteri ke pengadilan. Belum pernah dalam sejarah pemberantasan korupsi di Indonesia begitu banyak anggota DPR yang bisa diproses hukum karena kasus-kasus korupsinya. Kalau kinerja KPK dinilai belum maksimal mudah dimaklumi, karena infrastrukturnya memang belum lengkap. Seharusnya ditiap-tiap daerah dibentuk kantor-kantor KPK untuk menangani wilayah seluas Indonesia ini dengan budaya korupsi yang sudah berlangsung puluhan tahun. KPK juga belum dapat merekrut penyidiknya sendiri, masih menggantungkan penyidik dari Kejaksaan dan Polri. KPK saat ini baru ada di Jakarta dengan jumlah pegawai hanya 740 orang. Bandingkan dengan KPK Malaysia yang mempunyai pegawai sampai 5000 orang dan KPK Hong Kong dengan 3000 orang, dengan jumlah penduduk yang jauh lebih sedikit.

Oleh sebagian anggota DPR, KPK ini telah dinilai menjadi “superbody” sehingga perlu dikurangi kewenangannya supaya kurang lebih sama dengan lembaga penegak hukum lainnya. KPK memang harus “super” supaya bisa menangani extra ordinary crimes, yang dengan cara-cara konvensional tidak pernah dapat diselesaikan oleh penegak hukum kita. KPK mempunyai wewenang untuk menyadap siapapun tanpa harus meminta ijinpengadilan. Kewenangan menyadap ini memang sangat efektif untuk menangkap tangan pelaku-pelaku korupsi. Selama ini kasus korupsi atau suap hampir tidak pernah dapat diproses kalau tidak tertangkap tangan.

KPK dapat memanggil pejabat manapun, termasuk kepala daerah dan menteri, tanpa harus minta ijin presiden. KPK juga tidak diberi wewenang untuk mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), suatu fasilitas yang dimasa lalu selalu menjadi ajang negosiasi dan transaksi oleh fihak-fihak yang berurusan dengan penegak hukum. Tanpa kewenangan menyadap, KPK bagaikan macan ompong, tidak akan berdaya menangani kasus-kasus korupsi dan suap. Sasaran utama dari revisi UU KPK memang dua point ini, kewenangan penyadapan dan penerbitan SP3.

Saya tidak yakin seluruh anggota DPR sependapat dengan usulan revisi UU KPK. Inisiatif ini datang dari beberapa oknum anggota DPR saja. Mereka ini mudah dikenali karena seringnya muncul di media, antara lain Akbar Faizal (Hanura), Fahri Hamzah (PKS), Nudirman Munir dan Bambang Susatyo (Golkar), Ahmad Yani (PPP), Maruar Sirait dan Ganjar Pranowo (PDIP). Kepada sebagian besar anggota DPR lainnya kami himbau, kalau anda-anda masih mempunyai nurani dan komitmen untuk memberantas korupsi, gagalkan upaya untuk merevisi UU KPK ini. Anda-anda selalu mengatakan bahwa tidak semua anggota DPR jelek, masih lebih yang baik. Inilah saatnya anda menunjukkan bahwa anda betul-betul wakil rakyat yang layak dihormati.

Kepada seluruh lapisan masyarakat mari kita galang kekuatan untuk mendukung KPK dan kita tentang upaya penggembosan  KPK. Caranya? Bagi yang yang mempunyai akses ke media masa salurkan aspirasi ini melalui media masa. Manfaatkan jejaring sosial untuk menyebarkan ajakan ini dan menggalang kekuatan. Bagi yang dapat memobilisasi masa, mari kita gerakkan masa ke DPR, kita tuntut DPR untuk mendengarkan suara rakyat yang sangat haus akan keadilan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun