Mohon tunggu...
Rusdi
Rusdi Mohon Tunggu... Rakyat -

se-enak-enak manusia adalah yang tidak ingin menjadi 'apa-apa'.

Selanjutnya

Tutup

Humor

Belajar dari Dulmok dan Mokdul

10 Januari 2015   12:58 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:26 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"ternyata kalian hanya oknom-oknum-oknum penghayal" ujar kepala kampung sambil geleng-geleng kepala. "mimpimu disiang bolong telah membuat kalian tidak mau mengerti pentingnya kenyataan".

Teater kuno itu barangkali memang konyol dan tak menarik untuk disaksikan kini. Olehnya, saya jadi bertanya-tanya apa kira-kira yang membuat pertunjukan itu populer pada tahun 50an higga ke pelosok desa, padahal waktu itu belum ada youtube? Pikir tak berhenti mikir akhirnya saya menemukan jawabannya, yaitu karena barangkali kejadian Mokdul dan Dulmok waktu itu aneh, lucu dan hanya ada di panggung pertunjukan. Sebagaimana anehnya pernyataan 'akan adanya suara tapi tak ada orangnya, dan adanya besi yang bisa terbang' pada zaman kakeknya nenek saya di kampung, dan sama juga menurut saya dengan anehnya 'para elit negeri ini yang masih saja korupsi, padahal mereka sudah kaya, juga kaum yang mengaku beragama tapi masih saja anarkis'.

Saat ini, kejadian Mokdul dan Dulmok alias memperebutkan dan mempertengkarkan keinginan/ mimpi siang bolong bisa disaksikan dalam panggung keseharian dan dalam berbagai lini kehidupan. Lihatlah misalnya, panggung politik negeri ini yang kacau karena ulah para politisi yang sama-sama tidak ingin dibangunkan dari tidurnya yang sedang asyik bermimpi. Lihat juga persaingan para ustadz, dai, akademisi, pengusaha, pelajar, yang hidup dalam mimpi dan takhayyul. Mereka sibuk dengan dirinya, dan hidup seolah hanya untuk dirinya. Dan akhirnya mereka lupa atau melupakan diri, tak mengetahui atau tak ingin mengetahui bahkan takut jika dihadapkan pada sebuah 'kenyataan'. Padahal penampilan dan sarana kehidupannya sudah terlihat memenuhi syarat untuk disebut sebagai kaum terdidik.

Saat lelucon masa lalu yang ternyata tidak lucu itu hadir dalam keseharian kita, maka keadaan menjadi tambah aneh, mengapa? Karena orang-orang yang bangun ditengah mayoritas orang yang sedang asyik bermimpi justru yang dianggap lelucon, sehingga harus ikutan atau paling tidak pura-pura tidur jika tidak ingin dianggap lelucon.

Karena keadaannya sudah demikian, maka wajar jika saat ini orang-orang banyak yang beradu khayalan, tanpa berpikir dan berlomba untuk mewujudkan khayalan itu, yang ada justru banyak yang bertengkar karena khayalan, layaknya Mokdul da Dulmok. Karena sibuk bertengkar demi khayalan maka mereka lupa dengan kenyataan. Padahal untuk mewujudkan sebuah khyalan, keingingan, atau mimpi ternyata tidaklah mudah. Maka wajar jika teman saya ada yang sangat tidak suka dengan pejabat atau orang yang banyak inginnya, setelah ditanya kenapa? Ia menjawab "barang dan juklak pembagiannya yang sudah jelas ada dan tinggal dibagi saja seringkali tidak bisa diwujudkan dan sulit disalurkan kepada yang berhak karena salah urus, salah prosedur, salah alamat dan salah ini-itu, apalagi mewujudkan sesuatu yang belum jelas ada", "ooo,ya, ya,, benar juga." kata suara hati kecil saya.

Dulu pas waktu di sekolah ada guru yang sering bilang "bermimpilah setinggi langit", tapi tidak jarang ibu marah kalau saya ketahuan manjat pohon yang tingginya tak lebih dari 3 meter, apalagi tidur di atas pohon. Kalau dulu saya tanya mengapa? Mungkin ibu akan menjawab "karena kalau jatuh, kamu  tidak bisa tidur dan bermimpi" atau mungkin kalau orang tua sekarang akan bilang "karena sakitnya tu bukan di alam mimpi"...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun