Ke Kampus aku Kembali, Tuk Berjuang Jadi Guru Sejati, Profesional dan Berintegritas Tinggi
Sejak Senin lalu (28/8/2018) aku kembali ngampus. Bukan untuk melanjutkan jenjang strata dua, namun untuk mendalami karir menjadi seorang pendidik. Mengikuti Program Pendidikan Profesi Guru (PPG), kerjasama Kemendikbud dan Kemenristekdikti.
Ya, kampus Universitas Negeri Surabaya (Unesa) menjadi kawah candradimuka dulu saat aku berdjoeang selama empat tahun. Di Jurusan Pendidikan Olahraga, Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK). Di kampus itu aku bertemu banyak manusia-manusia inspiratif.
Merekalah para dosen pengajar yang banyak memberikan pencerahan dan pengalaman. Memberi semacam 'sengatan listrik' pengetahuan yang menjadikan rambut kepala berdiri . Kampus yang mungkin dikenal hanya mengandalkan otot dalam pembelajarannya, namun fakta di lapangan membantahnya. Bahkan bukan hanya otot atau otak saja yang digunakan, namun kedua-duanya.
Lihatlah bagaimana perjuangan mahasiswa olahraga untuk bisa lulus satu matakuliah, renang atau atletik misalnya. Mereka, para mahasiswa harus bangun pagi-pagi untuk segera menuju kolam renang. Berendam air kolam yang tidak hanya dingin, tapi duingin. Berlari menuju lapangan atletik, memutar lintasan beberapa kali. Telat sedikit tidak boleh ikut perkuliahan. Itu hanya salah satu contoh perkuliahan praktik di lapangan. Belum lagi yang teori.
Maka salah besar, ketika ada yang menyebut mahasiswa olahraga hanya mengandalkan otot tanpa otak.
Dan, kini aku kembali ngampus..
Bertemu para dosen inspiratif. Bertemu para mahasiswa pedjoeang yang kini banyak bertebar di berbagai lembaga pendidikan. Ada juga mahasiswa lain yang datang dari kampus di luar Unesa. Tapi mereka membawa semangat yang sama.
Dua bulan ke depan (hingga akhir Oktober 2018), rumah singgah kami bertempat di lantai 7 Gedung Wiyata Mandala Program Profesi Guru Unesa Lidah Wetan, Surabaya. Mereka yang jauh menempati rumah kos. Mereka yang dekat seperti saya akan pulang dan pergi dari Sidoarjo-Surabaya.
Tujuan dan cita-cita dari program ini mulia: mencetak guru yang tersertifikasi karena keprofesionalannya. Maka saya kemudian teringat pesan kepala SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo, tempat saya mengabdikan diri kurang lebih empat tahun ini, "Semoga menjadi guru profesional dan berintegritas". Â Insya Allah!